Lima KRI akan dikerahkan untuk mendesak kapal-kapal China meninggalkan Laut Natuna Utara. Sementara itu, Kemlu RI melayangkan nota protes kepada Pemerintah China.
Oleh
·3 menit baca
Lima KRI akan dikerahkan untuk mendesak kapal-kapal China meninggalkan Laut Natuna Utara. Sementara itu, Kemlu RI melayangkan nota protes kepada Pemerintah China.
JAKARTA, KOMPAS— Pemerintah Indonesia menjalankan pendekatan diplomasi kapal perang untuk menghadapi masuknya kapal nelayan dan kapal milik Pemerintah China di Laut Natuna Utara. Selain mengirim lebih banyak kapal perang untuk mendesak kapal China meninggalkan wilayah zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia, pemerintah juga melayangkan nota protes kepada Pemerintah China.
Hingga Minggu (5/1/2020), kapal-kapal nelayan China, yang dikawal dua kapal penjaga pantai (coast guard) dan satu kapal pengawas perikanan China masih berada di Laut Natuna Utara, sekitar 130 mil laut (240,76 kilometer) sebelah timur Ranai, ibu kota Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Dua kapal perang RI (KRI) dikerahkan untuk meminta kapal-kapal itu meninggalkan ZEE Indonesia yang membentang hingga 200 mil laut (370,4 km) dari garis batas pantai.
Namun, mereka bersikukuh berhak berada di sana berdasarkan klaim ”Sembilan Garis Putus” sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan nelayan China. ”Lima KRI akan saya kerahkan besok (Senin),” kata Komandan Gabungan Wilayah Pertahanan Laksamana Madya Yudo Margono, kemarin.
Menurut Yudo, berdasarkan pantauan, kapal nelayan China menangkap ikan menggunakan pukat harimau yang ditarik dua kapal di Laut Natuna. Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015, pukat harimau dilarang di Indonesia.
Diketahui, pencurian ikan oleh kapal-kapal China di Laut Natuna Utara marak terjadi pada 2016. Saat itu, dua kapal China ditangkap dan diproses hukum. Sejak 2016, tak ada lagi pencurian ikan oleh kapal-kapal China. Namun, saat ini kapal-kapal itu datang lagi.
Kendati begitu, Yudo mengatakan, ia memerintahkan agar pendekatan yang dilakukan bersifat komunikatif dan persuasif. Kapal-kapal nelayan diproses hukum atau meninggalkan wilayah ZEE Indonesia. Sementara, kapal-kapal coast guard diminta meninggalkan wilayah ZEE Indonesia.
Nota protes
Kementerian Luar Negeri RI sudah mengirim nota protes kepada Pemerintah China. ”Melalui nota protes, Indonesia menggunakan hak untuk membantah klaim negara lain, dalam hal ini klaim China,” ujar Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional pada Kementerian Luar Negeri RI Damos Dumoli Agusman.
Nota protes membuat Indonesia tidak terikat pada klaim sepihak. Nota itu juga menghalangi klaim tersebut menjadi embrio dan terkonsolidasi dalam norma. Pembiaran klaim, dengan tidak melayangkan nota protes, dapat dianggap sebagai pengakuan diam-diam. Hal itu bisa membahayakan posisi Indonesia di masa mendatang.
Kemlu juga telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian guna menyampaikan keberatan atas kehadiran kapal-kapal China di Laut Natuna Utara. Indonesia kembali menegaskan penolakan atas ”Sembilan Garis Putus” yang jadi dasar klaim China atas sebagian besar perairan di Laut China Selatan dan sebagian Laut Natuna Utara. Jakarta menyebut, tidak ada dasar hukum internasional untuk garis itu.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, China telah lama mengklaim ”Sembilan Garis Putus” di tengah Laut China Selatan yang menjorok masuk ke ZEE Natuna Utara. ”Sembilan Garis Putus” yang diklaim China tidak jelas koordinatnya. Bahkan, Pemerintah China kadang menyebutnya sembilan, sepuluh, bahkan sebelas garis putus.
China tidak mengakui klaim Indonesia atas ZEE Natuna Utara atas dasar kedaulatan Pulau Nansha yang berada dalam ”Sembilan Garis Putus” dan pulau tersebut memiliki ZEE. Hikmahanto menyatakan, Pemerintah China perlu menegaskan China tidak memiliki sengketa terkait kedaulatan Indonesia.
”Indonesia dan China memang tak punya sengketa kedaulatan. ’Sembilan Garis Putus’ tak menjorok masuk laut teritorial Indonesia,” katanya.
Menko Polhukam Mahfud MD di Malang, Jawa Timur, mengatakan, Indonesia tak akan bernegosiasi dengan China terkait masuknya kapal China ke Laut Natuna Utara. Negosiasi menunjukkan ada konflik di area itu. Padahal, di perairan Natuna tak ada konflik dan wilayah itu milik Indonesia. (EDN/WER/NDU/NCA/RAZ)