Sebagian besar pengungsi di wilayah terdampak di Jakarta Selatan memilih bertahan di posko pengungsian karena rumahnya belum layak ditempati, Minggu (5/1/2020).
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar pengungsi di wilayah terdampak di Jakarta Selatan memilih bertahan di posko pengungsian karena rumahnya belum layak ditempati, Minggu (5/1/2020). Meskipun air sudah surut sejak sehari lalu, warga butuh waktu untuk membersihkan dan membenahi rumah mereka.
Di Kampung Lubang, Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, air masuk ke permukiman warga hingga setinggi 4-6 meter. Sejak Sabtu (4/1/2020), air sudah surut. Namun, sisa endapan lumpur mencapai 1 meter, baik di gang jalan maupun rumah warga. Sampah yang terbawa banjir juga masih menumpuk di gang-gang sempit kampung. Sebagian sudah dimasukkan ke dalam karung dan diangkut oleh petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU). Namun, masih banyak yang belum terangkut dan dibiarkan teronggok di jalan-jalan.
Lurah Pengadegan Azhari memimpin kerja bakti akbar yang dilakukan sejak Minggu pagi. Hingga sore hari, lumpur masih tinggi di wilayah tersebut.
Anggi (36), warga RT 007 RW 001 Kelurahan Pengadegan, mengatakan, saat banjir kemarin, air merendam hingga atap rumahnya. Dia dan keluarga tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga. Dia kemudian menyelamatkan diri dan mengungsi di Gelanggang Olahraga (GOR) Kecamatan Pancoran.
Minggu siang, Anggi dan suaminya mencoba membersihkan lumpur yang masuk dan menggenang ke dalam rumahnya. Namun, upaya bersih-bersih itu terkendala dengan ketersediaan air. Listrik di kawasan tersebut masih dimatikan sehingga warga tidak bisa mendapatkan air untuk membersihkan lumpur.
Adapun bantuan air dari Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan diprioritaskan untuk mengguyur lumpur di gang dan jalan-jalan.
”Kalau listrik sudah masuk baru kami bisa bersih-bersih total. Itu pun jika pompa air bisa digunakan. Biasanya habis banjir pompa air rusak, jadi harus diganti yang baru,” ujar Anggi.
Karena berada di cekungan, Kampung Lubang di Pengadegan sangat rawan banjir. Banjir bisa karena debit air di Kali Ciliwung meningkat ataupun hujan lokal. Kemarin, banjir cukup parah merendam kawasan itu karena intensitas hujan lokal yang ekstrem dan air Kali Ciliwung meluap. Menurut warga, banjir tahun ini termasuk parah, tetapi belum separah pada 2007.
”Tahun 2007, rumah kami sampai roboh karena diterjang banjir,” kata Anggi.
Upaya bersih-bersih itu terkendala dengan ketersediaan air. Listrik di kawasan tersebut masih dimatikan sehingga warga tidak bisa mendapatkan air untuk membersihkan lumpur.
Di Kelurahan Pengadegan, ada tujuh titik lokasi pengungsian yang masih dipadati warga. Tercatat, masih ada 1.375 warga yang mengungsi di lokasi pengungsian. Mereka tersebar di Rusun Pengadegan, GOR Pancoran, Madrasah Annasyasiatul, SDN 3 Pengadegan, Kecamatan Pancoran, Yayasan LIA, dan sebuah rumah kosong. Warga bolak-balik ke rumahnya untuk bebersih dan berbenah. Namun, karena rumahnya belum layak ditempati, mereka akan menginap di pengungsian pada malam hari.
”Iya, masih tinggal di pengungsian karena kalau sampah dan lumpurnya masih seperti ini bisa sampai dua minggu bersih-bersihnya,” kata Boy (49), warga RT 007 RW 001.
Di lokasi lain, Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, sebagian warga juga masih memilih tinggal di lokasi pengungsian karena rumahnya belum layak ditempati. Dewi (30), warga RT 003 RW 007 Kelurahan Rawajati, masih bertahan di pengungsian Puskesmas Rawajati 2 bersama anaknya yang masih balita.
Dia memilih bertahan di pelataran puskesmas karena rumahnya masih penuh endapan lumpur. Sementara suaminya bertugas membersihkan rumah pada pagi-sore hari. Pada malam hari, mereka akan menginap di lokasi pengungsian.
Upaya pembersihan itu pun terkendala ketersediaan air yang minim. Karena listrik masih dimatikan, warga harus mengambil air dari sumber lain, misalnya aliran Kali Ciliwung yang berada di belakang rumah warga.
”Rumah masih belum layak ditempati, apalagi kami punya anak kecil. Paling tidak butuh dua minggu sampai rumah layak untuk ditempati lagi,” kata Dewi.
Kerja bakti massal
Setelah banjir surut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan jajarannya melakukan kerja bakti massal. Di Pengadegan, kerja bakti dipimpin oleh Lurah Azhari. Sebanyak 350 personel gabungan, baik TNI, Polri, maupun jajaran Pemprov DKI, turun langsung ke wilayah tersebut.
Pembersihan di lokasi terdampak banjir itu difokuskan di satu titik karena medan yang cukup sulit, yaitu di wilayah cekungan. Akibatnya, sampah cukup sulit diangkut karena hanya mengandalkan pembersihan manual. Menurut Azhari, pihaknya masih membutuhkan bantuan, terutama karung-karung untuk mengangkut sampah.
”Memang di wilayah Kampung Lubang RT 005, 006, 007, RW 001 yang paling parah karena sedimentasinya bisa sampai selutut. Ini kami sedang menunggu penyemprotan dari Damkar supaya endapan lumpur bisa dialirkan ke Kali Ciliwung,” ujar Azhari.
Data dari BPBD DKI Jakarta, masih ada 21 titik pengungsian di Jakarta yang digunakan warga terdampak banjir. Jumlah pengungsi mencapai 4.401 jiwa. Warga di pengungsian saat ini masih membutuhkan barang-barang seperti karbol/desinfektan, alat kebersihan, diapers, air minum, selimut, pakaian, pakaian dalam, dan makanan siap saji.