Sudah 16 Saksi Diperiksa Terkait Jiwasraya, Tersangka Masih Nihil
Kejaksaan Agung masih belum tuntas mengumpulkan bukti. Sementara BPK yang digandeng Kejaksaan Agung untuk menghitung kerugian negara dalam kasus Jiwasraya berencana menjelaskan kasus itu ke publik besok (8/1/2020).
Oleh
INSAN ALFAJRI/SHARON PATRICIA
·4 menit baca
[caption id="attachment_11057473" align="alignnone" width="720"] Warga melintas di depan kantor PT Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Kejaksaan Agung sudah memeriksa 16 saksi terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, tetapi belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.[/caption]
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung atau Kejagung sudah memeriksa 16 dari total 24 saksi terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Besok (8/1/2020), Badan Pemeriksa Keuangan yang digandeng Kejagung untuk mengungkap kerugian negara dalam kasus Jiwasraya berencana menjelaskan kasus itu ke publik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menjelaskan, pada Selasa (7/1/2020) ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap lima orang saksi. Namun, salah satu di antaranya, dari perusahaan manajer investasi (MI), tidak hadir.
”Kami belum mendapat informasi terkait ketidakhadiran dari pihak MI, tetapi nanti akan kami panggil lagi,” katanya di depan Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jakarta.
Empat orang yang diperiksa itu adalah Handi Surya Adiguna (Kepala Divisi Keagenan Jiwasraya), Sumarsono (Kepala Divisi Sekretariat Perusahaan Jiwasraya periode 2015-2018), Ronang Andrianto (Kepala Divisi Hukum Jiwasraya periode 2015-2018), dan Ida Bagus Adinugraha (Kepala Divisi Pemasaran Jiwasraya).
Sebelumnya, Kejagung sudah memeriksa 12 saksi, baik dari Jiwasraya maupun dari perusahaan MI. Sedikitnya ada 13 perusahaan MI yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi Jiwasraya. Sebanyak empat perusahaan MI sudah diperiksa.
Dari semua saksi yang sudah diperiksa, lanjutnya, Kejagung belum menetapkan tersangka. ”Semua masih pendalaman, masih mengumpulkan alat bukti. Nanti jika sudah cukup, kami bakal umumkan,” katanya.
Ia pun menolak menjelaskan materi penyelidikan karena hal itu menjadi rahasia penyidik.
Menurut rencana, Kejagung akan melanjutkan pemeriksaan saksi hingga Kamis (9/1/2020). Kejagung juga telah mencegah 10 orang (yang juga bagian dari total 24 saksi) untuk bepergian ke luar negeri. Mereka antara lain dua mantan Direktur Utama Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim dan Asmawi Syam, serta mantan Komisaris Utama Djonny Wiguna. Selain itu, tujuh orang lainnya yang turut dicegah ke luar negeri adalah DYA, HP, MZ, GLA, ERN, HH, dan BT.
”Pencegahan ke luar negeri itu tujuannya untuk memudahkan kami. Kami harapkan mereka kooperatif. Pada saat diperlukan untuk dimintai keterangan, posisi mereka berada di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menuturkan, ada kejanggalan investasi yang dilakukan Jiwasraya. Mayoritas investasi ditempatkan pada lembaga yang tak bisa dipercaya. Sejauh ini, kerugian negara diperkirakan Rp 13,7 triliun.
Di tempat terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan, BPK akan menjelaskan kasus Jiwasraya besok, Rabu (8/1/2020). ”Besok saya akan jelaskan, jadi jangan tanya soal Jiwasraya sama saya hari ini,” katanya.
Sehari sebelumnya, Senin (6/1/2020), Agung mengatakan telah berkomunikasi intens dengan Kejagung terkait kasus Jiwasraya. Laporan mengenai Jiwasraya pun sudah masuk ke BPK, Senin. Dia juga menjelaskan investigasi kasus Jiwasraya oleh BPK akan mengacu pada berbagai indikasi, salah satunya soal besaran kerugian negara dari kasus fraud Jiwasraya.
”Kita tunggu tanggal 8 nanti. Kerugian negara kita hitung sebagai bagian dari proses investigasinya. Bukan laporan keuangannya, Jiwasraya-nya yang akan kita investigasi,” katanya seperti dikutip dari Kompas.com.
Pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan di Kejagung sejak 17 Desember 2019 melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019. Namun, dalam surat itu, belum ada penetapan tersangka.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi (Maki) Boyamin Saiman memberi batas waktu hingga akhir Februari bagi Kejagung untuk menetapkan tersangka dugaan korupsi Jiwasraya. Jika hingga batas waktu itu tetap belum ada tersangka, Maki berencana mengajukan gugatan praperadilan dengan dasar perkara mangkrak.
”Dengan praperadilan, bisa diketahui sejauh mana perkembangan dari penyidik. Sekarang, kan, informasi itu terkait itu publik tidak bisa mengetahuinya,” katanya.
Dia memahami bahwa Kejagung membutuhkan kerja sama sejumlah pihak untuk menentukan besaran kerugian negara dan menjelaskan tentang kejahatan keuangan, dan semua itu masih berproses. Akan tetapi, ia khawatir kasus itu akan mangkrak jika tidak diingatkan.
”Jika perusahaan asuransi dijalankan dengan benar, semestinya tidak mengalami gagal bayar. Kalau terjadi gagal bayar, berarti ada yang tidak benar. Dari situ saja bisa menjadi dasar untuk menetapkan tersangka,” katanya.
Pada Oktober 2018, Asmawi Syam yang menjabat Direktur Utama Jiwasraya pada Agustus-November 2018 mengumumkan Jiwasraya gagal bayar polis produk asuransi tabungan rencana atau JS Saving Plan Rp 802 miliar. Likuiditas Jiwasraya tidak lagi cukup membayar polis JS Saving Plan yang jatuh tempo setiap tahun (Kompas, 28/12/2019).
Menurut Asnawi, JS Saving Plan yang ditawarkan Jiwasraya sejak 2012 bermasalah. Imbal hasil yang ditawarkan terlalu tinggi dan risiko investasi sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.
Dengan minimal investasi Rp 100 juta, pemegang polis JS Saving Plan akan mendapatkan imbal hasil 13 persen pada 2013. Imbal hasil berangsur turun jadi 9 persen tahun 2018. Jatuh tempo JS Saving Plan hanya satu tahun, tetapi pemegang polis mendapat jaminan asuransi jiwa selama lima tahun.