Di bawah brand management The Clique HK, Mety Choa dan Monica Ivena menggelar pergelaran busana kolaborasi bertajuk ”Women”. Dengan kekuatan otentitas sebagai desainer perempuan Indonesia yang karya-karyanya dipakai hingga pesohor Hollywood, duo sahabat Mety dan Monica menyuguhkan koleksi yang kental keragaman multiperan perempuan.
Bertempat di Grand Hyatt Jakarta pada Selasa (3/12/2019), Mety membawa koleksi berjudul ”IGNITE”, sedangkan Monica Ivena menyodorkan koleksi ”Le Marie”. Ibarat dua kutub yang saling berlawanan, gaya koleksi adibusana mereka pun sangat berbeda. Koleksi Mety dengan label Maison Met sangat minim aplikasi, tetapi kaya draperi, sedangkan Monica memenuhi koleksinya dengan hiasan payet.
Melongok Koleksi Label Maison Met dan Label Monica Ivena ibarat melihat karya seni fantastik. Drapery semacam kerutan yang terdiri atas gelombang ataupun lipit-lipit yang menjadi ciri khas Maison Met segera bakal menyedot perhatian dari sejak awal pergelaran busana. Draperi ini disuguhkan dalam beragam interpretasi yang memberi karakter berbeda pada setiap karya.
Menonjolkan draperi sebagai teknik buatan tangan nan unik, hampir sulit menemukan aplikasi atau hiasan yang ditempelkan di koleksi Maison Met. Setiap koleksinya adalah karya seni yang dibuat sangat personal. Sebuah busana dengan sapuan warna merah dengan teknik draperi, misalnya, dibuat sangat hati-hati dengan lipatan lapis per lapis serupa sapuan kuas dalam lukisan.
Kehalusan sapuan draperi inilah yang lantas digandrungi penggemar koleksi Mety. ”Saya suka sesuatu yang sophisticated, tapi effortless jadi enggak terlalu berat. Detailing-nya simpel,” ujar Mety.
Tak hanya dikenakan selebritas dalam negeri, karyanya juga diapresiasi oleh model dunia seperti Gigi Hadid dan penyanyi Gwen Stefani. Pada 2019, label Maison Met juga menjadi satu-satunya label asal Indonesia, yang karyanya dikenakan selebritas Lele Pons pada perhelatan Grammy Awards. Di ajang Golden Globe, gaun Maison Met membalut Desi Perkins.
Intrikasi detail
Menonjolkan otentitas dengan ciri khas hiasan payet, busana Monica Ivena juga dipakai hingga Hollywood. Sederet nama beken, seperti aktris Amerika Serikat Tracee Ellis Ross, bintang reality show Khloe Kardashian, dan Taylor Swift menjadi pengagum karyanya. Taylor Swift memakai busana karya Monica dalam klip video ”Me”.
Kali ini, dalam koleksi ”Le Marie”, Monica memamerkan busana yang kaya volume yang terinspirasi sosok Marie Antoinette. Sebagai Ratu terakhir dari Kerajaan Perancis sebelum revolusi Perancis, Marie Antoinette membuat gebrakan di dunia mode yang terus menginspirasi sebagai sosok muda dan berani. Karakter tersebut dinilai relevan dengan perempuan masa kini yang kuat dan kreatif.
Identitas gaya Marie Antoinette itulah yang kemudian dihadirkan dalam 20 koleksi ”Le Marie”. Kekhasan Marie Antoinette hadir dalam potongan korset, siluet ball gown, dan permainan komposisi volume. Jika Marie Antoinette menyukai hiasan pita, Monica menghadirkan pita itu utuh sebagai sebuah busana tersendiri. Baju dalaman ala era Marie Antoinette diubah menjadi busana luaran nan elegan. Ball gown juga dimodernisasi dengan menambahkan ruffle dan layering.
Namun, ciri khas Monica tak lantas lebur dalam kuatnya pengaruh mode Marie Antoinette. Monica tetap menghadirkan intrikasi (kerumitan) detail yang identik dengan kesan feminin yang menonjolkan kekuatan perempuan. Intrikasi detail ini antara lain hadir dalam wujud teknik embroidery (bordir) ataupun beading. Seni menyulam ataupun merangkai manik-manik yang membutuhkan ketelitian dan ketekunan ini menjadi ciri khas yang tak bisa lepas dari karya Monica.
Pergelaran Monica Ivena dibagi ke dalam tiga segmen yang dibagi berdasarkan pengelompokan warna. Koleksi di segmen pertama didominasi warna emas, lalu warna pink diikuti biru. Sesuai warna kegemaran Maria Antoinette, pilihan warnanya pun cenderung ke warna pastel nan lembut. Warna lembut ini tak lantas mengurangi esensi kekuatan dalam diri setiap perempuan.
Apalagi, warna pastel ini dipadukan dengan kejelian memilih bahan-bahan tulle, scuba, bordir, taffeta atau shantung yang justru mampu mengemas kekuatan seorang perempuan dengan cara cantik. ”Aku suka intricacy dan detailing. Dari kecil, aku demen Dior zaman John Galliano yang tipenya glamor ekstravaganza. Makanya baju saya besar-besar,” ujar Monica.
Multiperan
Sama seperti Monica, pergelaran ”IGNITE” karya Mety Choa juga dibagi ke dalam tiga segmen. Tiap segmen merepresentasikan perempuan masa kini dengan latar belakang peran yang berbeda yang memiliki daya tarik dan pesona masing-masing. Kepercayaan diri dan kemampuan perempuan memainkan banyak peran dalam kehidupan ini yang menginspirasi Mety dalam koleksi ”IGNITE”.
Segmen pertama bertajuk ”Rose” merepresentasi sosok perempuan yang anggun dan elegan. Rose diimplementasikan menjadi gaun berstruktur dengan dominasi warna pastel seperti baby pink dan light green. Beberapa material diolah menyerupai tekstur kelopak mawar dengan taburan swarovski dan sequin berwarna senada. ”Saya suka bahan yang gradasi simpel kadang polos. Pakai organsa yang ringan,” tambah Mety.
”Diamond” menjadi segmen kedua menggambarkan sisi perempuan senior yang tangguh. Pada segmen ini, Mety terinspirasi berlian yang terbentuk indah dan memancarkan kilaunya setelah melalui proses alam yang panjang. Implementasi ide ini diterjemahkan Mety ke dalam pulasan warna lebih gelap, yaitu abu-abu, ice blue, dan perak yang berpadu dengan sentuhan warna biru.
Pada segmen penutup, ”Fireworks” hadir dalam nuansa warna yang lebih gelap dan pekat. Segmen ini diterjemahkan ke dalam potongan gaun-gaun berdetail glittered tulle dan pleats dalam pulasan warna ceria dan berani seperti merah, dark grey, dan hitam.
”Seperti sesuatu yang harus dibakar dulu untuk mendapat exposure yang tepat,” kata Metty.
Lantas, meledaklah keindahan dalam multiperan para perempuan hebat Indonesia.