Bahagia dan gembira di tengah kondisi kanker yang dihadapi, sangat memengaruhi keberhasilan terapi. Jadi, perlu ada dorongan lingkungan sekitar supaya pasien kanker tetap optimistis.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Menjalani perawatan kanker bukan hal mudah. Apalagi, perawatan kanker tidak cukup dilakukan satu dua bulan saja. Butuh bertahun-tahun, itu pun tidak ada kepastian yang berarti. Dukungan keluarga dan orang terdekat menjadi berarti untuk menumbuhkan semangat dan kebahagiaan bagi pasien.
Kabar berpulangnya Chandra Ariati Dewi Irawan atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ria Irawan (50) pada Senin (6/1/2020) meninggalkan duka. Aktris yang kental dengan sifatnya yang ceria ini sudah bertahun-tahun menjalani perawatan kanker. Ia pertama kali didiagnosis menderita kanker dinding rahim pada 2014.
Di tahun yang sama, ia pun memutuskan untuk mengangkat rahimnya. Namun, saat menjalani biopsi, kanker yang ada di dalam tubuhnya telah menyebar ke bagian tubuh lainnya, yakni di kelenjar getah bening di bagian panggul dengan stadium 3C.
Seperti yang dituliskan dalam Kompas, Minggu (18/1/2015), masa-masa saat Ria harus melewati pengobatan merupakan fase yang cukup berat dalam hidupnya. Meski begitu, ia berupaya untuk tidak kehilangan semangat dalam menjalani kemoterapi sebagai perawatannya. Bagi Ria, dukungan dari orang di sekeliling merupakan hal terpenting bagi dirinya.
Tidak berhenti sampai saat itu, pengobatan yang harus dijalani oleh perempuan kelahiran 24 Juli 1969 ini terus berlanjut karena kanker di dalam tubuhnya telah menyebar ke paru-paru dan otak. Kepatuhan dalam terapi menjadi salah satu kunci kesintasan hidupnya hingga akhir hayatnya kini.
Ketua Masyarakat Paliatif Indonesia, Urip Murtedjo saat dihubungi dari Jakarta, Senin malam, menuturkan, selain kepatuhan dalam terapi dan pengobatan, kunci dari kesintasan pasien kanker adalah dukungan dari lingkungan sekitar.
“Pasien kanker itu hidupnya harus gembira, jangan stres. Dengan begitu, semangat untuk menjalani terapi menjadi tinggi. Jadi perlu ada dorongan lingkungan sekitar supaya pasien kanker tetap berpikir optimis dalam hidupnya,” tuturnya.
Itu juga yang pernah disampaikan Ria Irawan seperti yang dituliskan Kompas, Minggu (21/2/2016). “Kunci dari penyembuhan kanker harus menjalani pengobatan secara rutin dengan menerima segalanya sebagai ”cubitan” dari Tuhan,” ucapnya.
Kanker termasuk jenis tumor yang sifatnya ganas dan bisa menyebar cepat ke seluruh tubuh. Meski hingga saat ini penyebab kanker belum dapat dipastikan, faktor risiko kanker antara lain genetika, gaya hidup tak sehat, merokok, konsumsi alkohol, dan virus.
Deteksi dini pun menjadi salah satu cara agar kanker bisa cepat ditemukan sehingga pengobatannya menjadi lebih mudah dan cepat. Deteksi dini untuk menentukan jenis kanker bisa dilakukan melalui biopsi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologi, ultrasonografi (USG), mamografi, dan pap smear.
Perkembangan teknologi kini pun lebih memudahkan deteksi kanker. Itu bisa dilakukan melalui computerized tomography (CT) scan dan Positron Emission Tomography (PET) scan. Bagi penyintas kanker yang sudah dinyatakan tidak ada kanker di dalam tubuhnya pun diharapkan tetap melakukan pemeriksaan rutin setiap enam bulan sekali.
Meski deteksi dini sangat penting, kesadaran masyarakat masih sangat minim.
Akibatnya, sebagian besar pasien kanker terdiagnosis sudah pada stadium lanjut. Pada kanker paru, misalnya, sekitar 70 persen pasien dalam stadium lanjut sehingga kankernya sudah menyebar ke bagian tubuh lain (metastasis).
Padahal, semakin cepat kanker terdeteksi, harapan hidup pasien semakin tinggi. Penderita kanker yang diobati pada stadium satu memiliki harapan hidup 95 persen, stadium dua 85 persen, stadium tiga 60-70 persen, dan stadium empat 5-10 persen.
Urip menambahkan, pendampingan psikologis juga perlu diperhatikan bagi pasien kanker. Tidak semua pasien kanker memiliki ketangguhan dalam menjalani pengobatan. Ketika menjalani kemoterapi, pasien bisa mengalami efek samping yang cukup berat, seperti mual muntah, rambut rontok, kehilangan napsu makan, dan pusing.
Dalam kondisi inilah, pendampingan psikologis sangat dibutuhkan bagi pasien. “Bahagia dan gembira di tengah kondisi kanker yang harus dihadapi sangat memengaruhi keberhasilan terapi,” pungkasUrip.