Pemerintah mengklaim target pembangunan 1 juta rumah pada 2019 tercapai. Seperti tahun lalu, pembangunannya ditargetkan 1,25 juta unit tahun ini. Penyediaannya antara lain didorong melalui konsep hunian berimbang.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengklaim target pembangunan 1 juta rumah pada 2019 tercapai dan berencana melanjutkannya lima tahun ke depan. Selain mengandalkan anggaran pemerintah, penyediaan perumahan rakyat juga didorong dengan konsep hunian berimbang.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid, akhir pekan lalu, menyebutkan, sampai 31 Desember 2019, jumlah rumah yang terbangun mencapai 1.257.852 unit. Angka itu melebihi target Kementerian PUPR yang 1,25 juta unit.
”Jumlah target (tahun 2020) sama, yakni 1,25 juta unit, tetapi kami berusaha melampauinya. Saat ini program perumahan rakyat sedang dibahas untuk lima tahun ke depan,” kata Khalawi.
Dari 1.257.852 unit rumah yang terbangun pada tahun lalu, sebanyak 945.161 unit untuk masyarakat berpenghasilan rendah, sementara 312.691 unit lainnya adalah rumah komersial. Selain oleh Kementerian PUPR, rumah juga dibangun oleh kementerian atau lembaga lain, pemerintah daerah, pengembang, masyarakat, dan dana tanggung jawab sosial perusahaan.
Menurut Khalawi, pemerintah akan fokus membangun lebih banyak unit hunian dibandingkankan pada 2019. Selain melalui skema pembiayaan, target pembangunan rumah akan dicapai dengan memadukan program pembangunan perumahan berbasis komunitas dan pembangunan perumahan skala besar.
Program tersebut akan diintegrasikan dengan program pengentasan kota kumuh serta melibatkan pengembang besar untuk menerapkan konsep hunian berimbang.
Revisi aturan
Saat ini, pemerintah tengah merevisi Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang. Hal pokok revisi itu antara lain soal batasan rumah sederhana yang dibuat lebih luas.
Selain itu, lokasi pembangunannya tidak dalam satu kabupaten/kota saja, tetapi bisa lebih dari satu kabupaten/ kota dalam satu provinsi atau lebih asal satu hamparan.
Hal pokok dari revisi tersebut antara lain mengenai konsep batasan rumah sederhana dibuat lebih luas. Kemudian, lokasi pembangunan dapat dilakukan tidak dalam satu kabupaten/kota, tetapi bisa diterapkan lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi atau lebih asalkan dalam satu hamparan.
Hal pokok lainnya yang direvisi adalah komposisi hunian berimbang menjadi lebih dinamis. Khusus untuk perumahan skala besar, komposisi hunian berimbang adalah 1:2:3 untuk rumah mewah, menengah, dan sederhana. Sementara selain perumahan skala besar dimungkinkan komposisinya menjadi 1:3 untuk rumah mewah dan sederhana atau 2:3 untuk rumah menengah dan sederhana.
Dalam regulasi yang baru, menurut Khalawi, sanksi administrasi terkait penerapan hunian berimbang akan dicabut. Kemudian konversi rumah sederhana dapat dibangun dalam bentuk rumah susun. Pemerintah juga memberikan insentif berupa kemudahan perizinan, bantuan prasarana dan sarana umum, insentif perpajakan, serta fasilitas penyediaan tanah.
Tujuan revisi mengenai peraturan tentang hunian berimbang tersebut adalah agar dapat dijalankan pengembang di lapangan.
Tujuan revisi mengenai peraturan tentang hunian berimbang tersebut adalah agar dapat dijalankan pengembang di lapangan. ”Pembahasan permen PUPR tentang hunian berimbang sudah final, semoga bisa cepat keluar,” ujar Khalawi.
Tugas pemerintah
Sementara itu, akademisi dari Laboratorium Perumahan dan Permukiman dari Institut Teknologi Bandung, Jehansyah Siregar, berpandangan, tugas pemerintah adalah menciptakan kawasan permukiman. Namun, selama ini hal itu tidak dilakukan dan diserahkan ke swasta.
Menurut Jehansyah, peran itulah yang mesti dilakukan pemerintah, termasuk memastikan terciptanya lingkungan hunian berimbang. Lingkungan hunian berimbang tersebut bukan semata mengenai jumlah unit mewah, menengah, dan sederhana, tetapi menciptakan lingkungan sosial yang tidak eksklusif.
Tugas pemerintah menciptakan kawasan permukiman. Namun, hal itu tidak dilakukan dan diserahkan kepada swasta.
”Jadi kawasan hunian berimbang itu harusnya satu hamparan, biar tidak eksklusif. Bukan malah dibuat terpisah-pisah, apalagi berbeda provinsi,” ujar Jehansyah.
Secara terpisah, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia Totok Lusida mengatakan, negara memang memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat. Sementara pengembang adalah mitra pemerintah untuk mewujudkannya.
Oleh karena itu, menurut Totok, pihaknya berharap agar regulasi yang dibuat pemerintah mendukung penyediaan perumahan. ”Negara memenuhi penyediaan perumahan kan melalui regulasi. Maka, tolong agar pengembang jangan dipersulit,” kata Totok.