Perbaikan Lahan Kritis di Babel Dimulai Awal Tahun Ini
Sejumlah Rencana Aksi Daerah dipersiapkan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang ilegal di Kepulauan Bangka Belitung.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PANGKAL PINANG,KOMPAS — Sejumlah Rencana Aksi Daerah dipersiapkan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang ilegal di Kepulauan Bangka Belitung. Caranya adalah memperbaiki lahan kritis dan menormalisasi sungai yang rusak akibat aktivitas tambang.
Kepala Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Hasanudin, Kamis (9/1/2020), mengatakan, saat ini pemerintah berupaya menanam pohon yang menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Konsepnya adalah dengan melibatkan delapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di Bangka Belitung untuk rutin menanam pohon yang bisa tumbuh di daerah bekas tambang. ”Ini akan mulai dilakukan di awal tahun ini di setiap hari Jumat,” kata Hasanudin. Langkah ini bertujuan untuk memulihkan lahan bekas tambang dan meningkatkan area tangkapan air di daerah hulu.
Berdasarkan penelitian beberapa tanaman cocok untuk ditanam di kawasan bekas tambang, seperti kacang mete, cemara, cemara laut, dan beberapa tanaman lain. Hasanudin mengatakan, langkah ini menjadi salah satu upaya agar masyarakat tidak lagi menambang di kawasan hutan.
Kepala Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Baturusa Cerucuk, Maman Sudirman, mengatakan pembenahan kawasan bekas tambang terus dilakukan, bahkan jika ada permintaan dari sejumlah daerah yang memiliki lahan kritis, bibit tanaman akan diberikan secara gratis.
Namun, yang terpenting, lanjut Maman, adalah keterlibatan masyarakat yang tinggal di kawasan dekat bekas tambang. Sejumlah tanaman tersebut harus menghasilkan nilai ekonomi sehingga masyarakat mau untuk menjaga kawasan yang sudah ditanami tersebut. Di sisi lain, perlu ada kemauan dari pemerintah daerah untuk melarang adanya kegiatan tambang secara masif.
Belajar dari Pemerintah Provinsi Bali yang hanya membatasi kegiatan penambangan di satu tempat dan tidak ke tempat lain. Hal ini bisa diterapkan di Bangka Belitung dimana kegiatan tambang timah hanya difokuskan di satu daerah sehingga kerusakan lingkungan tidak menyebar. ”Ada sanksi yang tegas bagi yang melanggar,” katanya. Menurut Maman, Bangka dan Bali memiliki karakteristik yang hampir sama, keduanya memiliki kekuatan di bidang pariwisata, hal ini tentu bisa dijadikan cara alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat selain dari tambang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Bangka Belitung Eko Kurniawan mengatakan, saat ini sejumlah rencana aksi sedang dipersiapkan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat tambang ilegal. ”Memang upaya perbaikan tidak akan secepat dengan laju kerusakan lingkungan. Namun, setidaknya kami telah mencoba,” katanya.
Namun, menurut dia, hal ini perlu peran dari semua pihak untuk memastikan upaya pemulihan lingkungan dapat berjalan. Mulai dari edukasi kepada masyarakat, pemulihan kawasan hulu, hingga pembenahan kawasan daerah aliran sungai sebagai hilir. Namun, tidak kalah penting adalah penegakan hukum.
Eko mengatakan, dalam waktu dekat, upaya normalisasi sungai akan dikerjakan. Sungai Rangkui akan menjadi proyek percontohan dari normalisasi sungai ini. ”Akan ada upaya pendalaman di beberapa titik yang mengalami pendangkalan akibat sendimentasi, terutama di kawasan bekas tambang,” ujarnya.
Beberapa hari lalu, ujar Eko, penertiban tambang timah ilegal di sejumlah daerah sudah dilakukan. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para penambang. Namun, razia terus-menerus tidak menjamin kegiatan ini akan berhenti. Perlu edukasi pada masyarakat agar menyadari pentingnya menjaga lingkungan agar terhindar dari bencana hidrometeorologi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung Jessix Amundian berpendapat, pembenahan memang diperlukan lantaran jumlah lahan kritis di Bangka Belitung cukup tinggi di mana dari 1,6 hektar lahan Bangka Belitung sekitar 1 juta hektarnya sudah kritis karena tambang, dan aktivitas perkebunan.
Namun, pembenahan tidak boleh berhenti hanya dari lingkungan, tetapi dari tata niaga timah yang juga harus dibenahi. ”Selama masih ada pasar dan harganya tinggi, tentu penambangan akan terus berlangsung,” katanya. Pebenahan yang dilakukan adalah membatasi penyerapan hasil timah dari tambang ilegal. ”Perusahaan diwajibkan mengambil timah dari hasil yang legal. Jika ada peraturan ini diterapkan, tentu tambang ilegal akan berhenti dengan sendirinya,” ujarnya.