Lebih dari 9.000 siswa di Jabodetabek dan Lebak, Banten, terdampak banjir. Sambil menunggu tenda sekolah siap, Mendikbud Nadiem Makarim meminta guru memberikan tugas kepada siswa hingga keadaan pulih.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Lebih dari 9.000 siswa di Jabodetabek dan Lebak, Banten, terdampak banjir. Sambil menunggu tenda sekolah siap, siswa diminta belajar di rumah.
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan siswa sekolah dan madrasah terdampak banjir yang sepekan ini melanda Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, hingga Lebak. Untuk sementara kegiatan belajar di sekolah dihentikan dan diganti dengan pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyiapkan tenda sekolah, perlengkapan belajar, dan buku-buku teks ataupun buku cerita untuk siswa terdampak banjir. Para guru yang terdampak banjir juga akan diberi tunjangan khusus selama tiga bulan.
”Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sudah memberikan arahan kepada semua jajaran Kemdikbud dan pemerintah daerah agar guru memberikan tugas kepada siswa hingga keadaan pulih kembali,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud Ade Erlangga Masdiana, di Jakarta, Minggu (5/1/2020).
Berdasarkan data Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB) per 3 Januari 2020, terdapat 8.420 siswa yang terdampak banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya. Di wilayah ini juga ada 201 sekolah yang terendam banjir dan 89 sekolah yang tidak terkena banjir, tetapi tidak bisa diakses jalannya karena terhalang air.
Berdasarkan data Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana per 3 Januari 2020, terdapat 8.420 siswa yang terdampak banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Sementara itu, di Kabupaten Lebak, Banten, terdapat 683 siswa dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga SMP yang sekolahnya terdampak banjir. Sebanyak 176 siswa juga terpaksa mengungsi karena air melanda rumah mereka. Seragam dan berbagai perlengkapan sekolah juga rusak atau hilang.
Sementara itu, Direktur Kesiswaan dan Kelembagaan Madrasah Kementerian Agama Ahmad Umar mengungkapkan, data sementara di Jakarta ada 11 madrasah yang terkena banjir. Kemenag tengah berkoordinasi dengan kantor-kantor wilayah di sejumlah kabupaten/kota untuk mendata madrasah dan siswa terdampak banjir beserta kerugiannya.
Pendidikan mitigasi
Kemdikbud mengingatkan pemerintah daerah agar segera melakukan perbaikan dan mitigasi bencana guna melindungi gedung-gedung sekolah. Pada 2019, Seknas SPAB Kemdikbud mengeluarkan daftar yang mengungkapkan bahwa 37.408 sekolah di Indonesia terpapar risiko bencana alam.
Sekolah-sekolah itu berisiko terkena setidaknya salah satu dari lima bencana alam, yakni gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, dan letusan gunung berapi. Bahkan, ada 2.892 sekolah yang berada di radius 500 meter dari patahan gempa.
Sekolah-sekolah itu dibangun sejak 1980-an sehingga untuk memindahkannya sangat sulit, mengingat jumlah siswa, akses oleh masyarakat, dan keterbatasan lahan. Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan adalah dengan mengajarkan mitigasi bencana di sekolah-sekolah.
Ikatan Geograf Indonesia sudah memberikan naskah akademik pendidikan mitigasi kebencanaan kepada Kemdikbud. Namun, tindak lanjutnya masih belum maksimal karena hanya segelintir sekolah yang menerapkannya, itu pun tidak rutin.
”Harus ada kesadaran pemerintah daerah untuk mitigasi bencana, bukan bertindak setelah terjadi bencana,” kata Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Muhammad Zid, salah satu penyusun naskah akademik tersebut.
Harus ada kesadaran pemerintah daerah untuk mitigasi bencana, bukan bertindak setelah terjadi bencana.
Ia mengatakan, sekolah diberi keleluasaan menyisipkan materi mengenai risiko kebencanaan di wilayah masing-masing. Umumnya melalui pelajaran muatan lokal. Namun, akan lebih baik jika guru bisa menjadikannya sebagai materi ajar di semua mata pelajaran.
Selain itu, pendidikan di sekolah saja tidak cukup tanpa ada sinergi dari dinas-dinas lain. Pengoptimalan kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah tidak akan efektif jika tidak didukung semua dinas di pemerintahan daerah untuk membangun wilayah yang tahan bencana.
Zid mengatakan, untuk meningkatkan daya tawar mitigasi bencana, UNJ mengusulkan membuka program studi khusus Geografi Kebencanaan yang memang fokus mempelajari risiko alam di Tanah Air. Adanya perguruan tinggi yang mendalami perkara ini diharapkan bisa menambah kekuatan advokasi mitigasi bencana di tingkat pusat dan daerah.
”Selama ini studi kebencanaan umumnya diambil di luar negeri, seperti di Jepang yang sistemnya sudah mapan. Studi yang dimulai dari faktor mendasar terkait kebencanaan Indonesia oleh perguruan tinggi nasional semestinya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujarnya.