Presiden diharapkan mengkaji kembali bagian dari draf perpres turunan UU No 19/2019 tentang KPK yang akan menjadi persoalan. Apabila perumusan tidak hati-hati, dikhawatirkan konten perpres dapat menjadi beban politik.
Oleh
Ingki Rinaldi/Muhammad Ikhsan Mahar
·2 menit baca
JAKARTA, kompas— Pemerintah perlu berhati-hati menyusun konten peraturan presiden atau perpres terkait Komisi Pemberantasan Korupsi agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Karena itu, Presiden Joko Widodo diharapkan meng-kaji secara mendalam pengaturan di draf perpres yang sudah diserahkan kementerian terkait itu bersama pemangku kepentingan dan pakar hukum di luar pemerintahan.
Di sisi lain, KPK berharap, perpres turunan UU No 19/2019 tentang KPK ini bisa dirampungkan secepatnya agar tak menghambat kerja KPK, terutama terkait mekanisme dan teknis kerja pimpinan serta Dewan Pengawas.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (4/1/2020), mengatakan, Presiden harus mengkaji ulang draf-draf perpres terkait KPK dengan melibatkan ahli hukum di luar pemerintahan. Tanpa kajian ulang draf perpres secara mendalam, dia khawatir hal itu bisa memberikan beban politik. Hal ini terutama terkait prasangka sebagian kalangan bahwa KPK ingin dibuat tak lagi independen.
Dalam draf perpres yang beredar di masyarakat sipil, pimpinan KPK diposisikan setingkat menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden. Muncul pula jabatan Inspektur Jenderal.
Pimpinan KPK diposisikan setingkat menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Hingga Jumat belum ada pernyataan resmi pemerintah terkait konten draf itu. Namun, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyampaikan, pembahasan perpres terkait KPK telah selesai dan saat ini sudah berada di Sekretariat Negara. Sementara itu, KPK menyatakan belum pernah dilibatkan membahas draf perpres (Kompas, 4/1/2020).
Draf perpres yang disiapkan, antara lain, terkait organisasi dan tata kerja pimpinan KPK, Dewan Pengawas, serta manajemen aparatur sipil negara.
Arsul menambahkan, kajian ulang dibutuhkan agar secara materi muatan ataupun bentuk perundang-undangannya tepat serta benar. Menurut dia, ada potensi permasalahan seandainya perpres itu diterbitkan sebagaimana draf yang saat ini beredar, antara lain dibuatnya struktur baru inspektorat jenderal.
Padahal, UU KPK tak mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut organisasi KPK kepada Presiden lewat penerbitan perpres. Selain itu, struktur inti organisasi KPK diatur dalam UU KPK.
Tidak terhambat
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, KPK berharap perpres selesai dalam waktu yang tak lama. Alasannya, KPK perlu aturan untuk mengatur teknis kerja yang telah tercantum dalam UU No 19/2019, salah satunya tentang tata kelola lembaga Dewan Pengawas.
”Kami berharap cepat diselesaikan (perpres) sehingga kerja KPK tak terhambat secara teknis. Alhasil, semua elemen di KPK bisa segera berkoordinasi dan bekerja, saling melengkapi,” ujar Ali.
Sementara itu, peneliti
Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Sumatera Barat, Khairul Fahmi, menilai, perpres terkait dengan tata kerja KPK seharusnya disusun dengan melibatkan KPK. Sebagai obyek dan pelaksana perpres, KPK lebih paham kebutuhan terhadap kinerja dan fungsinya dalam pemberantasan korupsi.