Pemerintah akan mengambil langkah komprehensif lintas kementerian untuk mengatasi radikalisme teroris di semua lini. Salah satunya, mengaktifkan kembali upacara tujuh belasan dan apel pelajar.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengambil langkah komprehensif lintas kementerian untuk mengatasi radikalisme teroris di semua lini. Salah satunya, mengaktifkan kembali upacara tujuh belasan dan apel pelajar.
Upaya mengatasi radikalisme teroris yang mulai tumbuh, baik di lembaga pendidikan, instansi pemerintah, maupun kehidupan beragama ini dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Wakil Presiden Ma\'ruf Amin di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Hadir dalam ratas ini, antara lain, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Agama Fachrul Razi, Kepala Polri Jenderal Idham Aziz, dan Kepala BNPT Suhardi Alius.
”Pemerintah ingin menanggulangi radikalisme teroris dari hulu ke hilir. Karena radikalisme teroris ini sudah terjadi, langkah kontraradikalisasi disiapkan. Mulai moderasi beragama sampai komitmen kebangsaan.”
Wapres mengatakan, pada intinya pemerintah ingin menanggulangi radikalisme teroris dari hulu ke hilir. Karena radikalisme teroris ini sudah terjadi, langkah kontraradikalisasi disiapkan. Mulai moderasi beragama sampai komitmen kebangsaan akan dilaksanakan oleh semua kementerian/lembaga.
Mahfud menjelaskan, radikalisme teroris ini dimulai dari intoleransi yang kemudian menimbulkan tiga jenis sikap mulai suka menyalahkan orang lain dan tidak menerima orang lain berbeda darinya; membunuh mereka yang dianggap berbeda (jihadis); dan perang wacana secara ideologis dari sekolah-sekolah, masjid, dan berbagai institusi. Perbedaan ini membuat sebelas kementerian/lembaga dalam tim penanganan radikalisme ini akan menyiapkan langkah-langkah yang berbeda-beda. Setiap kementerian/lembaga memiliki tugas masing-masing.
BNPT akan mengompilasi langkah-langkah yang disiapkan setiap kementerian/lembaga supaya menjadi langkah komprehensif. Suhardi mencontohkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengaktifkan kembali upacara tujuh belasan dan apel sekolah mingguan. Langkah ini diharap membangun karakter cinta Tanah Air para siswa.
Upacara tujuh belasan ini akan diaktifkan kembali di kementerian/lembaga. ”Ini sudah terabaikan sekian lama. Mudah-mudahan bisa kita laksanakan sesegera mungkin,” kata Suhardi.
Menteri Agama menambahkan dari sisi moderasi beragama. Harapannya kehidupan beragama tidak terlampau konservatif, pun tidak sangat moderat. ”Ya sedang-sedanglah, dalam Pancasila,” ujarnya.
Semua ini, lanjut Fachrul, disepakati harus berangkat dari sikap toleran. Tanpa itu, sulit mendapatkan titik temu dalam moderasi beragama.
Selain itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) juga menyiapkan aturan-aturan untuk mendorong deradikalisasi ini. Untuk itu, proses penyaringan ataupun promosi dan seleksi serta sanksi akan diatur kembali. ”Mudah-mudahkan kita bisa implementasikan segera pada Januari ini atau paling lambat Februari,” kata Suhardi.
Secara terpisah, Tjahjo menyebutkan, sepanjang November sampai Januari 2020, sudah ada 86 ASN yang diadukan intoleran, anti-NKRI, berideologi anti- Pancasila, dan radikal. Karena itu, dibentuk tim lintas kementerian/lembaga untuk menangani radikalisme ASN ini.
Memupuk nasionalisme
Secara terpisah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Noorhaidi Hasan menyatakan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengatasi radikalisme secara komprehensif. Upacara juga dinilainya bisa memupuk nasionalisme dan kewarganegaraan, tetapi hal ini perlu ditambah usaha memberi pemahaman yang lebih tepat kepada masyarakat tentang doktrin-doktrin kunci dalam Islam.
Kampanye melawan ideologi radikal ini tidak cukup hanya mengatakan perlunya Islam moderat atau Islam wasatiyah. Namun, masyarakat perlu memahami doktrin-doktrin kunci dalam Islam secara mendalam, supaya tidak mudah terbawa interpretasi menyesatkan yang dikembangkan kaum jihadis.
Selain itu, pemerintah tetap perlu menyelesaikan problem-problem yang ada baik masalah ekonomi, hukum, dan lainnya. ”Jadi, ya, harus dikerjakan secara komprehensif,” tutur Noorhaidi yang juga Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Terhadap kelompok jihadis yang terus berupaya membangun kekuatan, mengafir-ngafirkan pemerintah dan umat Islam lainnya (takfir) dan menebar teror, kata Noorhaidi, semestinya tidak ada ruang sedikit pun. Namun, diakui ada irisan antara ideologi jihadis ini dan radikalisme serta intoleransi yang marak berkembang.
Irisannya itu terutama ada di tataran ideologis, mulai dari doktrin tauhid yang ditafsirkan secara tendensius sehingga bermakna tidak mengakui kekuasaan kecuali kekuasaan Allah, yang kemudian turun ke doktrin Al wala wal barra (loyalty and disavowal) yang meniscayakan Muslim menjaga jarak dari yang tidak seiman atau satu paham, lalu ke doktrin hakimiyya yang percaya bahwa tidak ada hukum yang patut diikuti kecuali hukum Allah. Ini kemudian turun ke takfir dan dari takfir ini jihad berkembang.
Menurut Noorhaidi, irisannya ini harus dipotong. Tauhid jangan sampai terbawa ke politis. Juga Al wala wal barra dan seterusnya kita beri interpretasi yang pas, dan seterusnya.
Editor:
suhartono
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.