Menabung Oksigen bagi Masa Depan
Beragam cara bisa dilakukan untuk melawan ketidakbenaran, termasuk dalam hal kasus-kasus lingkungan. Koalisi komunitas peduli lingkungan di Kayu Aro, misalnya, bergerak bersama menanam pohon di pinggir jalan. Selain menabung oksigen dan menciptakan keteduhan, aksi itu juga sebagai bentuk perlawanan terhadap perambahan hutan.
Di sela-sela kegiatannya, Sriyanti menunjuk dua-tiga batang pohon setinggi 6 meter di tepian kebun teh Kayu Aro di dekat jalan lintas Sungai Penuh. Pohon eukaliptus itu tumbuh subur, kekar, dan juga rindang.
”Pohon itu kami tanam sekitar satu tahun lalu. Sekarang sudah tumbuh besar,” kata Sriyanti, Ketua Gerakan Peduli Lingkungan Bersih dan Penghijauan Sakti Alam Kerinci (GPLBK-SAK), Minggu (29/12/2019). GPLBK-SAK merupakan koalisi komunitas di sekitar Kayu Aro yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan konservasi.
Minggu pagi itu, Sriyanti bersama dua puluhan anggota koalisi lain sedang menyulam dan menyiangi bibit pohon eukaliptus yang mereka tanam beberapa bulan lalu di pinggir jalan kebun teh menuju Pos Pendakian R10 Kersik Tuo. Ada sekitar 30 bibit pohon yang mereka sulam karena tidak tumbuh dengan baik.
Komunitas yang terlibat dalam kegiatan penyulaman pagi itu, antara lain, adalah CB Club Kayu Aro, Toyota Kijang Super Community Indonesia Kayu Aro, Alko Kopi, Radio Jowo, dan Sekuteris Kayu Aro Bersatu.
Gerakan penghijauan di pinggir jalan tersebut dimulai GPLBP-SAK sejak 24 September 2018. Awalnya, ada sekitar 200 bibit pohon eukaliptus yang mereka tanam di pinggir jalan lintas Sungai Penuh di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Sejak saat itu, gerakan ini terus berlanjut. Setidaknya, penanaman pohon sudah berlangsung enam kali dengan total 1.700 bibit pohon eukaliptus. Wilayahnya meliputi tiga desa di Kecamatan Kayu Aro, yaitu Lindung Jaya, Kersik Tuo, dan Batang Sangir.
Pembalakan liar
Gerakan penghijauan oleh GPLBK-SAK tergerak dari keprihatinan terhadap maraknya perambahan di kaki Gunung Kerinci tersebut. Kondisi itu telah memberi dampak nyata terhadap sumber air dan kualitas udara di wilayah itu dan sekitarnya.
Menurut Sriyanti, hutan di areal kaki Gunung Kerinci dirambah masyarakat dengan alasan diambil kayunya untuk dijual. Lahan yang gundul itu kemudian dijual ke petani sekitar untuk digarap menjadi ladang ataupun kebun.
Dampak berkurangnya pohon itu telah dirasakan Sriyanti dan sejumlah anggota koalisi lainnya. Beberapa tahun terakhir, hawa di Kayu Aro tidak lagi sejuk ketika memasuki musim kemarau.
”Dua-tiga tahun belakangan Kayu Aro mulai panas karena pohon di hutan mulai berkurang. Dulu pakai jaket tidak gerah, sekarang gerah,” kata Sriyono (38), pendiri Komunitas Toyota Kijang Super Community Indonesia (TKSCI) Kayu Aro. Setidaknya, itu ukuran yang dipakainya.
Mengingat kondisi itu, koalisi komunitas peduli lingkungan itu pun mengambil inisiatif. Secara swadaya, mereka menanam pohon. Bibit pohon mereka dapatkan atas sumbangan sejumlah instansi dan pihak swasta.
Meskipun sederhana dan tidak berkaitan langsung dengan penghijauan di lahan yang dirambah, aksi tersebut diharapkan menjadi edukasi bagi masyarakat.
Pada saat marak pembalakan liar, segelintir orang justru giat mengadakan penghijauan.
Menabung oksigen
Dalam beberapa waktu ke depan, pohon yang ditanam juga akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar. Hal itu akan membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberadaan pohon.
Sriyanti melanjutkan, menanam pohon ibarat menabung oksigen. Pohon-pohon yang ditanam menghasilkan oksigen yang bisa mengimbangi polusi yang dihasilkan manusia. Pepohonan yang rindang juga melindungi siapa saja yang melintas dari terik matahari.
”Menanam pohon juga sebagai kompensasi atas polusi yang kita hasilkan. Satu orang setidaknya harus menanam dan merawat satu pohon. Semakin banyak pohon, semakin banyak oksigen yang dihasilkan,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Dede Saputra (27), sekretaris Sekuteris Kayu Aro Bersatu (SKAB). SKAB bergabung ke GPLBP-SAK karena merasa bertanggung jawab atas polusi yang dihasilkan vespa mereka. ”Vespa, kan, turut menyumbang polusi juga. Keikutsertaan kami sebagai kompensasi atas polusi yang kami hasilkan,” kata Dede.
Kesadaran semacam itu patut diapresiasi. Sebab, salah satu penyumbang polusi udara terbesar adalah asap kendaraan bermotor, selain aktivitas produksi di pabrik-pabrik.
Sriyanti juga mengatakan, selain melakukan penghijauan di pinggir jalan, ke depannya koalisi akan menanam pohon buah-buahan di sekitar rumah dan kebun warga. Selain menghasilkan oksigen dan keteduhan, pohon-pohon itu diharapkan menjadi tambahan sumber pendapatan masyarakat sehingga tidak tertarik merambah hutan.
Mungkin, apa yang dilakukan komunitas itu tidaklah besar dampaknya. Namun, yang pasti, mereka berbuat sesuatu secara nyata. Itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.