Dana perbaikan dan pembangunan kembali rumah korban gempa Ambon telah disalurkan pemerintah pusat melalui bank. Proses pencairan dana yang difasilitasi pemerintah daerah segera dilakukan paling lambat pekan depan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Dana perbaikan dan pembangunan rumah korban gempa Ambon dan sekitarnya telah disalurkan pemerintah pusat melalui bank. Proses pencairan dana yang difasilitasi pemerintah daerah segera dilakukan paling lambat pekan depan. Proses pembangunan kembali itu diharapkan agar mengedepankan aspek mitigasi bencana.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Maluku Farida Salampessy di Ambon, Senin (6/1/2020), mengatakan, dana tersebut terdiri atas dana tunggu hunian dan stimulus. Dana tunggu hunian itu sebesar Rp 500.000 per bulan dan diperuntukan bagi warga yang rumahnya rusak berat.
Dana itu diberikan selama enam bulan. Penerima dana tunggu hunian itu tidak diperbolehkan lagi tinggal di tenda darurat yang dikelola pemerintah.
Sementara itu, dana stimulus diberikan untuk warga yang rumahnya rusak berat, sedang dan ringan. Korban yang rumahnya rusak berat diberi Rp 50 juta, rusak sedang (Rp 25 juta), dan rusak ringan (Rp 10 juta).
"Uangnya sudah di bank. Pemerintah pusat sudah transfer. Selanjutnya yang urus nanti kabupaten," kata Farida yang dalam waktu dekat bakal menyerahkan jabatan tersebut kepada penggantinya Henry Far Far.
Sementara itu, pembangunan fasilitas publik yang ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat masih dalam proses. Memerlukan anggaran yang besar, penanganannya dapat dilakukan lebih dari satu tahun.
Saat ini, anggaran kebencanaan tingkat nasional membengkak seiring dengan tingginya kejadian bencana di Indonesia. Fasilitas seperti pendidikan dan kesehatan diprioritaskan dibangun lebih cepat.
Menurut Farida, proses pananganan rumah warga yang rusak tidak meleset jauh rencana. Hambatan yang sempat dialami adalah pendataan korban. Korban harus memiliki nomor induk kependudukan (NIK) padahal banyak dari mereka belum memiliki kartu keluarga dan kartu tanda penduduk. Hambatan lainnya adalah gempa susulan yang terus terjadi menyebabkan jumlah kerusakan bangunan harus terus diperbaharui.
Sebelumnya, gempa tektonik berkekuatan magnitudo 6,5 mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya pada 26 September 2019 lalu. Wilayah terdampak adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat.
Gempa itu menyebabkan 41 orang meninggal, 355 orang luka-luka, dan 103.301 orang mengungsi. Sebanyak 2.712 unit rumah rusak berat, rusak sedang (3.317 unit), dan rusak ringan (6.108 unit). Fasilitas publik yang rusak sebanyak 519 unit.
Kerusakan terbanyak ada di Kabupaten Maluku Tengah. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Maluku Tengah Bob Rahmat mengatakan, pemerintah daerah tetap membuka kemungkinan untuk perubahan data penerima bantuan stimulus.
"Ada orang yang rumahnya rusak lebih dari unit. Sementara dalam aturan satu NIK hanya bisa terima satu kali. Ini perlu kebijakan selanjutnya," ujarnya.
Saat ini anggaran kebencanaan tingkat nasional membengkak seiring dengan tingginya kejadian bencana di Indonesia. Fasilitas seperti pendidikan dan kesehatan diprioritaskan dibangun lebih cepat (Farida Salampessy)
Ia juga mengimbau penerima bantuan, terutama mereka yang ingin kembali membangun rumah baru, agar memperhatikan aspek mitigasi bencana. Rumah yang dibangun harus tahan gempa agar tidak kembali roboh jika terjadi gempa. Ia menyarankan warga membangun rumah bakancing sebutan rumah dengan tiang utama kayu. Rumah semacam itu banyak terdapat di wilayah perdesaan di Maluku.
Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang dilapisi semen. Sebagian besar konstruksi rumah terbuat dari kayu. Konstruksi rumah semacam itu tidak lepas dari aturan yang dibuat pada zaman kolonialis Belanda.
Banyak bangunan Belanda di Maluku yang rusak akibat gempa besar seperti pada 17 Februari 1674 sebagaimana catatan Naturalis Jerman Georg Everhard Rumphius dalam De Levensbeschrijving van Rumphius yang dialihbahasakan Frans Rijoly.
Menurut dokumen yang diperoleh Kompas dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, salah satu surat kabar di Belanda, Algemeen Handelsblad, pada 16 April 1938, memberitakan bahwa Pemerintah Hindia Belanda tidak mengizinkan berdirinya bangunan batu besar di Ambon. Tinggi bata rumah yang diizinkan tidak boleh lebih dari satu meter. Sebagai daerah yang rawan dilanda gempa, rumah beton tinggi sangat berisiko.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin kembali mengingatkan potensi gempa masih terus terjadi. Pemerintah daerah diharapkan ikut mengawal pembangunan kembali rumah warga. Jika perlu, diterbitkan aturan yang mengatur tentang standardisasi pembangunan rumah tahan gempa yang diterapkan bagi penerima dana stimulus.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, sepanjang tahun 2019, Provinsi Maluku dilanda 5.100 gempa dengan 461 kali guncangan dirasakan. Jumlah kejadian gempa tersebut merupakan terbanyak dalam sejarah pencatatan kejadian gempa di Maluku. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, kejadian gempa dalam satu tahun tidak pernah lebih dari 2.000 kali.
Dalam lima tahun terakhir, misalnya, tahun 2015 sebanyak 1.210 kali, 1.222 kali (2016), 1.392 kali (2017), 1.587 kali (2018), dan 5.100 kali (2019). Kejadian gempa yang dirasakan berturut-turut dari 2015 adalah 19 kali, 43 kali, 58 kali, 62 kali, dan 461 kali. Terjadi tren peningkatan setiap tahun (Kompas, 6/1/2020).