Sepanjang 2019, saat beragam upaya untuk meredakan ketegangan, membangun perdamaian, dan stabilitas, baik keamanan maupun ekonomi, seolah menemui beragam jalan buntu
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·2 menit baca
Memasuki tahun 2020, dunia semakin dibayangi ketidakpastian. Sepanjang 2019, saat beragam upaya untuk meredakan ketegangan, membangun perdamaian, dan stabilitas, baik keamanan maupun ekonomi, seolah menemui beragam jalan buntu.
Bahkan, saat memasuki minggu kedua bulan Januari ini, dunia dikejutkan dengan langkah unilateral Amerika Serikat di Irak yang berujung pada tewasnya Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Brigade Al-Quds, satuan elite Garda Revolusi Iran. Meski AS memiliki sejumlah alasan dan beberapa negara sekutu AS ”memahami” langkah itu, tindakan unilateral tersebut memicu eskalasi di kawasan, selain kian melanggengkan konflik yang telah berpuluh-puluh tahun ”bercokol” dalam relasi Iran-AS.
Setelah memakamkan Mayjen Soleimani, Iran membalas serangan AS. Dua kamp militer AS dan koalisinya di Irak dihajar rudal Iran. Tidak ada korban jiwa dari pihak AS ataupun koalisi dan situasi mereda. Namun, di luar dugaan, ada insiden yang menyebabkan 176 warga sipil, penumpang dan awak pesawat Boeing 737-800 dengan nomor penerbangan PS752 milik Ukraine International Airlines, rontok oleh rudal. Setelah beberapa hari membantah, Iran akhirnya mengakui pesawat itu ”tanpa sengaja” tertembak (Kompas, 12/1/2020).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mencatat, saat ini setidaknya ada lebih dari 70 juta warga dunia terpaksa meninggalkan rumah mereka. Salah satu pemicunya adalah konflik bersenjata.
Konflik, bagaikan sel kanker, terus memakan korban, tak peduli itu dari kalangan elite atau rakyat biasa. Yang pasti, konflik telah menempatkan hidup manusia ada dalam posisi berbahaya. Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mencatat, saat ini setidaknya ada lebih dari 70 juta warga dunia terpaksa meninggalkan rumah mereka. Salah satu pemicunya adalah konflik bersenjata.
Situasi yang tak kalah mengkhawatirkan juga mengiringi perseteruan AS dan China dalam isu perang dagang. Sebagaimana telah diketahui, pertarungan dua raksasa ekonomi dunia itu memengaruhi kinerja ekonomi global dan kian memperlambat pertumbuhan global.
Isu lain yang tidak kalah pelik adalah perubahan iklim. Banyak pemimpin dunia masih beranggapan bahwa beragam bencana yang saat ini terjadi tak terkait dengan isu itu. Mereka tetap berpegang pada kebijakan lama tentang energi. Beragam persoalan di atas menunjukkan betapa dunia masih akan menghadapi beragam tantangan yang semakin tidak mudah. Apalagi, dalam banyak persoalan, ada kecenderungan para pemimpin mengambil langkah-langkah unilateral.
Sikap itu, dikhawatirkan, akan melanggengkan konflik, instabilitas, serta ancaman terus-menerus pada perdamaian dan mengecilnya kesempatan untuk menghadirkan kemakmuran bagi lebih banyak penduduk bumi. Komunitas dunia tentu boleh berharap, para pemimpin dunia mengambil langkah sebaliknya, yaitu memperbesar peluang menyejahterakan warga dengan membangun kembali perdamaian dan menjaga stabilitas dunia.