Ankara, Rabu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa Turki telah mengirim 35 personel militer ke Libya, tetapi mereka tidak akan ambil bagian dalam pertempuran apa pun di Libya.
”Para personel militer Turki tidak akan ikut berperang. Tentara Turki lainnya, yang juga akan dikirimkan nanti, tidak akan ikut dalam pertempuran apa pun,” kata Erdogan, Senin (6/1/2020), dalam pertemuan tertutup tingkat tinggi dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang kini berkuasa seperti dikutip harian Hurriyet, Rabu (8/1).
Erdogan menambahkan, personel militer Turki sedang melakukan tugas-tugas pelatihan dan koordinasi untuk mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Tripoli, ibu kota Libya.
Kompas pada Senin (6/1/2020) melaporkan bahwa Parlemen Turki hari Kamis pekan lalu—dengan komposisi 325 suara setuju dan 184 suara menolak—akhirnya menyetujui kesepakatan keamanan dan kemaritiman antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Libya Fayez al-Sarraj pada akhir November tahun lalu.
Setelah persetujuan parlemen tersebut, Erdogan kini bisa segera mengirim bantuan peralatan militer canggih ataupun pasukan Turki ke Tripoli-Libya untuk membela pemerintahan Perdana Menteri Sarraj sekaligus mencegah kota Tripoli jatuh ke tangan pasukan Jenderal Khalifa Haftar.
Tindakan cepat Turki membela pemerintahan Perdana Menteri Sarraj di Tripoli itu tentu tidak lepas dari latar belakang eskalasi ketegangan di Laut Tengah bagian timur terkait isu gas yang menciptakan pertarungan geopolitik sengit baru di kawasan itu. Diperkirakan Laut Tengah bagian timur menyimpan 120 triliun meter kubik gas yang kini menjadi perebutan di antara negara-negara yang bertepi ke Laut Tengah bagian timur.
Turki yang miskin sumber alam dan sekitar 95 persen kebutuhan minyak dan gas negara itu diimpor dari luar negeri memiliki ambisi besar untuk mendapat bagian dari kekayaan gas yang melimpah di Laut Tengah bagian timur itu. Namun, pada Januari 2019, tujuh negara yang bertepi ke Laut Tengah bagian timur sepakat membentuk forum gas Laut Tengah bagian Timur dengan kantor pusat di Kairo, Mesir.
Tujuh negara tersebut adalah Mesir, Yunani, Siprus, Israel, Italia, Jordania, plus Otoritas Palestina. Forum tersebut bertujuan mencegah konflik dan sekaligus koordinasi terkait manajemen dan pemasaran penjualan gas alam tersebut.
Dukung GNA
Turki dan Qatar mendukung GNA, sementara Haftar didukung oleh saingan regional mereka: Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Libya terperosok dalam kekacauan sejak pemberontakan yang didukung NATO tahun 2011 yang menewaskan pemimpin lama Moammar Khadafy.
Secara terpisah, Presiden Abdelmadjid Tebboune yang baru terpilih di Aljazair pada Selasa (7/1) menerima Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu beberapa hari setelah Turki mengonfirmasi bahwa mereka akan mengirim pasukan ke Libya. Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia pada hari Selasa bersama-sama mengecam Turki karena mengerahkan pasukan ke Libya.
Pertemuan antara Tebboune dan Mevlut Cavusoglu berfokus pada kekerasan yang meningkat akibat intervensi asing di Libya yang mempersulit pencarian solusi politik. Menurut Tebboune, kedua pihak sepakat untuk menghindari tindakan yang dapat semakin memperkeruh situasi negara-negara di Laut Tengah dan melakukan segala upaya untuk mencapai gencatan senjata.
Sebelumnya diberitakan, para pendukung setia Khalifa Haftar melancarkan serangan atas Tripoli yang menjadi pusat pemerintahan GNA yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ankara mendukung GNA. Cavusoglu yang tiba di ibu kota Aljazair pada Senin (6/1) juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Aljazair Sabri Boukadoum.
Pada Senin itu, Tebboune menerima Kepala GNA yang juga Perdana Menteri Libya Fayez al-Sarraj untuk membahas ketegangan yang meningkat di Libya. Tebboune menegaskan kembali bahwa Aljazair menentang semua campur tangan asing di Libya dan mendesak semua pihak untuk kembali ke dialog nasional yang inklusif. Sementara itu, Fayez al-Sarraj melakukan perjalanan ke Brussels, Belgia, Rabu (8/1), untuk mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Eropa tentang konflik di Libya.
Sehari setelah diplomat Uni Eropa dan Menteri Luar Negeri Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia mengecam rencana Turki untuk mengerahkan pasukan Turki ke Libya, Fayez al-Sarraj bertemu dengan Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel. Dia juga dijadwalkan untuk membahas krisis Libya tersebut dengan Presiden Parlemen Eropa David Sassoli.
Libya saat ini diperintah oleh otoritas yang saling bersaing di wilayah timur dan barat Libya. Setiap otoritas mengandalkan dukungan dari negara yang berbeda. Pemerintah yang berbasis di timur didukung oleh Uni Emirat Arab, Mesir, serta Perancis dan Rusia. Pemerintah di wilayah barat berbasis di Tripoli menerima bantuan dari Turki, Qatar, dan Italia. (AFP/AP/LOK)