Pelatih Real Madrid Zinedine Zidane mampu menyiasati keterbatasan timnya dengan baik. Pemahamannya terhadap pemain dipadu kreativitas tinggi menghasilkan Real yang sulit dibendung.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
JEDDAH, KAMIS — Real Madrid tidak sekadar mengalahkan Valencia, 3-1, pada laga semifinal Piala Super Spanyol di Jeddah, Arab Saudi, Kamis (9/1/2020) dini hari WIB. Saat itu, mereka juga menyajikan sebuah karya seni. Mereka mengoper bola dengan sangat indah, mencetak gol spektakuler, dan menyampaikan pesan bahwa Real, sang penakluk Eropa, masih hidup.
Padahal, semua itu dilakukan Real dalam keterbatasan karena mereka berlaga tanpa bisa melibatkan ketiga penyerang utama yang masih cedera, yaitu Karim Benzema, Gareth Bale, dan Eden Hazard. Dalam keterbatasan seperti itu, skuad hanya membutuhkan kreativitas dan kejeniusan dari sang pelatih, Zinedine Zidane.
Bermain tanpa striker ternyata bukan masalah besar bagi Zidane. Ia menyiasatinya dengan memasang lima gelandang dalam formasi 4-3-2-1. Formasi yang sering disebut ”pohon natal” karena bentuknya yang mengerucut itu pernah dipopulerkan Carlo Ancelotti ketika mengantar AC Milan menjuarai Liga Champions 2007.
Zidane beruntung karena Real merupakan gudang gelandang terbaik di dunia. Ia bisa memainkan sekaligus Luka Modric, Toni Kroos, Casemiro, Isco, dan Fede Valverde. Peran mereka adalah menguasai bola selama mungkin dan bergerak dengan skenario yang telah direncanakan untuk membangun serangan yang sulit ditebak lawan.
Kelima gelandang itu tidak memiliki posisi yang baku dan lebih leluasa dalam bergerak. Casemiro sebagai gelandang bertahan, misalnya, bisa bergerak ke depan dan gelandang lainnya bergerak menutupi celah. Modric, sang pemain terbaik dunia tahun 2018, bergerak ke mana saja sesuai taktik dan kematangan intuisinya.
Hasilnya, Valencia kehilangan akal untuk merebut penguasaan bola karena Real pada laga itu mencatat jumlah operan terbanyak musim ini, yaitu 798 operan. Jumlah tersebut, menurut Marca, lebih tinggi dibandingkan dengan 796 operan yang dibukukan Real ketika mengalahkan Galatasaray, 6-0, pada laga Liga Champions Eropa, November lalu.
”Kami ingin melukai lawan sejak awal laga dan para pemain bisa menerjemahkan taktik dengan sangat baik,” ujar Zidane. Pelatih asal Perancis itu meminta anak asuhnya bermain lebih menekan dengan memasang garis pertahanan yang tinggi. Ia juga tidak berminat membangun serangan melalui sayap, tetapi menugasi Isco dan Modric untuk mengeksplorasi sisi dalam.
Penguasaan bola yang baik, didukung kualitas yang dimiliki para pemain itu, membuat penonton lupa bahwa Real pada laga itu bermain tanpa striker. Semua gol dicetak tiga dari lima gelandang yang dipasang itu.
Real langsung mempermalukan Valencia pada menit ke-15 ketika Kroos mencetak gol pertama dari titik tendangan pojok. ”Kami kehilangan konsentrasi dan gol itu memengaruhi mental kami. Semua menjadi lebih sulit setelah gol itu,” kata penyerang Valencia, Denis Cheryshev.
Ketika Valencia mulai limbung, Isco menambah keunggulan Real dengan mencetak gol kedua pada menit ke-39 untuk membuktikan bahwa ia masih layak lebih sering dimainkan.
Modric kemudian mencetak gol ketiga pada babak kedua. Dari sisi teknik, ketiga gol Real sangat berkualitas.
Valencia baru bisa membalas pada menit ke-90+2 melalui tendangan penalti Dani Parejo. Kekuatan yang diperagakan Valencia saat bisa menahan imbang Real 1-1 pada laga Liga Spanyol, pertengahan Desember, tidak tampak lagi.
Pola permainan Real ini mengingatkan kembali pada laga final Piala Dunia Antarklub tahun 2011 antara Barcelona melawan Santos. Barcelona yang diasuh Pelatih Pep Guardiola mampu menang 4-0 meski tanpa striker. Mantan Presiden UEFA Michel Platini sampai mengatakan bahwa laga itu merupakan laga terbaik yang pernah ia tonton.
Lebih memahami
Zidane, tidak diragukan lagi, kembali disebut sebagai pelatih yang paling layak berada di Real saat ini. Ia sempat mengalami masa-masa sulit pada awal kepulangannya ke Real pada Maret 2019. Klub sempat mengalami krisis dan masih berusaha menemukan gaya permainan baru setelah ditinggal Cristiano Ronaldo.
Namun, Zidane sangat memahami karakter para pemain dengan baik. Hal ini wajar karena mereka bersama-sama meraih tiga trofi Liga Champions berturut-turut sejak musim 2015-2016. Inilah yang menjadi keunggulan Zidane saat ini. Dengan pemahaman tersebut, Zidane lebih mudah untuk bereksperimen seperti pada laga lawan Valencia.
Keuntungan saat ini ada di kubu Real. Pada laga final, mereka akan menghadapi Atletico Madrid atau Barcelona yang baru berlaga, Jumat (9/2/2020) dini hari WIB. Laga final akan berlangsung pada Senin (13/1/2020) dini hari WIB sehingga mereka bisa memiliki waktu istirahat lebih lama.
”Kami baru menyelesaikan laga semifinal dan belum menjuarai apa pun,” ujar Zidane berusaha tetap mawas diri. Ia pun ingin mencoba sesuatu yang baru pada setiap laga. Bisa jadi, ia bakal menghadirkan karya seni lainnya pada laga final nanti. (AP/AFP)