Batik menjelma jadi penguat identitas warga Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur. Selain menjadi sumber penghidupan bagi sebagian warga, batik lazim dipakai di berbagai kesempatan dan menjadi sebuah kebanggaan.
Menyusuri Jalan Trunojoyo menuju Alun- alun Pamekasan, mural batik menyapa pengguna jalan di sisi kanan dan kiri. Mural bermotif batik, seperti sekar jagat, per keper (kupu- kupu), tong centong (alat untuk mengambil nasi), melate seto’or (rangkaian melati), sabet rantai, dan ngai (sungai), mewarnai sepanjang perjalanan di kota ini.
Mural batik itu digambar di sejumlah fasilitas publik, seperti jembatan, trotoar, gedung pemerintahan, dan mobil dinas. Banyak warga juga mengenakan batik sebagai pakaian sehari-hari. Jika penasaran dan ingin memiliki batik khas Pamekasan, coba mampir ke Pasar Tujuhbelas. Setiap hari, terutama Kamis dan Minggu, ratusan perajin batik menjajakan karyanya, bahkan sampai meluber ke jalan-jalan. Mereka menjual langsung ke pasar agar harganya bisa lebih murah.
Berjarak 117 kilometer dari Kota Surabaya, pemburu batik biasanya berangkat pukul 06.00 dan langsung menuju Pasar Tujuhbelas. Di sana perajin menjajakan batik seperti menjual sayuran. Lembaran batik dipertontonkan di atas plastik alas dagangan. Transaksi langsung dengan perajin yang mungkin hanya membawa 2-3 lembar kain batik itu berlangsung hingga pukul 09.00.
”Sejak mural batik semakin meluas, banyak yang mulai terbiasa mengenakan pakaian batik ketika bepergian,” kata Rosihan Anwar (38), warga Pamekasan, Rabu (8/1/2020), di Pamekasan. Puskesmas Larangan yang baru selesai dibangun pada Maret tahun lalu juga tak luput dari corak batik. Di bagian dinding depan digambar batik khas Pamekasan. Motif batik di dinding dinilai lebih nyaman dilihat, terutama bagi pasien yang menunggu untuk pemeriksaan.
”Beberapa keluarga pasien bahkan menjadikan halaman puskesmas sebagai tempat berfoto,” kata pegawai Puskesmas Larangan, Khoirunnisa (26). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan terus memperkuat identitas sebagai kota batik.
Sejak tahun lalu, upaya memperbanyak mural motif batik di fasilitas publik kian digencarkan. Jika era sebelumnya mural batik hanya di gapura, dinding, atau tembok bangunan, kini mobil dinas pun tak luput dari goresan cat seniman batik, termasuk truk pengangkut sampah dan tong sampah.
Berdampak luas
Keberadaan batik tidak hanya menjadi pemanis kota, tetapi juga memiliki dampak luas dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan batik sebagai seragam sekolah dan instansi, misalnya, mampu menggerakkan perekonomian dan kebanggaan terhadap batik produksi lokal. Mulai dari pelajar, pegawai, hingga pejabat terbiasa mengenakan batik. Langkah ini turut menaikkan gengsi pakaian batik.
”Warga juga ada yang menggambar mobilnya dengan motif batik, seperti mobil dinas pemerintahan,” ucap Rosihan. Pedagang batik, Hamidah, mengatakan, promosi batik yang dilakukan Pemkab Pamekasan turut mendongkrak penjualan batik. Warga lokal dan dari Surabaya, jika pergi ke Pamekasan, tak lupa mampir untuk membeli batik.
”Pemkab Pamekasan juga mendorong kami berjualan secara dalam jaringan (daring) sehingga pasar batik Pamekasan semakin luas, terlebih jika daerah kami dikenal sebagai kota batik,” ujarnya.
Menurut Bupati Pamekasan Baddrut Tamam, mural batik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan citra Pamekasan sebagai kota batik. Dengan langkah itu, warga diharapkan menjadi makin terbiasa dengan kehadiran batik dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu sekaligus menjadi sarana promosi untuk menyebarkan kepopuleran batik khas Pamekasan.
Keberadaan mural batik di berbagai sudut kota juga untuk menunjukkan bahwa masyarakat Pamekasan bangga terhadap batik dan berkomitmen meningkatkan kualitas serta kuantitas batik khas Pamekasan. Meningkatnya kebanggaan terhadap batik diharapkan mampu meningkatkan ekonomi warga, terutama yang bergantung pada batik.
Di Pamekasan yang berpenduduk 872.000 jiwa dan tersebar di 14 kecamatan, setidaknya ada 38 sentra batik dengan 933 unit usaha. Sentra batik itu menjadi sumber penghidupan bagi 6.526 warga yang menyumbang sekitar 2 persen pendapatan dari sektor industri.
”Batik merupakan identitas kami dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Pamekasan,” ujar Baddrut. Goresan-goresan mural batik tidak hanya menjadi pemanis kota. Keberadaannya telah mampu meningkatkan kebanggaan masyarakat yang berujung pada tumbuhnya kecintaan menggunakan produk lokal.
Pamekasan yang dijuluki ”Gerbang Salam” atau Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami mempunyai tekad kuat untuk juga mengokohkan identitasnya sebagai kota batik layaknya Kota Pekalongan di Jawa Tengah.
Merebaknya mural batik di segala penjuru kota serta begitu mudahnya mendapatkan batik dengan beragam corak kian meneguhkan identitas itu. Tidak keliru jika kota ini semakin berkalang corak batik dan lebih bergairah.