Kapal Ikan China Hengkang, TNI-Bakamla Tetap Siagakan Kekuatan
Kapal ikan asal China tak lagi terlihat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara. Meski demikian, dua kapal penjaga pantai China masih terlihat. TNI dan Bakamla belum akan menarik kekuatannya.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia memastikan tidak ada lagi kapal ikan asal China yang menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara, Kamis (9/1/2020). Meskipun demikian, TNI beserta Badan Keamanan Laut masih akan mengonsentrasikan kekuatan di perairan tersebut.
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I Laksamana Madya Yudo Margono mengatakan, baik melalui pantauan pesawat patroli maritim Angkatan Laut maupun sistem identifikasi kapal otomatis (automatic identification system), sudah tidak ditemukan kapal ikan China yang menangkap ikan di dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Meski demikian, dua kapal penjaga pantai China masih terlihat, masing-masing berada di posisi 163 mil laut (301,8 km) dan 170 mil laut (314,8 km) dari Natuna.
Hanya saja, karena kedua kapal tersebut tidak melakukan kegiatan ekonomi ataupun melindungi kapal ikan China dalam ZEE, maka tidak ada tindakan khusus yang diberikan terhadap dua kapal tersebut.
”Perlu diingat bahwa (kapal penjaga pantai China) tidak berada di dalam laut teritorial Indonesia,” kata Yugo di Markas Kogabwilhan I, Jakarta, Kamis (9/1/2020) sore.
Wilayah teritorial merujuk pada wilayah yang menjadi kedaulatan Indonesia sepenuhnya, yaitu mencakup 12 mil laut (22,2 km) dari tepi pantai.
Sementara ZEE mencakup wilayah laut dari tepi pantai Indonesia hingga 200 mil laut (370 km). Meskipun laut ZEE terbuka untuk dilintasi oleh negara mana pun, hanya negara tuan rumah yang berhak melakukan kegiatan ekonomi dalam ZEE.
Meskipun sudah tidak ada lagi aktivitas pencurian ikan oleh kapal China di perairan Natuna, Yudo menegaskan bahwa pihaknya akan terus menjalankan patroli.
Hingga hari ini, ada tujuh kapal perang Indonesia yang berada di perairan Natuna. Selain itu, empat pesawat tempur F-16 disiagakan. Satu pesawat patroli maritim Angkatan Laut tipe CN-235 juga akan terus memantau ZEE Indonesia.
Sejak akhir 2019, sebanyak 30 kapal ikan China terlihat beraktivitas di perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara. Kapal ikan tersebut mendapat pengawalan dari kapal pengawas perikanan dan penjaga pantai China. Menyusul insiden ini, Presiden Joko Widodo sempat mengunjungi nelayan dan meninjau kesiapan kapal perang Indonesia di Natuna pada Rabu (8/1/2020).
Yudo mengatakan, pihaknya akan terus memantau situasi di Laut Natuna Utara sebelum mengembalikan jumlah kapal perang yang bertugas menjadi empat kapal, seperti kondisi normal.
”Apabila betul-betul clear, ya nanti kami kembalikan seperti semula, yakni empat KRI yang stand by di sana. Karena perairan lain juga membutuhkan patroli rutin,” kata Yudo.
Langkah serupa diambil oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla). Secara terpisah, Direktur Operasi dan Latihan Bakamla Laksamana Pertama Nursyawal Embun menyatakan, pihaknya masih mengonsentrasikan kekuatan di Natuna.
Bakamla hingga kini telah mengerahkan tiga kapal patroli laut lepas (offshore patrol vessel), yakni KN Tanjung Datu, KN Pulau Nipah, dan KN Pulau Dana.
Kepada jajarannya di lapangan, Nursyawal telah mengarahkan untuk langsung menindak setiap kapal asing yang berpotensi melanggar aturan.
Yudo dan Nursyawal menegaskan, sinergi antara TNI dan Bakamla untuk menjaga Laut Natuna Utara berjalan dengan baik.
Guna lebih mengefektifkan operasi di laut, menurut Nursyawal, setiap ancaman pelanggaran di laut cukup ditangani oleh instansi yang terkait. Sebagai contoh, penegakan hukum di laut terkait pencurian ikan, maka Bakamla yang menangani secara langsung.
”Seperti negara-negara lain, untuk law enforcement di laut itu adalah coast guard yang notabene instansi sipil,” kata Nursyawal.
Yudo pun menyampaikan pernyataan yang senada. Kapal TNI akan siap mendukung operasi Bakamla.
”Misalnya, Bakamla melakukan operasi, maka nanti kami akan mem-back up di belakangnya. (Untuk persoalan pencurian ikan) memang lebih bagus kalau yang di depan adalah kapalnya Bakamla atau Kementerian Kelautan dan Perikanan sehingga KRI TNI cukup back up di belakang,” kata Yudo.