Geng pelajar masih beredar di wilayah Yogyakarta. Aparat Kepolisian Resor Kota Yogyakarta menangkap 10 pelajar yang diduga akan menyerang geng pelajar lainnya, Minggu (12/1/2020) dinihari.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Geng pelajar masih beredar di wilayah Yogyakarta. Aparat Kepolisian Resor Kota Yogyakarta menangkap 10 pelajar yang diduga akan menyerang geng pelajar lainnya, Minggu (12/1/2020) dinihari. Terdapat belasan senjata, mulai dari tumpul hingga tajam, yang disita aparat kepolisian dari tongkrongan geng pelajar itu.
“Berawal dari menangkap dua orang, yaitu DAW (16) dan DB (15). Hasil dari dua orang ini, kami berhasil pula menangkap teman-teman satu gengnya. Kami amankan juga sejumlah senjata yang diduga milik mereka,” kata Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kota Yogyakarta Komisaris Besar Armaini, di Yogyakarta, Minggu siang.
Hasil dari dua orang ini, kami berhasil pula menangkap teman-teman satu gengnya
Semula, DAW dan DB yang berkendara sepeda motor berencana menyerang anak geng dari SMA lain di Yogyakarta, Minggu dinihari, sekitar pukul 03.30. Mereka menyerang karena ingin membalas dendam. Teman DAW dan DB pernah diserang oleh anggota geng dari SMA lain itu hingga luka di bagian kepala. Namun, saat dicari, anggota geng SMA lain itu tidak mereka temukan. Gagal bertemu, DAW dan DB pun berkeliling mencari incaran mereka. DAW sudah siap bertarung dengan membawa pedang sepanjang 60 cm.
Saat bertemu dengan patroli polisi di Jalan Imogiri Barat, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), keduanya langsung dicegat. Polisi mencurigai keduanya karena dinilai bertingkah mencurigakan. Saat akan diberhentikan untuk dimintai keterangan, kedua pelajar itu justru lari.
Aparat kepolisian langsung mengejar mereka. DAW sempat melempar botol minuman keras ke arah aparat kepolisian yang sedang mengejarnya. Beruntung lemparan botol itu bisa dihindari. DB dan DAW berhasil diciduk setelah terjatuh dari sepeda motor di wilayah Simpang Empat Wojo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY.
Dari hasil pemeriksaan awal terhadap kedua pelajar itu, aparat kepolisian mendatangi rumah DAW, di Jalan Kadipaten Lor, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, DIY. Rumah itu digunakan sebagai tongkrongan oleh DAW dan gengnya. Terdapat delapan pelajar lain yang ditangkap di sana. Mereka adalah MYP (15), HRT (16), JIP (15), RAS (18), MNA (15), MK (15), MGD (16), dan DYM (18). Mereka diduga terlibat geng pelajar bernama “SECTOR”. Itu kepanjangan dari Sindikat Elite Tirtonirmolo.
Aparat kepolisian menemukan lebih dari 10 senjata setelah menggeledah tongkrongan itu. Senjata itu terdiri dari senjata tumpul dan tajam. Senjata tumpulnya berupa stik dan balok kayu. Senjata tajamnya itu mulai dari pedang, arit, gergaji, sampai penggaris besi yang ditajamkan. Masih ada pula senjata yang dimodifikasi bentuknya. Tampak ada balok kayu yang dipasangi standar motor bekas dan gunting bekas. Hampir semua senjata tajam itu berkarat. Senjata-senjata itu ditemukan di bagian ruang tamu.
Dari hasil penelusuran, DAW sudah pernah terlibat tindak kriminalitas sebelumnya. Ia melempar mobil patroli polisi hingga pecah kacanya, pada Oktober 2019. Kasusnya disidangkan di pengadilan. Namun, hakim memberikan diversi sehingga kasusnya diselesaikan di luar peradilan pidana.
“Ini fenomena yang perlu kita perhatikan. Tidak bisa dimungkiri, sebagian generasi muda kita seperti ini. Ini harus kita perhatikan. Harus kita selamatkan. Kita perlu membina mereka,” tegas Armaini.
Dihubungi terpisah, Suprapto, sosiolog kriminalitas dari UGM, menyampaikan, fenomena kejahatan jalan yang melibatkan anak dan remaja sebagai pelakunya ini masih eksis karena ada sebagian kelompok yang menginginkannya tetap langgeng. Itu bukan sekadar kenakalan remaja. Terdapat aktor di balik itu semua.
“Ini bukan murni kenakalan anak atau remaja. Ada pihak-pihak tertentu di balik kelompok itu yang ikut memberikan indoktrinisasi. Saya menggunakan istilah, ‘nabok nyilih tangan’ menggunakan anak-anak ini,” kata Suprapto.
Suprapto menambahkan, anak dan remaja merupakan fase perkembangan hidup di mana manusia sedang mencari jati dirinya. Maka, mereka ingin menunjukkan eksistensi. Sayangnya, keinginan mereka menunjukkan eksistensi itu dimanfaatkan segelintir orang untuk kepentingan tertentu sehingga menyebabkan kejahatan jalanan itu seakan terus eksis.
Selanjutnya, Suprapto mengungkapkan, polisi tidak bisa berdiri sendiri menangani fenomena ini. Kejahatan jalanan dengan pelaku anak dan remaja adalah persoalan yang kompleks. Butuh bantuan dari pemerintah, sekolah, dan keluarga untuk bersama-sama memangkas kejahatan jalanan dengan memberikan perhatian lebih kepada anak.
“Misalnya, keluarga itu perlu lebih memantau. Kejahatan jalanan biasa terjadi dinihari. Orangtua harus tahu anak atau remajanya yang belum di rumah itu sedang berada dimana. Pastikan mereka berada di tempat aman dan tidak terlibat kegiatan kejahatan jalanan itu,” kata Suprapto.