Dewa Gede Palguna mengakhiri jabatannya sebagai hakim konstitusi pada 7 Januari 2020. Dia digantikan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.
Formasi hakim konstitusi telah lengkap. Daniel dipilih Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi dari jalur pemerintah. Sementara Mahkamah Agung (MA) mengusulkan Suhartoyo untuk masa jabatan yang kedua, 2020-2025.
Berkarier di Mahkamah Konstitusi (MK), hakim Palguna tergolong hakim panutan. Dia berupaya menempatkan diri sebagai negarawan yang tidak berburu kursi kekuasaan. Hal ini pernah dibuktikannya saat berkompetisi untuk jabatan Wakil Ketua MK pada 13 April 2019. Palguna memilih mundur ketika drama pemilihan Wakil Ketua MK ada gelagat berkepanjangan. Dia mundur dalam pemilihan posisi Wakil Ketua MK. Aswanto kemudian terpilih sebagai Wakil Ketua MK. Hakim konstitusi Arief Hidayat memuji langkah Palguna.
Bangsa ini sebenarnya membutuhkan banyak tokoh panutan. Tokoh panutan itulah yang tampaknya mulai hilang. Butuh sosok yang punya integritas. Sosok yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Sosok elite penyelenggara negara, yang bukan sekadar politisi pemburu kekuasaan, melainkan negarawan yang betul-betul memikirkan masa depan bangsanya dan memikirkan rakyatnya.
Ketika terasa ada krisis keteladanan dari lembaga negara yang lebih merupakan hasil politik akomodasi atau demokrasi jual-beli, publik tentunya berharap MK betul-betul bisa menjadi muara keprihatinan bangsa. Selain sebagai penjaga konstitusi, MK diharapkan berperan sebagai penjaga ideologi negaradan penjaga konstitusi.
Sebagaimana disampaikan Palguna kepada Daniel, welcome to the jungle. Dia mengibaratkan MK sebagai belantara hukum. Selain isu berat seperti ideologi dan politik, MK juga mengurusi persoalan ternak dan tanaman. Tantangan MK ke depan tidaklah ringan.
Di tengah semangat menggebu pemerintahan Presiden Jokowi melakukan penyederhanaan hukum dengan gagasan lahirnya omnibus law atau UU sapu jagat, MK harus tetap bisa menjaga hierarki perundang-undangan dan ketaatan pada konstitusi. Improvisasi elite untuk melakukan penyederhanaan hukum dengan UU sapu jagat tidak boleh menabrak konstitusi. Tidak boleh menabrak kebebasan sipil dan tidak boleh menabrak hukum itu sendiri. MK harus bisa menjaga gelagat perilaku kekuasaan untuk bertindak dahulu, dan aturan dibuat belakangan.
Dalam posisinya yang begitu kokoh dalam konstitusi, MK harus bisa menjaga Indonesia sebagai negara demokratis konstitusional. Di tengah kekuasaan yang cenderung monolitik karena bersatunya oligarki sehingga fungsi kontrol menjadi hilang, justru MK mendapat ruang besar untuk menjalankan perannya secara lebih signifikan. Tantangan ke depan MK tidaklah ringan. Para hakim konstitusi haruslah sosok yang punya karisma keilmuan dan punya rekam jejak kenegarawanan.