Presiden: Tegakkan Hak Berdaulat di ZEE Natuna
Pemerintah tak akan menoleransi kapal-kapal asing yang mencuri ikan di ZEE Indonesia.
Presiden Joko Widodo memastikan hak berdaulat RI di ZEE Natuna Utara dijaga lewat penegakan hukum. Sementara itu, kapal-kapal China mulai menyingkir dari ZEE Indonesia.
NATUNA, KOMPAS— Presiden Joko Widodo, Rabu (8/1/2020), menegaskan, hak berdaulat Indonesia di zona ekonomi eksklusif atau ZEE di Laut Natuna Utara akan dijaga melalui penegakan hukum yang tegas. Pemerintah tak akan menoleransi kapal-kapal asing yang mencuri ikan di ZEE Indonesia.
Untuk itu, pemerintah menempatkan TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI di Natuna Utara guna memastikan hukum benar-benar ditegakkan. Kapal asing pencuri ikan akan diusir, bahkan ditangkap.
Penegasan ini diungkapkan Presiden karena beberapa waktu lalu ada kapal asing yang mencuri ikan di ZEE RI. Kapal nelayan China yang dikawal kapal penjaga pantai China mencuri ikan di Laut Natuna Utara yang masuk ZEE Indonesia. Bahkan, kapal nelayan China menangkap ikan dengan pukat harimau yang ditarik dua kapal. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, penggunaan pukat harimau dilarang di Indonesia (Kompas, 6/1/2020).
”Jadi, perlu saya ulangi lagi, saya ke sini juga untuk memastikan penegakan hukum atas hak berdaulat kita (Indonesia), hak berdaulat negara kita atas kekayaan sumber daya alam laut di zona ekonomi eksklusif,” kata Presiden dengan tegas saat meninjau Pangkalan Angkatan Laut Terpadu di Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, kemarin.
Sebelumnya, seusai bertemu dengan nelayan Natuna di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna, Presiden meninjau dua kapal milik TNI AL. Keduanya ialah KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 di Pelabuhan Selat Lampa. Presiden menambahkan, kapal asing bisa berlalu lalang di perairan ZEE Indonesia. Namun, mereka tidak diperbolehkan mengambil sumber daya laut di ZEE RI. Ini karena seluruh sumber daya alam laut yang berada di ZEE merupakan hak Indonesia.
”ZEE itu semua kapal bisa lewat. Tetapi, hati-hati, kalau dia nyuri ikan, itu boleh diusir atau ditangkap,” kata Jokowi. Disampaikan juga oleh Presiden, Kepulauan Natuna merupakan teritorial kedaulatan Indonesia secara de facto dan de jure. Presiden juga menegaskan ada perbedaan antara ZEE (hak berdaulat) dan garis teritorial (kedaulatan).
Kedaulatan ialah kewenangan penuh atas wilayah, termasuk laut teritorial yang wilayahnya membentang hingga 12 mil laut (22 kilometer) dari garis pangkal. ZEE, perairan yang membentang hingga 200 mil dari titik pangkal, merupakan hak berdaulat, yaitu hak untuk mengelola dan memanfaatkan. Berdasarkan laporan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, menurut Presiden, tak ada kapal asing yang mengganggu kedaulatan di Natuna Utara. Yang terjadi, masuknya kapal-kapal asing di ZEE yang jadi hak berdaulat Indonesia.
Kapal China bergeser
Hingga sehari sebelum kedatangan Presiden Jokowi ke Natuna, hasil pantauan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I TNI menunjukkan empat kapal penjaga pantai China dan satu kapal pengawas perikanan China mengawal 30 kapal ikan berbendera China di Laut Natuna Utara, sekitar 130 mil laut (240 kilometer) dari Ranai, Kabupaten Natuna. Kawasan itu masih masuk dalam ZEE Indonesia.
Namun, pada Rabu, Bakamla RI menyatakan kapal ikan dan kapal penjaga pantai China sudah mulai menyingkir dari ZEE Indonesia. Informasi ini didapatkan baik melalui data Fusion Centre Bakamla maupun pantauan pesawat patroli maritim yang digunakan Bakamla dan TNI Angkatan Laut.
”Kapal ikan pada saat ini sudah mengarah ke utara dan termasuk kapal coast guard mereka (China). Dan, kemungkinan sudah tidak berada di ZEE kita,” kata Deputi Operasi dan Latihan Bakamla RI Laksamana Muda TSNB Hutabarat di atas geladak KN Tanjung Datu 301 Bakamla, yang sedang bersandar di Pelabuhan Selat Lampa.
Mengenai rencana pelibatan nelayan dari wilayah pantai utara Jawa di perairan Natuna, Hutabarat mengatakan, Bakamla akan siap mengawal mereka. Ia berharap, rencana ini bisa meningkatkan aktivitas dan kehadiran Indonesia di wilayah ZEE. ”Dengan keberadaan kapal-kapal ikan kita ini, diharapkan bukan saja kondisi kelautan kita yang semakin kuat, tetapi juga tumbuh secara ekonomi,” katanya.
Perlu difasilitasi
Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti berharap, kedatangan Presiden Jokowi ke Natuna akan membuat kapal-kapal China serta Vietnam segera meninggalkan Laut Natuna Utara. Kehadiran kapal asing pencuri ikan dan penjaga laut asing di perairan itu membuat nelayan lokal saat ini ketakutan melaut tanpa pengawalan.
Menurut Ngesti, pemerintah juga perlu memfasilitasi nelayan di Natuna agar lebih berdaya dan dapat mengisi kekosongan di ZEE. Saat ini, nelayan lokal belum dapat melawan ganasnya gelombang pada musim angin utara. Periode November hingga Januari itu dimanfaatkan kapal asing mencuri ikan.
Jumlah nelayan di Natuna saat ini diperkirakan 20.000 orang. Dari jumlah itu, kata Ngesti, hanya sekitar 0,5 persen yang memiliki sarana untuk melaut hingga ke ZEE. Hal itu memberikan kesempatan bagi kapal asing untuk ikut menikmati sumber daya yang berlimpah di Laut Natuna Utara.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 711, yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan, mencapai 767.126 ton. Di kawasan itu juga ada Blok East Natuna yang punya cadangan minyak dan gas terbesar di Indonesia.
Di Jakarta, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, program mengirim nelayan dari Pulau Jawa ke Natuna sudah dilakukan sebelumnya secara bertahap. Presiden Jokowi sudah meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan agar perairan Natuna digunakan sebagai basis ekspor ikan dari Indonesia.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan memperbaiki fasilitas SKPT Natuna. Edhy berharap SKPT Natuna bisa memacu pembangunan ekonomi di Natuna. Pembangunan ekonomi yang optimal di kawasan ini diharapkan memperkuat perbatasan dan kedaulatan Indonesia di laut. (NDU/LAS/SPW/WAK/NTA)