Ceruk Wisata Pelancong Milenial
Segmen pasar pelancong muda menjadi peluang meningkatkan pendapatan sektor pariwisata Indonesia.
Tren melancong wisatawan usia muda menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Menggarap segmen pasar pelancong muda menjadi peluang meningkatkan pendapatan sektor pariwisata Indonesia. Menghadirkan lebih banyak wisata kreatif perlu dilakukan untuk merealisasikan potensi pariwisata milenial.
Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara berusia muda menunjukkan tren positif bagi sektor pariwisata Indonesia. Merujuk pada Laporan Kunjungan Wisatawan Nusantara 2018, turis domestik berusia muda terus meningkat.
Pada 2018, sebanyak 54,8 persen wisatawan domestik berasal dari kalangan usia kurang dari 15 tahun hingga 34 tahun. Jumlah tersebut naik 2,7 persen dibandingkan 2016.
Penurunan proporsi justru terjadi di wisatawan domestik berusia lebih tua (35 tahun ke atas). Pada 2016, proporsi wisatawan domestik usia 35 tahun ke atas berada di angka 47,9 persen. Angka ini turun menjadi 45,2 persen pada 2018.
Menariknya, pola naik-turunnya proporsi ini juga terjadi bagi wisatawan mancanegara. Jika perbandingan proporsi diambil dari data 2012-2018, juga terlihat peningkatan dari wisatawan asing golongan muda. Hal sebaliknya justru terjadi di turis asing berusia lebih tua.
Artinya, pelancong berusia muda, baik domestik maupun mancanegara, menjadi pasar potensial pariwisata Indonesia. Untuk memanfaatkan peluang ini, perlu perencanaan tepat agar destinasi wisata di Indonesia dapat memfasilitasi kebutuhan wisatawan muda.
Yogya, Bandung, Bali
Sebagai pembanding dari data nasional itu, kita lihat hasil survei lembaga riset swasta IDN Research Institute, yang menyimpulkan bahwa kaum milenial punya preferensi tersendiri terkait destinasi wisata yang ingin dituju.
Sebelumnya, survei ini membagi kelompok milenial dalam dua kelompok. Pertama, milenial yunior berusia 15-28 tahun (lahir pada 1991-1998) dan kedua, milenial senior yang berusia 29-36 tahun (lahir pada 1983-1990).
Survei ini menemukan bahwa kelompok milenial muda memilih Yogyakarta dan Bandung sebagai destinasi favorit mereka. Sementara milenial senior cenderung memfavoritkan Yogyakarta dan Bali untuk berwisata.
Kelompok milenial muda memilih Yogyakarta dan Bandung sebagai destinasi favorit mereka.
Kedua kelompok ini memiliki karakteristik berbeda dalam menentukan destinasi wisata favorit. Milenial yunior cenderung bepergian sendiri atau bersama teman dan memilih lokasi wisata yang beragam. Lain lagi dengan milenial senior yang bepergian bersama pasangan atau keluarga kecilnya dan memilih destinasi wisata yang dekat dengan lokasi tempat tinggal dan nyaman bagi keluarga.
Meskipun kedua kelompok ini punya pertimbangan berbeda bagi penentuan lokasi wisata, keduanya tetap memiliki kesamaan. Adanya beragam program atau acara yang dapat ditemukan saat berwisata menjadi daya tarik mereka. Misalnya, pertunjukan seni budaya, konser musik, dan festival lokal.
Maka, jika kedua temuan itu digabungkan, asumsinya Yogyakarta, Bandung, dan Bali adalah lokasi-lokasi wisata yang menawarkan adanya beragam pertunjukan tersebut. Acara-acara kreativitas semacam inilah yang menghidupkan dan menjadi magnet bagi wisatawan.
Pilihan beragam
Sebagai destinasi wisata, Yogyakarta, Bandung, dan Bali sudah memiliki citra atau merek pariwisata tersendiri bagi para wisatawan, baik dari segi budaya, seni, alam, maupun wisata minat khusus, seperti fotografi. Meski demikian, ketiga lokasi ini terlihat terus mengembangkan sektor kegiatan sehingga pilihan berwisata kian beragam.
Jumlah obyek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2018 tercatat 185 obyek wisata. Semua itu meliputi obyek wisata alam, obyek wisata budaya, obyek wisata buatan, dan desa/kampung wisata. Secara cakupan, obyek-obyek wisata ini tersebar di lima kabupaten/kota DI Yogyakarta.
Dari segi jumlah wisatawan yang berkunjung, Yogyakarta seakan tidak pernah kehilangan pesonanya. Tiap tahun selalu terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang datang. Pada 2018, jumlah wisatawan, baik mancanegara dan domestik, mencapai angka 5,6 juta orang.
Acara-acara bertaraf internasional senantiasa digelar di ”Kota Gudeg” ini. November 2019, Yogya International Heritage Walk, acara jalan untuk sekaligus melihat tempat-tempat cagar budaya, diselenggarakan dan diikuti banyak wisatawan mancanegara. Ada lagi Ngayogjazz, pertunjukan seni yang diselenggarakan Dinas Pariwisata DIY serta berkolaborasi dengan banyak seniman dan penampil.
Lain lagi dengan Bandung yang memiliki cara tersendiri menyuguhkan pesona daerahnya. Dari segi pilihan, Kabupaten Bandung menawarkan banyak wisata berjenis atraksi di samping obyek wisata lain. Tentu saja, di antara jenis wisata atraksi, yang paling terkenal adalah Saung Angklung Udjo yang didirikan sejak 1996 oleh Udjo Ngalagena dan istrinya, Uum Sumiati.
Di Bali, wisata budaya dan pantai menjadi pemikat utama pelancong.
Bergeser ke Bandung, ragam kegiatan bagi wisatawan lebih mengarah ke kehidupan kaum urban. Selain memperkenalkan diri sebagai kota destinasi belanja, Bandung juga menyajikan festival seni, beragam pertunjukan musik, dan festival kuliner. Semua kegiatan itu difasilitasi dengan lokasi-lokasi seperti taman, kafe, museum, dan kampung kreatif.
Sementara di Bali, wisata budaya dan pantai menjadi pemikat utama pelancong. Bali memiliki akar religius, budaya, dan panorama alam yang dapat berjalan beriringan menopang pariwisata.
Merujuk Laporan Kunjungan Wisatawan Nusantara 2018, tujuan lain wisatawan ke Bali sebagian besar untuk berlibur (33,04 persen). Selebihnya bertujuan untuk upacara keagamaan, pekerjaan, menghadiri pertemuan, dan mengenyam pendidikan.
Beragam kegiatan yang terus-menerus dikembangkan masing-masing lokasi itu menunjukkan, usaha pariwisata yang mulai digarap serius. Upaya ini baiknya tidak hanya dilakukan oleh dinas atau masyarakat setempat saja, melainkan juga perlu didukung dengan kebijakan dan rencana strategis dari pemerintah pusat.
Ekonomi kreatif
Komitmen pemerintah membentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memberikan harapan bagi majunya pariwisata Indonesia, khususnya mengembangkan wisata milenial. Terlebih, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dapat saling mendukung satu sama lain. Dari potret segitiga kota Yogyakarta, Bandung, dan Bali, kedua sektor tersebut dapat dikatakan saling mengisi.
Rencana Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengembangkan ”10 Bali Baru” tentu masih memerlukan waktu panjang. Pengembangan ke-10 destinasi wisata itu, memerlukan setidaknya pembangunan infrastruktur, akses konektivitas, sumber daya manusia, dan program atau atraksi yang menarik wisatawan. Maka, pilihan untuk mengoptimalkan destinasi yang sudah ada dengan memanfaatkan ekonomi kreatif justru dapat menjadi alternatif lainnya.
Mendorong sektor pariwisata melalui ekonomi kreatif sudah terlihat beragam bentuknya saat ini. Meski demikian, strategi ini baru dijalankan oleh beberapa lokasi wisata saja. Sinergi kedua sektor tersebut masih memerlukan perhatian khusus agar potensi wisatawan muda dapat lebih dioptimalkan.
(Litbang Kompas)