Jokowi: Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak Harus Komprehensif
Presiden Joko Widodo minta penanganan kasus kekerasan terhadap harus komprehensif. Upaya-upaya pencegahan melalui kampanye juga agar diprioritaskan.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus kekerasan terhadap anak, baik kekerasan seksual, psikis, fisik, maupun penelantaran, tercatat meningkat signifikan. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada 2015 terdapat 1.975 kasus kekerasan terhadap anak dan tahun berikutnya meningkat menjadi 6.820 kasus.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 yang diluncurkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Mei 2019 menemukan fakta bahwa dua dari tiga anak pernah mengalami salah satu atau lebih kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, 1 dari 11 anak perempuan dan 1 dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual.
Presiden Joko Widodo meyakini kekerasan terhadap anak adalah fenomena gunung es. Karena itu, dalam pengantar rapat terbatas terkait penanganan kekerasan terhadap anak di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (9/1/2020), Presiden meminta para menteri dan kepala lembaga di jajarannya memperhatikan tiga hal untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap anak.
Presiden meminta para menteri dan kepala lembaga di jajarannya memperhatikan tiga hal untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap anak.
Pertama, memprioritaskan pencegahan kekerasan terhadap anak. Pencegahan ini perlu melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Model kampanye untuk pencegahan ini bisa dilakukan dengan sosialisasi ataupun edukasi publik. Harapannya, kampanye dilakukan secara menarik dan memunculkan kepedulian sosial pada persoalan kekerasan pada anak.
Kedua, sistem pelaporan dan layanan pengaduan harus jelas dan mudah diakses. Korban, keluarga korban, danmasyarakat harus tahu ke mana melaporkan hal ini. Selain itu, respons atas pelaporan ini juga harus dilakukan secepat-cepatnya.
Ketiga, manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap anak direformasi besar-besaran. Harapannya, penanganan bisa cepat, terintegrasi, dan komprehensif. ”Bila perlu, one stop service mulai layanan pengaduan, pendampingan, dan layanan kesehatan,” tutur Presiden.
Tak hanya itu, proses penegakan hukum yang memberikan efek jera juga ditekankan. Presiden menggarisbawahi kasus paedofilia serta kekerasan seksual pada anak harus ditangani dan korban harus mendapatkan layanan mendapatkan bantuan hukum sampai rehabilitasi dan reintegrasi sosial kembali.
Seusai ratas, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, untuk melaksanakan arahan Presiden tersebut, kewenangan Kementerian PPPA ditambah. Selama ini, dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian PPPA, tugas dan fungsi kementerian ini terbatas pada koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. Ke depan, Kementerian PPPA akan bisa bergerak lebih leluasa.
Salah satunya berkaitan dengan jaminan rehabilitasi kesehatan pada anak dan perempuan korban kekerasan yang selama ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Visum, memar-memar, dan kondisi akibat kekerasan ini akan ditanggung melalui dana dekonsentrasi atau dana alokasi khusus. Hal ini, kata Bintang, sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menambahkan, Presiden juga meminta Menteri Agama untuk menerbitkan peraturan menteri terkait pencegahan kekerasan dan penanggulangan di satuan pendidikan berbasis agama.
Presiden juga meminta Menteri Agama untuk menerbitkan peraturan menteri terkait pencegahan kekerasan dan penanggulangan di satuan pendidikan berbasis agama.
Untuk institusi pendidikan umum, ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, belum ada pengaturan untuk institusi pendidikan berbasis agama.
Hadir dalam ratas ini, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.