Pemerintah Indonesia akan menambah patroli di kawasan Laut Natuna Utara untuk menghadapi masuknya kapal-kapal asing, termasuk kapal China, di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar/Iwan Santosa/Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia menyiapkan solusi jangka panjang untuk menghadapi masuknya kapal-kapal asing, termasuk kapal China, di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara. Penambahan patroli di kawasan juga akan diikuti upaya pemerintah memangkas peraturan perundang-undangan yang membuat pengamanan laut sering kali tumpang tindih.
Pengamanan yang lebih efektif diharapkan bisa membuat nelayan Indonesia merasa lebih aman melaut di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara di Kepulauan Riau. Dengan begitu, kehadiran Indonesia lebih terasa di kawasan itu.
Terkait komitmen melindungi hak berdaulat Indonesia di ZEE Laut Natuna Utara, Presiden Joko Widodo dan rombongan dijadwalkan mengunjungi Laut Natuna Utara, Rabu (8/1/2019). Kemarin, rapat persiapan keberangkatan Presiden Jokowi itu dibahas oleh instansi terkait di Jakarta.
Kami berharap tahun ini sudah clear.
Guna memperkuat pengamanan laut, kemarin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berkoordinasi dengan tujuh kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan di wilayah laut, di antaranya TNI AL, Kepolisian Negara RI, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurut Mahfud, kegiatan pengamanan laut sering tumpang tindih karena banyak peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan. Kini terdapat 24 undang-undang dan dua peraturan pemerintah tentang kelautan yang berpotensi tumpang tindih dalam penerapannya.
”Kami berharap tahun ini sudah clear. Kami berpikir menyusun omnibus law tentang kelautan, tetapi masih akan didiskusikan apakah cukup peraturan pemerintah atau undang-undang,” tutur Mahfud.
Konsistensi kebijakan
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengingatkan, dalam isu saling klaim, seperti di Laut Natuna Utara, dituntut kesabaran yang tinggi dari pemerintah dan rakyat. Pemerintah wajib menjaga konsistensi kebijakan. Adapun China secara sepihak mengklaim berhak berada di sebagian area ZEE Laut Natuna Utara yang menjadi hak berdaulat Indonesia, atas dasar ”Sembilan Garis Putus”, yang disebut sebagai area pencarian ikan tradisional nelayannya.
Bakamla, Selasa, memberangkatkan dua kapal tambahan dari Batam, Kepulauan Riau, untuk mengantisipasi kehadiran kapal China. Atas alasan operasi, Kepala Bakamla Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman tak menyebut jumlah kapal yang telah dioperasikan untuk mengawasi pergerakan kapal nelayan dan penjaga pantai China di Laut Natuna Utara sejak akhir Desember lalu.
Bakamla menemukan ada dua kapal tambahan milik penjaga pantai China yang bersiaga di sisi utara Laut Natuna Utara. Sebelumnya, dua kapal penjaga pantai dan kapal logistik China berada di sekitar wilayah perairan Natuna. Taufiqoerrochman belum bisa memastikan apakah dua kapal baru itu hadir sebagai tambahan kekuatan atau pengganti dua kapal penjaga pantai yang lebih dulu beroperasi di area itu.
Tak akui klaim
”Secara legal kita tidak akui klaim mereka (China), tetapi harus ada orkestrasi melalui operasi yang kita lakukan dan diplomasi Kemlu. Semangatnya untuk mencegah konflik dengan tindakan-tindakan yang terukur,” ujar Taufiqoerrochman di Jakarta.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menuturkan, jauh sebelum ada insiden pelanggaran ZEE akhir Desember 2019 dan awal Januari 2020 oleh kapal Vietnam dan kapal China, berbagai sarana sudah disiapkan TNI di Natuna.
Sarana itu berupa pangkalan kapal permukaan, pangkalan kapal selam, dua stasiun radar, fasilitas lapangan udara berupa hanggar pesawat tempur, rumah sakit tentara, Batalyon Komposit TNI AD, Batalyon Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dan Kompi Marinir TNI AL.
Keberadaan kekuatan TNI di Pulau Natuna dan Laut Natuna Utara, menurut dia, bertujuan untuk memperkuat pertahanan pulau terluar, pengamanan, dan penindakan atas pelanggaran di ZEE hingga di laut teritorial.