Sistem Informasi Penanggulangan Bencana DKI Rawan Terganggu
Jakarta sebenarnya sudah mengadopsi sistem informasi penanggulangan bencana yang diterapkan Jepang sejak 2011. Namun, sistem ini terganggu saat banjir yang melanda awal tahun 2020.
Oleh
Andy Riza Hidayat / Nikolaus Harbowo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem penanggulangan bencana (disaster information management system/DIMS) yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rawan terganggu. Gangguan ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem yang diadopsi dari Jepang sejak 2011. Akibatnya, penanggulangan sebelum bencana, saat bencana, dan sesudah bencana menjadi terhambat.
Sistem DIMS sempat terhenti pada 1 Januari 2020. Ini terjadi karena banyaknya informasi yang masuk melalui situs web Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, yaitu bpbd.jakarta.go.id. ”Kalau informasi masuk terlalu banyak, website kami down. Pada 1 Januari lalu, sistem kami down pada pukul 01.00 dini hari,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Iwan Ibrahim, Sabtu (11/1/2020), di Jakarta.
Akibat dari kejadian ini, masyarakat kesulitan mengakses sistem informasi di situs web BPBD DKI. Adapun penyebaran informasi ke seluruh unsur terkait dilakukan dengan cara manual. ”Kendala ini akan kami perbaiki. Tahun ini (2020) kami menambah kapasitas DIMS agar dapat menampung data lebih banyak,” kata Iwan.
DIMS adalah sistem penanggulangan bencana yang mengolah informasi dengan cepat dan akurat. Informasi ini diteruskan kepada pihak-pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan. Sistem ini disediakan oleh Fujitsu, perusahaan perangkat teknologi asal Jepang.
Dia melanjutkan bahwa DIMS yang dibuat Fujitsu untuk BPBD Jakarta diklaim memiliki setidaknya tiga fungsi utama, yakni transmisi peringatan dini berakurasi tinggi, pengambilan data dan prakiraan informasi bencana menjadi kian akurat, serta mempercepat proses pengambilan keputusan ketika bencana terjadi.
Manajer Departemen Public Sector Fujitsu Indonesia Imron Rosadi menjelaskan, sistem ini bekerja sesuai dengan standar bisnis proses proses penanganan kebencanaan. Sistem ini bisa membantu tahap prabencana, ketika bencana, dan penanganan setelah bencana. ”Di mana setiap langkah itu ada bagian tanggung jawabnya, baik di tingkat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun BPBD,” kata Imron.
Sistem DIMS juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat, misalnya berita resmi kejadian bencana, tinggi muka air, dan curah hujan. Sistem DIMS juga dapat menerima data dari instansi terkait, misalnya Dinas Pekerjaan Umum; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; serta unsur-unsur lain.
Sirene tidak berfungsi
Selain sistem DIMS, sebagian sirene penanda banjir di Jakarta juga tidak berfungsi saat banjir awal 2020. Sebanyak 14 sirene yang dikelola BPBD DKI rawan terganggu saat listrik padam. Kondisi ini memperberat upaya mitigasi banjir warga setempat saat potensi bencana itu datang.
Salah satu sirene yang tidak berfungsi itu ada di Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Sirene ini berada sekitar 15 meter dari badan Kali Ciliwung, berimpitan dengan Kantor Sekretariat RW 003. Sampai Sabtu (11/1/2020), warga setempat tidak tahu apakah sirene itu bisa beroperasi atau tidak. Iwan (47), warga setempat, meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera memperbaikinya.
”Sirene pernah berbunyi saat pertama dipasang tahun 2014. Suaranya kencang, terdengar sampai 2 kilometer dari lokasi. Tetapi, sekarang tidak kedengaran lagi,” kata Iwan kepada Kompas di sekitar lokasi sirene.
Perangkat sirene itu berupa empat pelantang suara bercat merah yang mengarah ke arah yang berbeda-beda.
Iwan dan warga setempat sangat membutuhkan sarana seperti itu untuk membantu penyelamatan warga. Tidak setiap hari warga siaga karena kesibukan aktivitas mereka. Karena itu, perlu ada bantuan perangkat sirene yang mengingatkan warga untuk melakukan penyelamatan saat potensi banjir itu ada.
Namun, Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Iwan Ibrahim menyanggah keterangan warga tersebut. Sirene di tempat itu tidak berbunyi bukan karena rusak, melainkan karena aliran listrik padam pada pengujung tahun di kawasan tersebut. Sirene yang seharusnya beroperasi ikut terdampak pemadaman listrik. ”Ini jadi catatan kami, bagaimana membuat sirene tetap bunyi saat lampu mati,” kata Iwan Ibrahim.
Sementara itu, di Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, sirene penanda banjir masih berfungsi. Bunyinya seperti sirene ambulans, diikuti dengan suara manusia di pelantang suara tentang peringatan dini air permukaan kali yang akan meningkat. Suara orang di dalam pelantang itu memberikan informasi bahwa permukaan Kali Ciliwung bakal naik. Dia mengimbau warga segera menyelamatkan diri.
Aditya (19), warga setempat, mengakui keberadaan sirene ini membantu warga menghindari dampak lebih buruk dari banjir yang sering melanda kawasan itu. Sebagian sirene masih berfungsi, tetapi bunyinya tidak diikuti dengan pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan warga dari banjir. ”Pas malam Tahun Baru (31 Desember 2019), peringatan sudah ada sejak pukul 14.00. Tetapi, ya, begitu saja, petugas tidak ada yang datang,” kata Aditya.
Keberadaan sirene ini menjadi perhatian serius Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Bunyi sirene menjadi bagian dari mitigasi yang sudah dikenalkan kepada warga. Seharusnya ada langkah-langkah yang diperlukan setelah bunyi sirene diterima warga. ”Tetapi, sepertinya langkah-langkah mitigasi itu tidak berjalan seperti yang diharapkan,” kata Kepala Pusat Pengendalian Operasi BNPB Bambang Surya Putra.
Lebih jauh lagi, Jakarta sebenarnya belum memiliki sirene penanda bahaya akan terjadinya banjir karena hujan lokal. Keberadaan sirene seperti ini dibutuhkan saat hujan lokal begitu lebat melanda Ibu Kota. Sebagaimana diberitakan, curah hujan di sejumlah tempat di Jakarta pada 31 Desember lalu terjadi di atas normal.
Secara terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengakui alat tersebut juga sempat berbunyi. ”Kalau kemarin (saat banjir), dengar (sirene), itu ada. Nah, tetapi, kalau mereka sudah tinggal di rumahnya, tetapi sudah terendam, kan, mau enggak mau harus mengungsi. Tentunya harus langsung mencari tempat yang aman,” ujar Juaini.
Juaini pun menjelaskan, selama ini peringatan banjir juga mengacu pada pintu air di Bendungan Katulampa, Bogor, Jawa Barat, hingga ke Manggarai. Jika sesuai dengan prosedur standar operasi, ketika di Bendungan Katulampa sudah menunjukkan status Siaga 4, Pemprov DKI harus mempersiapkan pompa untuk melakukan penyedotan air.
”Kami harus sudah mulai penyedotan di pompa masing-masing yang dilalui, Ciliwung, misalnya. Posisi yang lain juga seperti itu, kalau (Bendungan Katulampa) sudah Siaga 4, semua petugas itu harus sudah ada di lokasi masing-masing,” kata Juaini.