Presiden Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokrat (DPP) unggul atas pesaing utamanya, Han Kuo-yu dari Partai Kuomintang, dalam pemilu Taiwan. Kemenangan Tsai menegaskan posisi Taiwan dalam menjaga jarak dengan China.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
TAIPEI, SABTU — Presiden Taiwan Tsai Ing-wen unggul dalam pemilihan umum yang digelar Taiwan, Sabtu (11/1/2020). Tsai dari Partai Progresif Demokrat (DPP) unggul atas pesaing utamanya, Han Kuo-yu, sekaligus tetap menegaskan posisi Taiwan dalam menjaga jarak dengan China.
Data penghitungan langsung tidak resmi jaringan berita lokal utama menunjukkan Tsai mengamankan dukungan suara 56-57 persen dari 10 juta lebih suara yang telah dihitung hingga Sabtu petang waktu setempat. Adapun Han yang berasal dari Partai Kuomintang (KMT) hanya meraup 38-39 persen dari total 19 juta pemilih yang terdaftar. Han selama ini mengusung jargon-jargon agar Taiwan mendekat dengan China.
Han pun langsung mengakui kekalahannya pada Sabtu malam. Ia menyatakan, Presiden Tsai memiliki mandat baru untuk memimpin Taiwan pada periode selanjutnya. ”Saya memberikan ucapan selamat kepada Presiden Tsai. Dia memiliki mandat baru untuk waktu empat tahun mendatang,” kata Han di depan para pendukungnya di kota Kaohsiung selatan.
Presiden Tsai pun mendeklarasikan kemenangannya dengan sukacita. Ia menilai, demokrasi adalah pilihan yang patut dipertahankan dan dihidupi negaranya.
”Taiwan menunjukkan kepada dunia, betapa kami sangat menghargai cara hidup demokratis kami yang bebas dan betapa kami sangat menghargai bangsa kami,” kata Tsai kepada wartawan ketika mengumumkan kemenangannya.
Hasil pemilu Taiwan ini akan bergema jauh di luar perbatasan negeri itu, termasuk ke China. Beijing memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan berikrar akan merebut kembali pulau itu suatu hari, jika perlu dengan kekerasan. Namun, China juga merupakan mitra dagang terbesar Taiwan sehingga hubungan keduanya adalah sebuah hubungan yang saling bergantung satu sama lain.
Tsai telah menyatakan dirinya sebagai pembela nilai-nilai liberal Taiwan dalam menghadapi gambaran semakin otoriter Beijing di bawah Presiden Xi Jinping. ”Kami berharap, warga kami dapat keluar untuk memberikan suara guna menggunakan hak-hak mereka dan membuat demokrasi Taiwan lebih kuat,” ujarnya kepada wartawan setelah pemungutan suara di ibu kota Taipei.
Han dari kubu oposisi lebih menyukai hubungan yang lebih hangat dengan China karena dinilai akan meningkatkan ekonomi Taiwan. Dia menilai, pemerintah saat ini tidak perlu memusuhi Beijing. Dia telah memilih jargon pemilu sebagai pilihan antara ”perdamaian atau krisis” dengan China.
Kemenangan Tsai diproyeksikan membuat marah Beijing. Taiwan melarang penerbitan jajak pendapat dalam waktu 10 hari pemilihan. Namun, selama kampanye terasa jika suara mayoritas rakyat Taiwan akan mengarah ke sosok Tsai. Partainya saat ini memiliki posisi mayoritas di parlemen, yang diperkirakan para analis akan dipertahankan kubu DPP.
”Kami membutuhkan seorang presiden yang dapat membela kebebasan dan demokrasi,” ucap Vicky Hsiao, ibu rumah tangga berusia 37 tahun, setelah memberikan suara di Taipei untuk Tsai. ”Taiwan adalah negara merdeka yang bukan milik siapa pun.”
Namun, ada pula warga yang menginginkan perubahan. Tracy Hsueh, pramuniaga berusia 50-an tahun, mengatakan, dirinya merasa bahwa pemerintah Tsai telah ”mengipasi kebencian terhadap China”.
”Saya pikir Han dapat mengubah situasi untuk Taiwan, dan saya percaya janjinya bahwa ia dapat meningkatkan ekonomi dan membuat orang kaya,” ujar Hsueh.
Hasil pemungutan suara Taiwan akan dipantau dengan ketat oleh kekuatan regional, termasuk Amerika Serikat. Taiwan telah lama menjadi titik api yang beberapa kali memanaskan hubungan antara China dan AS. Selama ini, Washington menjadi sekutu militer utama Taiwan. (AP/AFP)