Jalur menuju Dieng dari Banjarnegara terputus akibat longsor, akses harus melalui jalur alternatif. Di Sangihe, setelah banjir bandang, warga masih takut pulang ke rumah.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
LAHAT, KOMPAS - Banjir dan longsor meluas, melanda sejumlah daerah menyusul kejenuhan tanah dan sungai menampung curah hujan. Di Lahat, Sumatera Selatan, ratusan rumah terendam air 40-70 cm, delapan rumah hanyut, dan satu orang dilaporkan hilang dalam banjir di enam kecamatan.
Kondisi terparah di Kecamatan Kikim Timur, lokasi tujuh dari delapan rumah yang terseret dan warga hilang. Di Kecamatan Pseksu, lumpur banjir menutup jalan akses ke beberapa desa. ”Petugas masih mendata, menghitung kerugian dan kemungkinan korban,” kata Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori, Kamis (9/1/2020).
Beberapa daerah di Sumsel punya risiko banjir, yakni Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara. Di Jawa Barat, ratusan warga mengungsi akibat banjir di pantai utara Indramayu. Banjir menerjang pada pukul 11.30 ketika hujan deras dan Sungai Sedong meluap. Sementara, drainase di permukiman tersumbat.
Tidak ada korban jiwa. Sebanyak 478 rumah di beberapa desa terendam air 40-100 cm. ”Desa paling parah di Sumuradem, Kecamatan Sukra,” kata Kepala Pelaksana BPBD Indramayu Edi Kusdiana.
Banjir Jateng
Di Jawa Tengah, sejumlah daerah di Kabupaten Grobogan juga masih terdampak banjir sejak Rabu sore. Banjir di antaranya karena jebolnya enam tanggul dan bendung. Delapan kecamatan terdampak akibat bencana ini, yakni Purwodadi, Penawangan, Karangrayung, Godong, Tanggungharjo, Kedungjati, Gubug, dan Tegowanu. Hujan deras mengakibatkan debit Sungai Tuntang naik hingga meluap ke permukiman. Ketinggian banjir 20-100 cm.
Warga Desa Mojoagung, Florentina Siti Haryatmi (68), meninggal karena terpeleset di rumah. Adapun Sutrisno (36), warga Desa Rowosari, terseret banjir dan belum ditemukan. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memastikan alat berat akan dikerahkan. Penanganan berupa tanggul bendung dan sungai terdampak akan segera dilakukan, baik oleh Pemprov Jateng maupun Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana.
Di Brebes, banjir yang melanda lima desa di Kecamatan Ketanggungan pada Rabu malam disebabkan tanggul jebol. Peninggian tanggul di bantaran Sungai Cibisole dan Sungai Babakan dilakukan kemarin. ”Itu solusi sementara di beberapa titik, terutama daerah aliran sungai yang Rabu malam airnya limpas. Ke depan, kami usulkan pembangunan parapet sebagai solusi jangka panjang,” ujar Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Tata Ruang Brebes, Agus Ashari.
Longsor terjadi Rabu pukul 22.23 akibat hujan deras.
Di Banjarnegara, longsor kembali terjadi, Rabu malam, yang ada di empat titik di sepanjang tanjakan Sikelir, Kecamatan Wanayasa. Akibatnya, akses menuju Dieng tertutup total. Longsor juga terjadi di Desa Slatri, Karangkobar, Kamis pagi, sehingga menutup jalan provinsi penghubung Banjarnegara dengan Pekalongan.
”Di tanjakan Sikelir ini dengan panjang sampai 1 kilometer terdapat empat titik longsor. Tebing setinggi 10-15 meter longsor menutup jalan provinsi,” kata Camat Wanayasa Yogo Pramono. Longsor terjadi Rabu pukul 22.23 akibat hujan deras. ”Tidak ada rumah di atas tebing. Kebanyakan ditanami kentang dan kubis juga rumpun bambu,” katanya.
Pembersihan material longsor dilakukan warga secara gotong royong dibantu satu alat berat. Selain material tanah, ada pohon-pohon dari kebun warga yang terbawa longsor dan melintang di jalan. Kendaraan menuju Dieng atau sebaliknya disarankan melewati jalur alternatif Pejawaran.
Penanganan Sangihe
Dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dilaporkan, sebagian warga kecamatan di Kepulauan Sangihe yang terdampak banjir bandang masih takut pulang ke rumah. Meski begitu, kebutuhan dasar tetap terpenuhi di pos pengungsian. Bantuan logistik dari pemerintah ataupun pihak lain terus berdatangan.
Di Kampung Ulung Peliang, Kecamatan Tamako, misalnya, puluhan korban banjir mengungsi di Gereja Masehi Injili di Sangihe-Talaud (GMIST) Jemaat Imanuel. Waktu mereka diisi dengan bercengkerama sesama pengungsi atau tidur.
Nasiun Onto (54), warga Lingkungan 1 Ulung Peliang, mengatakan, rumahnya tidak rusak parah, hanya tergenang air dan lumpur. Warga telah bergotong royong membersihkan rumah. Ia sendiri pulang ke rumah setiap hari untuk mandi. ”Tapi, sejak Jumat (3/1) saya mengungsi, kalau hujan sedikit saja saya takut. Lebih baik mengungsi dulu,” katanya.
Desya Tampomanise (24) mengatakan, dirinya juga memilih tinggal di pos pengungsian. Makan sehari-hari pun tetap mengandalkan bantuan bahan makanan darurat. Ia belum berani kembali ke kebun mengecek panen cengkeh, pala, ataupun kelapa. ”Takut longsor. Enggak tahu nasib kebun saya bagaimana, katanya rusak semua. Padahal, kami hidup dan cari makan dari kebun,” katanya.
Ulung Peliang ada di kaki bukit Gunung Sahendarumang yang tak lagi aktif. Sejak dulu, bebatuan besar menyusun perbukitan itu, termasuk dasar sungai. Saat longsor, bebatuan dan kayu-kayu pepohonan menumpuk di daerah aliran sungai dan menghambat lajunya.
Saat ini, warga bersama polisi dan prajurit TNI memotong dan memindahkan kayu-kayu di sepanjang aliran sungai di bawah jembatan. Batu-batu besar belum bisa dipindahkan. (RAM/IKI/DIT/XTI/DKA/OKA)