Korban Kekerasan Seksual Rentan Mengalami Infeksi Menular Berkepanjangan
Korban kekerasan seksual rentan mengalami gangguan infeksi menular seksual yang berkepanjangan. Keparahan yang terjadi akibat infeksi ini bisa menyerang siapa pun, baik korban perempuan maupun laki-laki.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Korban kekerasan seksual rentan mengalami gangguan infeksi menular seksual yang berkepanjangan. Keparahan yang terjadi akibat infeksi ini bisa menyerang siapa pun, baik korban perempuan maupun laki-laki.
Dokter spesialis kulit dan kelamin dari Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Hanny Nilasari, mengatakan, gangguan infeksi menular seksual yang bisa dialami perempuan dan pria, antara lain, gonore, klamidiasis, dan sifilis. Biasanya, gejala yang timbul berupa keputihan.
”Kekerasan seksual pada perempuan umumnya dilakukan penetrasi via vagina sehingga infeksi yang timbul di sekitar vagina atau bibir vagina. Sementara pada pria biasanya dilakukan melalui seks anal sehingga infeksi yang terjadi biasanya di sekitar anus,” ujarnya dalam acara seminar awam dan media bertajuk ”Waspada Kekerasan Seksual” di Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Kekerasan seksual pada perempuan umumnya dilakukan penetrasi via vagina sehingga infeksi yang timbul di sekitar vagina atau bibir vagina. Sementara pada pria biasanya dilakukan melalui seks anal sehingga infeksi yang terjadi biasanya di sekitar anus.
Kanker anus
Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam menambahkan, dampak seks anal perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna bagian bawah, seperti anus dan rektum. Selain bisa meningkatkan risiko infeksi menular seksual dan infeksi bakteri, seks anal bisa memicu terjadinya kanker anus.
Kanker anus bisa terjadi akibat infeksi dari human papillomavirus, infeksi HIV, dan melakukan multipel seksual. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan pada 2019, kasus HIV yang dilaporkan menurut faktor risiko paling banyak ditemukan pada LSL atau sebutan untuk pasangan laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki (4.421 kasus) dan heteroseksual (3.975 kasus).
Ari mengatakan, seks anal juga bisa menyebabkan terjadinya luka pada bagian anus dan rektum. Panjang rektum yang berkisar 10 sentimeter sangat berisiko mengalami luka jika terjadi seks anal. Pada kasus kekerasan seksual dengan melakukan seks anal semakin rentan mengalami infeksi karena otot spincter yang berada di bagian bawah anus dipaksa terbuka.
”Dampak infeksi dari hubungan seksual yang tidak wajar, apalagi terjadi akibat kekerasan seksual, sangat berbahaya. Apalagi, saat ini tidak ada jaminan bagi korban kekerasan seksual untuk dilakukan screening kesehatan, terutama untuk pengecekan risiko infeksi menular seksual,” katanya.
Gangguan infeksi menular seksual yang bisa dialami perempuan dan pria, antara lain, gonore, klamidiasis, dan sifilis. Biasanya, gejala yang timbul berupa keputihan.
Dampak psikososial
Dokter spesialis kesehatan jiwa dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, Gina Anindyajati, menuturkan, dampak psikosial juga tidak kalah penting untuk diperhatikan akibat dari kekerasan seksual. Korban biasanya justru terlambat menyadari konsekuensi psikiatrik dan sosial yang dialami.
Gejala psikiatrik dari kekerasan seksual, antara lain, gangguan jiwa, tekanan psikologis, disosasi, kegelisahan, gejala gangguan stres pascatrauma, serta perilaku menyakiti diri sendiri hingga adanya pikiran untuk bunuh diri. Sementara dampak sosial yang rentan dialami, antara lain, sulit percaya kepada orang lain, mengisolasi diri, dan ketakutan membina hubungan dekat dengan orang lain.
”Gangguan psikiatrik dan sosial ini belum tentu terjadi oleh semua korban kekerasan seksual jika ada intervensi yang cepat serta pendampingan yang tepat sehingga cepat tertangani. Sayangnya, pendampingan kepada korban kekerasan seksual belum optimal, terutama dalam penyidikan kasus yang justru meningkatkan potensi retraumatisasi (trauma berulang),” ucap Gina.