Paras Amerika, Rasa Mediterania
Apa yang terlihat tidak selalu tampak seperti kelihatannya. Diperlukan ”kerja sama” dua indera, yakni mata dan lidah, untuk menikmati kejutannya.
Apa yang terlihat tidak selalu tampak seperti kelihatannya. Diperlukan ”kerja sama” dua indera, yakni mata dan lidah, untuk menikmati kejutannya. Mata boleh berpijak ke sajian ala Amerika, tetapi lidah bakal bertualang ke sekitar Laut Mediterania.
Itulah yang terjadi saat satu demi satu hidangan disajikan di restoran Animale di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020). Senja baru menjelang ketika restoran mulai digairahkan oleh hangat percakapan, akrab pertemuan, dan debar penantian.
Sebelum mulai meracik hidangan khas Animale, Executive Chef Animale Andri Dionysius telah menggoda kami dengan cerita sekilas-sekilas tentang hidangan tersebut. ”Kalau dimakan sambil merem, taste akan beda,” ujarnya.
Dia memadukan pendekatan neo-Amerika kepada hidangan Mediterania sehingga tercipta kemungkinan yang lebih beragam atas teknik dan konsep makanan yang sudah dikenal sebelumnya. Chef Andri memilih cita rasa Mediterania yang menurut dia beragam dan jenaka.
”Kawasan itu pun sama seperti kita, kaya akan rempah meskipun berbeda dengan rempah yang kita santap. Namun, rasanya tetap cocok di lidah kita,” katanya.
Secara geografis, terdapat sekitar 20 negara yang mengitari Laut Mediterania. Sejumlah pakar kuliner menyebut trinitas bumbu dasar yang mendefinisikan masakan Mediterania, yakni zaitun, gandum, dan anggur. Sekadar menyebut makanan yang paling populer dari kawasan itu adalah pasta, piza, gyro, kebab, dan falafel.
Mengapa gaya Amerika, menurut Chef Andri, karena negara itu merupakan wajah peleburan budaya di seluruh dunia. Jadi, dia berinovasi dengan bentuk sandwich, salad, juga steik dan sup.
Ketika buku menu diangsurkan, langsung terbit senyum saat membaca judul-judulnya. Ada yang disebut soup of yesterday, ocean to table—dengan coretan panjang pada tulisan tersebut—share the love, spare parts, tiny but mighty, dan end it with a bang.
Sebelumnya, Chef Andri juga berkesempatan menjelaskan bahan-bahan yang dipakainya untuk menu-menu tersebut. Di bagian depan restoran terdapat sebuah lemari peraga khusus tempat beberapa ekor ikan tergantung. Ikan tersebut diproses dengan teknik dry-aged.
”Itulah sebabnya no ocean to table. Kita coret,” katanya sambil tertawa.
Teknik dry-aged itu memungkinkan rasa daging ikan yang khas, matang kering tetapi lebih empuk dan gurih. Seperti dalam menu king fish, lembaran tipis ikan yang dimatangkeringkan selama tujuh hari terasa lebih gurih dan kenyal. Ditemani tomat ceri, zuchinni, adas, daun ketumbar atau coriander, biji ketumbar, dan basil vinaigrette, menu pembuka semacam salad ini terasa seimbang kesegarannya.
Gaya kebab
Menu pembuka lain menghadirkan cita rasa Italia, yakni tomatoes, berkat kehadiran keju burrata yang ringan dan lembut. Kesederhanaan olahan tomat ceri bersama arugula, citrus cinnamon vinaigrette, aged balsamic, dan crispy quinoa itu rupanya justru menggoda lidah untuk terus menyantap.
”Keju burrata itu dari Lombok (Nusa Tenggara Barat). Seorang Italia yang telah lama tinggal di sana yang membuatnya,” ujar Chef Andri.
Masih bergaya Italia dan berbahan ikan, dia menghadirkan menu salmon, dihidangkan dalam gaya kebab di atas risotto dilengkapi irisan cilantro (daun ketumbar) dan bawang merah besar. Chef Andri dengan sigap mencabut garpu tusukan besar pada salmon dan mempersilakan untuk menyantap. Salmon gurih segera berpadu dengan tajam cilantro dan risotto yang empuk.
Aneka olahan domba menegaskan rasa Mediterania yang disajikan di Animale. Salah satu menu andalan adalah lamb neck, yaitu bagian leher domba. Daging dipanggang selama tujuh jam sehingga menjadi sangat empuk. Seorang pramusaji memisahkan daging tersebut dari ruas tulang leher dengan sangat mudah. Suwiran daging kemudian dimakan ala sandwich, yakni dengan pita, romaine segar, acar baby carrot dan red onion, dilengkapi tiga macam cocolan: zough dari cilantro yang tajam, garlic yoghurt yang asam gurih, serta tahini.
Kejutan terbesar hadir dalam menu short rib tomahawk. Pastrami rub dipanggang selama 48 jam disantap bersama sauerkrauts buatan sendiri dari apel dan kubis merah, aioli yang juga buatan sendiri dari paprika asap dan zaitun, dan roti sourdough tipis yang bertekstur renyah.
”Ini sandwich pastrami gaya New York ala saya. Barbeque dan sandwich, it’s all about America,” ujar Chef Andri sembari memisahkan daging dari tulang besar.
Yang terlihat dari hasil memasak perlahan dan lama adalah daging merah muda dengan guratan lemak putih pucat di antaranya. Sungguh langsung meleleh di mulut. Dipadu dengan bagian luar yang gosong dan renyah, segar asam sauerkrauts, serta tajam biji mostar, pesta Amerika-Mediterania di atas lidah benar-benar dimulai.
Untuk cita rasa yang cenderung ke kawasan Maghribi bisa ditemukan dalam menu seperti mezze yang dihidangkan dalam rak tinggi ala kue-kue minum teh. Di bagian atas terdapat pita, di bawahnya terdapat lima cocolan, yakni hummus merah, hummus hijau, baba ganoush, labneh, dan acar zaitun.
Terbuka
Pengunjung bisa menyaksikan pembuatan roti pita di konter terbuka. Sebuah oven perapian terdapat di sudut restoran untuk memanggang piza dan pita. Begitu pula dengan proses pembuatan pasta. Ada setidaknya 19 jenis pasta yang ditawarkan di Animale dengan bentuknya yang menarik, mulai dari penne, fettucinne, fusili, tagliolini, garganelli, hingga ravioli. Terdapat sebuah mesin pembuat pasta dengan logam-logam pembentuknya terpajang di dinding.
Chef Andri memeragakan pembuatan pasta radiatore yang berbentuk spiral macam radiator dengan warna hijau dari sari daun bayam. Dia menerangkan bahwa pada beberapa bentuk pasta, bagian yang bertekstur kasar atau keriting tidak dibuat tanpa maksud tertentu. Bagian itu akan menangkap saus ataupun daging cincang sehingga tidak akan ada yang tersisa di atas piring. Dengan demikian, petualangan menyantap pasta benar-benar tuntas.
Perjalanan Amerika-Mediterania ditutup dengan apple pie baklava, yakni pai apel yang dibalut filo pastry renyah. Semacam baklava, makanan khas Turki. Ditambah es krim brown butter, sepertinya enggan kembali ke Jakarta lagi....