Riak demonstrasi massa yang berujung ricuh mewarnai kemelut politik di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Nasib pelantikan pasangan bupati terpilih belum jelas.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·3 menit baca
KEPULAUAN SANGIHE, KOMPAS - Ketidakjelasan pelantikan pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kepulauan Talaud, Elly Lasut-Moktar Parapaga, menyulut demonstrasi pendukungnya, Kamis (9/1/2020). Demonstrasi yang berlangsung di depan kantor bupati itu berakhir ricuh.
Dihubungi dari Tamako, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Pelaksana Harian (Plh) Bupati Talaud Adolf Binilang mengatakan, massa pendukung pasangan Elly-Moktar menyuarakan tuntutan agar Elly Lasut segera dilantik. Namun, demonstrasi berujung pelemparan batu dan saling dorong.
”Polisi membubarkan massa ke luar kantor bupati dengan gas air mata,” kata Adolf. Tidak ada korban dalam insiden itu. Namun, Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Talaud dirusak oleh massa. ”Kaca-kaca dan kursi plastik dipecah. Ada empat orang yang ditahan karena perusakan itu. Pukul 16.00 Wita, suasana sudah kondusif lagi,” ujar Adolf.
Sedianya, Elly-Moktar dijadwalkan dilantik pada Senin (22/7/2019). Namun, Gubernur Sulut Olly Dondokambey menolak melantik pasangan tersebut atas dasar keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan salah satu surat keputusan Kementerian Dalam Negeri Nomor 131.71-3421 pada 2 Juli 2017.
Terkait hal ini, Adolf menyatakan, pemerintah Kepulauan Talaud menolak ikut campur. ”Ini bukan ranah kami. Pelantikan itu agenda provinsi. Pokoknya kami ciptakan suasana kondusif,” katanya. Asisten I Sulut Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Edison Humiang mengatakan, bukan pemprov yang menolak pelantikan Elly-Moktar, melainkan surat keputusan MA. Dalam SK tahun 2017 itu, Elly Lasut yang sebelumnya telah terpilih pada Pilkada Talaud 2004 dan 2009 dinyatakan belum genap menjabat dua periode karena baru menjabat sekitar 7 tahun.
Ini bukan ranah kami. Pelantikan itu agenda provinsi.
”Ada fatwa MA yang menyebut bahwa SK tahun 2017 itu cacat hukum. Sudah ada keputusan yang inkracht. Pemprov tetap taat pada hukum,” katanya. Menurut Edison, keputusan Olly untuk tidak melantik Elly-Moktar sudah benar. ”Kalau dilantik, akan jadi preseden buruk,” katanya. Edison menyatakan, Pemprov Sulut telah menyurati Mendagri, meminta agar menyatakan Elly Lasut gugur. Ia juga meminta kejelasan soal langkah selanjutnya yang harus diambil untuk mendapatkan bupati definitif di Kepulauan Talaud.
Terkait upaya mencegah protes terus-menerus di Kepulauan Talaud, Edison menegaskan, pihaknya memercayakan sepenuhnya pada Plh Bupati Adolf. ”Kami sudah ada Plh untuk menciptakan suasana kondusif di daerah,” katanya. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menyatakan, pihaknya mengaku belum membaca keputusan MA terkait pembatalan SK Kemendagri tahun 2017. ”Saya belum bisa berkomentar untuk saat ini,” katanya mengulang jawaban pada Oktober 2019.
Sementara itu, Moktar Parapaga mengaku muak dengan ketidakjelasan pelantikannya selama enam bulan terakhir. Menurut dia, ini adalah bentuk kelalaian pemerintah provinsi. ”Kalau KPU (Komisi Pemilihan Umum) sudah menetapkan kami menang, ya, harusnya sudah sah. Kenapa kami tidak digugat saat mendaftar saja? Sekarang SK pelantikan sudah ada dan harusnya sah,” katanya.
Elly terpilih sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode 2004-2009 dan 2009-2014. Di periode kedua, ia diberhentikan dari jabatannya pada 2010 karena menjadi terpidana korupsi dana Gerakan Daerah Orang Tua Asuh. Ia terpilih kembali dalam Pilkada Talaud 2018 dan tak kunjung dilantik.