Banjir yang melanda Jakarta sepekan terakhir telah menyebabkan kerugian di sejumlah sektor. Pelaku usaha berharap pemerintah mengantisipasi banjir untuk mencegah dampak yang lebih besar lagi.
Oleh
Helena F Nababan/Irene Sarwindaningrum/J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir yang melanda Jakarta dalam sepekan terakhir telah menyebabkan kerugian di sejumlah sektor. Pelaku usaha berharap pemerintah mengantisipasi banjir untuk mencegah dampak yang lebih besar lagi.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia DPD DKI Ellen Hidayat mengatakan, pusat belanja di Jakarta terimbas banjir.
”Seharusnya tanggal 1 Januari adalah puncak traffic (kunjungan) sebagaimana setiap tahun, tetapi tahun ini gagal. Traffic turun 40 persen sampai 60 persen, tergantung letak mal,” katanya, Selasa (7/1/2020).
Beberapa mal yang tidak tergenang tetap terimbas kondisi yang melanda Jakarta sejak 1 Januari karena akses menuju mal tergenang.
Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, mengatakan, pengiriman logistik dan pengelola ekspedisi harus memperhatikan betul jalur dan waktu pengiriman supaya logistik Jakarta aman.
Sektor yang paling terdampak karena banjir adalah sektor ritel dan pariwisata. Sektor ritel utamanya adalah pasar-pasar tradisional dan pusat belanja. Kalau sektor pariwisata, destinasi wisata yang biasanya padat dikunjungi warga saat libur Tahun Baru, kini sepi.
”Itu yang paling terdampak. Namun, kami mau (hitung) cermat supaya akurat,” ucapnya.
Sepekan ini, ia melihat cadangan pangan belum bermasalah karena semua bahan pangan sudah didistribusikan sebelum Natal.
Saat stok mulai berkurang, Sarman berharap pihak ekspedisi dan pengusaha logistik cermat melihat cuaca sehingga proses pengiriman barang bisa lancar.
Secara keseluruhan, Kadin DKI berharap Pemprov DKI berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah penyangga untuk mencari solusi terbaik menuntaskan banjir. Kadin juga meminta Pemprov DKI fokus menangani banjir. Informasi prediksi cuaca dari BMKG juga diharapkan untuk bisa terus dibuka supaya bisa menjadi kewaspadaan masyarakat.
Adapun penghitungan kerugian akibat banjir oleh Pemprov DKI Jakarta masih dilakukan. ”Penghitungan kerugian masih dilakukan. Sementara ini dilakukan pemulihan sarana dan prasarana,” kata Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta Sri Haryati.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Hamid Ponco Buwono mengatakan, dampak banjir di awal tahun terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta tahun ini diperkirakan tak terlalu signifikan. Hal ini didasarkan pada riwayat banjir Jakarta sebelumnya.
Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia DKI Jakarta M Cahyaningtyas mengatakan, dampak pada inflasi kemungkinan akan terjadi dari terganggunya distribusi dan berkurangnya pasokan dari sentra karena dampak banjir. Namun, analisis lengkap masih disusun.
Harga cabai
Belum pulih dari keterpurukan akibat banjir, para pedagang pasar di Jabodetabek mesti menghadapi tambahan potensi kerugian akibat melonjaknya harga cabai. Padahal, asosiasi sudah memprediksi kenaikan harga tersebut pascabanjir mulai menerjang.
”Pada 31 Desember 2019, para pedagang sempat berbelanja cukup besar untuk menghadapi Tahun Baru, tetapi 1 Januari 2020 banjir sehingga barang dagangannya banyak yang terkena banjir,” ucap Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri, Selasa (7/1/2020). Itu membuat Ikappi memprediksi kenaikan harga cabai akan terjadi.
Di Pasar Kranji, Kota Bekasi, harga cabai merah pada 31 Desember Rp 45.000 per kg, lalu melonjak jadi Rp 60.000 per kg pada Selasa. Harga cabai merah di Pasar Warung Jambu Dua, Kota Bogor, juga naik dari Rp 41.650 per kg tanggal 31 Desember menjadi Rp 58.250 per kg hari Selasa.
Abdullah mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa mengantisipasi seandainya sesegera mungkin memenuhi kebutuhan untuk beberapa hari setelah banjir. Caranya, pemerintah harus tahu data produksi cabai yang konon kabarnya tidak ada masalah di produksi lalu disuplai ke pasar-pasar. Sebab, harga komoditas pangan dipengaruhi faktor suplai dan permintaan.
Meski demikian, Abdullah juga belum bisa memastikan faktor penyebab harga cabai naik mengingat permintaan di pasar masih standar, belum ada lonjakan signifikan kecuali pada akhir pekan. ”Ini membuat saya bingung kenapa harga naiknya bisa sangat tinggi,” ujarnya.
Pemerintah sebenarnya bisa mengantisipasi seandainya sesegera mungkin memenuhi kebutuhan untuk beberapa hari setelah banjir. Caranya, pemerintah harus tahu data produksi cabai yang konon kabarnya tidak ada masalah di produksi lalu disuplai ke pasar-pasar. Sebab, harga komoditas pangan dipengaruhi faktor suplai dan permintaan.
Kenaikan harga cabai bisa menimbulkan tambahan kerugian karena pedagang mesti mengeluarkan modal lebih besar untuk mendapatkan cabai. Setelah itu, menjual ke konsumen dengan harga yang lebih tinggi sehingga berpotensi menurunkan minat konsumen membeli. Sementara itu, cabai yang belum laku rentan busuk dan akhirnya tidak bisa dijual.
Padahal, kerugian akibat banjir pekan lalu sudah begitu memukul pedagang pasar. Data Ikappi, 17.000-an pedagang di 73 pasar se-Jabodetabek terpapar banjir secara langsung (pasar terendam banjir) ataupun secara tidak langsung (pasar aman, tetapi akses menuju pasar terendam air sehingga menyurutkan niat konsumen pergi berbelanja). Ikappi memperkirakan total kerugian mencapai Rp 350 miliar karena banjir berdampak selama tiga hari sampai Jumat (3/1).