Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang habis masa jabatannya kemarin diganti oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic. Palguna dikenal sebagai hakim konstitusi yang konsisten.
Oleh
Nina Susilo/Agnes Theodora Wolkh Wagunu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Formasi hakim Mahkamah Konstitusi mengalami perubahan dengan digantikannya I Dewa Gede Palguna yang habis masa jabatannya dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Selasa (7/1/2020). Formasi baru sembilan hakim konstitusi ini akan menghadapi ujian yang tak ringan, yakni uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi serta sengketa pilkada serentak 2020.
Hakim Konstitusi Daniel yang dinilai tenang dan cukup senior di bidang hukum tata negara diharapkan bisa cepat beradaptasi dan menggantikan sosok Palguna yang memiliki standar tinggi dan konsisten. Daniel diharapkan bisa memperkuat institusi MK.
Masa jabatan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna berakhir 7 Januari 2020. Palguna yang sudah menjabat dua periode tak bisa kembali menjabat untuk periode 2020-2025. Presiden Joko Widodo memilih Daniel Yusmic, pengajar hukum tata negara Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, sebagai hakim konstitusi pengganti Palguna. Sebelumnya, Presiden sudah lebih dulu menerima usulan tiga nama dari Panitia Seleksi Hakim Konstitusi, yakni Daniel, Suparman Marzuki, dan Ida Budhiati.
Pengangkatan Daniel sebagai hakim konstitusi didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 1/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Hormat dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh Presiden.
Pada hari yang sama, Hakim Konstitusi Suhartoyo juga berakhir masa tugasnya. Mahkamah Agung memilih Suhartoyo untuk kembali menjadi hakim konstitusi periode 2020-2025. Suhartoyo sebelumnya baru menjabat satu periode. Pengangkatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 141/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Kembali Hakim Konstitusi yang Berasal dari Mahkamah Agung.
Daniel dan Suhartoyo mengucapkan sumpah jabatan sebagai hakim konstitusi di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Selasa sore.
Seusai pengucapan sumpah, Daniel mengatakan, MK sudah memiliki sistem yang terbangun. Sebagai orang baru, dia akan mengikuti sistem yang sudah ada. ”Ke depan, kami sudah punya komitmen supaya kewibawaan MK dalam melestarikan konstitusi NKRI harus kami kawal,” ujarnya.
Adapun hakim konstitusi lain adalah Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, serta Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Manahan MP Sitompul, dan Enny Nurbaningsih.
Tantangan
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari berpandangan, Daniel Yusmic akan menghadapi tantangan besar untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Palguna dengan standar tinggi. Formasi baru hakim konstitusi akan diuji melalui sejumlah tantangan tugas dan tanggung jawab yang harus dihadapi ke depan. Beberapa di antaranya penyelesaian sengketa pilkada dan kasus uji materi revisi UU KPK.
Dengan sosok yang tenang dan tidak banyak gejolak serta latar belakang sebagai senior dalam asosiasi pengajar hukum tata negara, ia meyakini Daniel bisa cepat beradaptasi dan memberi penguatan pada institusi MK. Kebutuhan saat ini, katanya, menempatkan MK pada posisi penting untuk menjawab tantangan perlindungan kepentingan publik luas melalui putusan yang kuat dan konstitusional. Hal itu khususnya dalam isu pemberantasan korupsi dan penguatan demokrasi.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Muchammad Zaidun berharap pengalaman Palguna yang sangat kuat dan konsisten dalam menangani sengketa pilkada dan pemilu menjadi pembelajaran dan contoh baik.
”Tantangannya setidaknya menyamai rekam jejak, pengalaman, dan konsistensi hakim Palguna supaya MK betul-betul kuat,” ujar Zaidun.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo berharap bisa selalu amanah menjalankan tugasnya seperti pada periode pertama. Suhartoyo menyadari, kesembilan hakim di MK merupakan representasi dari lembaga-lembaga tinggi negara: MA, DPR, dan Presiden.
Kendati demikian, saat menjadi hakim MK, semua harus ”melepas baju” dan bertugas tanpa keberpihakan, independen. Kepentingan semua golongan harus di atas segalanya. Putusan-putusan MK, lanjutnya, juga harus bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum rasa keadilan dan konstitusi.