Kepolisian Daerah Metro Jaya di bawah kepemimpinan Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono menutup 2019 dengan sejumlah capaian. Namun, masih ada pekerjaan yang belum selesai.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya di bawah kepemimpinan Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono menutup 2019 dengan sejumlah capaian. Namun, masih ada pekerjaan yang belum selesai sampai Gatot meninggalkan kursi kepala polda karena dipromosikan jadi Wakil Kepala Kepolisian RI sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi Inspektur Jenderal Nana Sudjana, pengganti Gatot.
“PR (pekerjaan rumah) paling dekat adalah penyelesaian kasus Novel Baswedan setelah itu kasus kerusuhan pasca-pilpres (pemilihan presiden-wakil presiden 2019),” ucap Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia Muhammad Mustofa, Rabu (8/1/2020).
Polri mengungkap dua anggotanya, RM dan RB, sebagai pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. RB menyebut Novel sebagai pengkhianat dan ia tidak menyukainya. Namun, alasan itu dinilai terlalu dangkal mengingat sebelumnya Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Novel menemukan indikasi penyerangan Novel terkait dengan kasus korupsi yang sedang ditanganinya.
Soal kerusuhan pasca-pilpres, hingga kini belum terungkap siapa dalang utamanya, baik kerusuhan yang terkait langsung dengan hasil pilpres yang pecah pada Mei 2019 maupun yang tidak terkait langsung, yakni kerusuhan di sela-sela unjuk rasa menentang undang-undang dan rancangan UU yang dipandang bermasalah pada September.
Tugas lain bagi Nana, lanjut Mustofa, meningkatkan kondusivitas keamanan. Menurut dia, keamanan di DKI sudah baik, tetapi efeknya bisa memicu peningkatan kerawanan di Depok, Tangerang, dan Bekasi yang masih masuk yurisdiksi Polda Metro Jaya. “Ketika di DKI keamanan terkendali, calon pelaku kejahatan jalanan memindahkan wilayah operasinya ke daerah yang tingkat pengamanannya lebih rendah,” ujar Mustofa.
Salah satu kontributor peningkatan keamanan di DKI adalah adanya perangkat kamera pengawas yang mencakup lebih dari 6.000 lokasi. Pemerintah Provinsi DKI membiayai pengadaan CCTV-CCTV tersebut. Karena itu, polda mesti meningkatkan koordinasi dengan pemda-pemda di luar DKI guna mengurangi risiko kejahatan di masing-masing daerah.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, yakin Nana mampu membaca potensi ancaman keamanan di Jakarta dan sekitarnya mengingat jenderal polisi bintang dua itu punya pengalaman panjang di bidang intelijen.
Nana pernah menjabat sebagai Kepala Satuan Intelijen Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat, Direktur Intelijen Keamanan Polda Jawa Tengah, Direktur Intelkam Polda Jawa Timur, dan Direktur Politik Badan Intelkam Polri. Dengan kemampuan itu, Nana bisa memprediksi kemudian mencegah gangguan keamanan sampai terjadi.
“Saya kira background-nya clear, Pak Nana ini akan mengedepankan preemptif, memprediksi supaya tidak terjadi,” kata Muradi. Pengalaman intelijen Nana bisa jadi bekal untuk berprestasi dalam memimpin Polda Metro Jaya setahun ini.
Selain untuk menekan tingkat kriminalitas dan kerawanan sosial, Muradi berharap kemampuan Nana bisa dimanfaatkan untuk mencegah terorisme terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Sebab, ia menilai para pelaku teror masih menyasar Jakarta untuk lokasi aksi mereka.
Nana saat perkenalan kepada anggota Polda Metro Jaya dalam upacara parade pisah-sambut Kapolda, Rabu siang, juga mengungkapkan bahwa ia fokus mencegah gangguan keamanan agar tidak sampai terjadi.
Selama menjabat Kapolda Nusa Tenggara Barat sebelum dipercaya sebagai Kapolda Metro Jaya, ia menyatakan rajin ke lapangan dan jarang di kantor untuk pendekatan dengan masyarakat. Hasilnya, Polda NTB bisa meredam gangguan keamanan, padahal NTB dikenal sering menjadi tempat terjadinya konflik sosial.