Kemanusiaan Lahirkan Politik Emansipatoris

Kemanusiaan sebagai bagian integral Pancasila adalah ruh yang memberi jalan lahirnya politik emansipatoris. Bersumber dari falsafah nilai itu, kemanusiaan juga menjadi antitesis fenomena pasca kebenaran (Pos-truth).

KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menerima penganugerahan Doctor Honoris Causa bidang kemanusiaan dari Soka University, Rabu (8/1/2020) di Tokyo, Jepang. Penganugerahan itu disampaikan oleh Rektor Soka University Yoshihisa Baba. Megawati adalah warga negara Indonesia ke-lima yang menerima anugerah tersebut.

Seusai dianugerahi gelar Dr HC bidang kemanusiaan dari Soka University, Megawati Soekarnoputri berpidato tentang Pancasila, kemanusiaan, dan post-truth.

TOKYO, KOMPAS – Kemanusiaan sebagai bagian integral dari Pancasila adalah ruh yang memberi jalan bagi lahirnya politik emansipatoris. Bersumber dari falsafah nilai yang sama, kemanusiaan juga menjadi antitesis terhadap fenomena pascakebenaran atau post-truth, yang kerap mengaburkan kebenaran, dan tidak jarang memicu kekerasan.

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya yang berjudul “Pancasila, Kemanusiaan, dan Post-truth,” di hadapan sivitas akademika dan mahasiswa Soka University, Tokyo, Jepang, Rabu (8/1/2010), mengungkapkan Pancasila sebagai falsafah kemanusiaan. Pidato tersebut disampaikannya seusai acara penganugerahan Doctor Honoris Causa bidang kemanusiaan dari Soka University.

Acara itu dipimpin langsung oleh Rektor Soka University Yoshihisa Baba. Hadir dalam acara itu antara lain mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Ketua DPP PDIP bidang Hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah, dan Ketua DPP PDIP bidang UMKM, Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital Prananda Prabowo bersama keluarga.

Megawati yang juga Ketua Umum PDP merupakan warga negara Indonesia ke-lima yang menerima penghargaan ini. Sebelumnya, Soka University memberikan anugerah serupa kepada Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden ke-1- dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, dan mantan Duta Besar RI untuk Jepang Jusuf Anwar.

KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menerima penganugerahan Doctor Honoris Causa bidang kemanusiaan dari Soka University, Rabu (8/1/2020) di Tokyo, Jepang. Penganugerahan itu disampaikan oleh Rektor Soka University Yoshihisa Baba. Megawati adalah warga negara Indonesia ke-lima yang menerima anugerah tersebut.

"Pancasila menegaskan penghargaan yang tinggi kepada seluruh manusia, apapun bangsanya, dan memberikan ruang yang setara kepada kelompok terpinggirkan. Di dalamnya juga terkandung pembelaan atas persamaan hak manusia, dan  semangat pembebasan dari penindasan."

Saat berpidato, Megawati beberapa kali tercekat menahan haru ketika menjelaskan politik kemanusiaan yang bersumber dari Pancasila. Menurut putri proklamator RI Soekarno tersebut, falsafah kemanusiaan Pancasila terkandung di dalam sila ke-dua, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Melalui sila itu, Pancasila menegaskan penghargaan yang tinggi kepada seluruh manusia, apapun bangsanya, dan memberikan ruang yang setara kepada kelompok terpinggirkan. Di dalamnya juga terkandung pembelaan atas persamaan hak manusia, dan  semangat pembebasan dari penindasan.

Baca Juga: Megawati Dinilai Menjaga Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Kebangsaan

Dengan kacamata kemanusiaan ini, politik emansipatoris bisa tumbuh karena rakyat atau manusia tidak ditempatkan sebagai obyek, melainkan subyek dari politik itu sendiri. Megawati merujuk kepada pengalamannya sebagai pimpinan partai politik yang memberi kesempatan kepada rakyat kecil untuk berpartisipasi dan terlibat dalam politik. PDIP pun pada mulanya bukan partai pemenang, dan merupakan partai yang terpinggirkan pada masa lalu.

“Saya sangat percaya mereka, rakyat yang sering terpinggirkan, hanya disebut-sebut politisi yang (katanya) ingin membuka ruang bagi mereka. Kalau itu hanya wacana saja, itu tidak ada artinya. Kita harus mengimplementasikan dengan baik, serta mengikutsertakan dia (rakyat),” ujarnya.

KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Bangunan gedung belajar untuk kalangan mahasiswa international atau global building dari Soka University di Tokyo, Jepang, Selasa (7/1/2020). Di gedung ini, Megawati dijadwalkan untuk memberikan ceramahnya di hadapan sivitas akademika dan mahasiswa seusai penganugerahan Doctor Honoris Causa bidang Kemanusiaan dari Soka University.

Kemampuan dalam berpolitik, menurut Megawati, tidak ditentukan oleh status atau pendidikan. Ia menceritakan banyak kadernya rakyat biasa, tetapi ketika diberikan kesempatan ternyata mampu menjadi kader parpol yang baik. Demikian halnya posisi perempuan, prinsip kemanusiaan memberikan porsi setara kepada perempuan untuk memimpin partai, bahkan negara. Megawati adalah presiden perempuan pertama Indonesia.

Lebih jauh, Megawati mengatakan, kemanusiaan bukan wacana, tetapi suatu tata nilai yang hidup, dan dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan etis. “Kemanusiaan yang adil dan beradab melahirkan politik emansipatoris. Itulah keyakinan saya dalam berpolitik, yaitu politik kemanusiaan,” katanya.

Menjadi solusi

Falsafah kemanusiaan Pancasila, menurut Megawati, bisa menjadi sebuah solusi atas fenomena baru yang membahayakan kemanusiaan di abad ke-21 ini, yaitu yang dikenal dengan istilah post-truth. Post-truth dijelaskannya sebagai suatu kondisi dimana kebenaran sengaja ditutupi. Dalam sosial politik, gejala ini ditandai dengan obyektivitas dan rasionalitas semu, sementara emosi dan hasrat menjadi prioritas.

“Dalam post-truth, ilmu pengetahuan dan teknologi yang seharusnya membawa enlightment, justru menjadi alat penindasan dan melumpuhkan rasionalitas. Kefasihan menggunakan bahasa akademik pun menjadi legitimasi tindak kekerasan, dan menjadi alat menyebarkan paham-paham yang berupaya menghapuskan kemanusiaan,” katanya.

“Dalam post-truth, ilmu pengetahuan dan teknologi yang seharusnya membawa enlightment, justru menjadi alat penindasan dan melumpuhkan rasionalitas. Kefasihan menggunakan bahasa akademik pun menjadi legitimasi tindak kekerasan, dan menjadi alat menyebarkan paham-paham yang berupaya menghapuskan kemanusiaan”

Dalam kondisi ini, tidak mampu mengetahui mana benar dan salah, manusia rentan berbuat kekerasan. “Manusia seperti ini tidak akan ragu untuk melakukan tindak kekerasan atas nama kebenaran. Kebenaran yang bersandar pada keyakinan pribadi atau kelompoknya saja,” kata Megawati.

Kompas/Wawan H Prabowo

Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri memberikan sambutan dalam acara Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Megawati menyampaikan bahwa agenda tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari program-program BPIP yang sudah diterapkan di tingkat kementerian.Kompas/Wawan H Prabowo

Baca Juga: Pancasila dan Cita-cita Proklamasi

Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, lanjutnya, akan mampu membimbing manusia senantiasa mengecek fakta, dan selalu menuntut kebenaran yang dapat diverifikasi, serta terhidnar dari manipulasi.

Rektor Soka University Yoshihisa Baba mengatakan, pihaknya ingin belajar dari Indonesia, antara lain dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menyatukan Indonesia. Penganugerahan ini selain wujud apresiasi Soka University terhadap kiprah Megawati, juga bagian dari upaya memupuk hubungan baik antara Indonesia dan Jepang.

“Beliau telah mengoptimalkan kepemimpinan yang luar biasa dengan filsafat dan budi pekerti, sehingga membantu menciptakan ketentaraman dan kestabilan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kawasan Asia Pasifik,” katanya.

Basarah mengatakan, pemberian DR HC kepada Megawati adalah bentuk pengakuan dunia internasional atas kemampuan dan kualitas kepemimpinan Megawati.

Kompas/Hendra A Setyawan

Mural bertema pendidikan karakter dan budi pekerti tergambar di tembok sebuah sekolah di kawasan Karang Tengah, Jakarta, Senin (4/11/2019). Pendidikan karakter dalam konteks sekarang sering disebut bertujuan menciptakan generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan karakter yang baik. Generasi cerdas berkarakter ini dalam rangka menyambut 100 tahun Indonesia merdeka. Juga dalam upaya membuat bonus demografi yang dinikmati bangsa ini benar-benar sebagai berkah, bukan sebagai bencana.