Setelah 10 hari berlalu, Iran memberi sinyal akan mendukung deeskalasi ketegangan di Timur Tengah yang meningkat. Akan tetapi, kesediaan Amerika Serikat untuk bernegosiasi belum terlalu jelas.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
DUBAI, SENIN — Setelah 10 hari berlalu, Iran memberi sinyal akan mendukung deeskalasi ketegangan di Timur Tengah yang meningkat. Akan tetapi, kesediaan Amerika Serikat bernegosiasi belum terlalu jelas.
Pernyataan sepakat deeskalasi terungkap dalam pertemuan antara Presiden Hassan Rouhani dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani di Teheran, Irak, Minggu (13/1/2020). Kedua pemimpin setuju deeskalasi merupakan satu-satunya solusi atas krisis regional.
”Kami sepakat ... bahwa satu-satunya solusi untuk krisis ini adalah deeskalasi dari semua pihak dan dialog,” kata Tamim bin Hamad al-Thani.
Qatar merupakan tuan rumah pangkalan militer AS terbesar di kawasan itu. Namun, Qatar juga menjalin hubungan dekat dengan Iran dengan berbagi cadangan gas terbesar di dunia. Iran mendukung Qatar dengan menyediakan jalur udara dan darat setelah Arab Saudi dan sekutunya memboikot perdagangan dan transportasi terhadap Doha pada 2017.
”Kami telah memutuskan memiliki lebih banyak konsultasi dan kerja sama untuk keamanan seluruh wilayah,” kata Rouhani.
Dalam wawancara bersama CBS, Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, Trump masih bersedia berbicara dengan para pemimpin Iran. ”Kami bersedia duduk dan berdiskusi tanpa prasyarat baru untuk maju, serangkaian langkah, di mana Iran menjadi negara yang lebih normal,” ujarnya.
Senada dengan Esper, Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O’Brien kepada Fox News Sunday menyampaikan, kampanye tekanan maksimum oleh pemerintahan Trump melalui sanksi berhasil. Iran tidak akan memiliki pilihan lain selain bernegosiasi.
Namun, dalam sebuah unggahan Twitter pada Minggu (12/1/2020), Presiden AS Donald Trump menyatakan, negosiasi bergantung dari Iran. Ia juga menyertakan sejumlah syarat kepada Teheran, salah satunya adalah penghentian program nuklir yang menjadi pemicu ketegangan AS-Iran.
”Penasihat Keamanan Nasional mengatakan hari ini bahwa sanksi dan protes telah ’mencekik’ Iran, akan memaksa mereka untuk bernegosiasi. Sebenarnya, saya tidak peduli jika mereka bernegosiasi. Ini akan bergantung kepada mereka, tetapi tidak ada senjata nuklir dan ’jangan membunuh pengunjuk rasa Anda’,” kata Trump.
Pernyataan Trump merujuk pada aksi unjuk rasa yang dilakukan rakyat Iran atas kematian penumpang dan kru pesawat Boeing 737-800 komersial dari Ukraina. Pesawat itu membawa 167 penumpang dan sembilan kru dari sejumlah negara.
Qatar merupakan tuan rumah pangkalan militer AS terbesar di kawasan itu. Namun, Qatar juga menjalin hubungan dekat dengan Iran dengan berbagi cadangan gas terbesar di dunia.
Pesawat jatuh akibat Garda Revolusi Iran (IRGC) salah menembak ketika melakukan serangan balas dendam ke pangkalan militer yang dipimpin AS di Irak pada Rabu (8/1/2020). Pada 3 Januari 2020, AS membunuh Pemimpin Pasukan Quds Iran Mayor Jenderal Qassem Soleimani sehingga memanaskan situasi di Timur Tengah.
Situasi di Irak juga semakin kisruh karena warga menggelar aksi unjuk rasa penuh kemarahan dalam sebuah acara peringatan jatuhnya pesawat Ukraina di Amir Kabir University, Teheran. Warga menuntut pengunduran diri dan penuntutan pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Keamanan diperketat. Bahkan, pihak kepolisian menahan Duta Besar Inggris Rob Macaire yang menghadiri acara itu. Krisis diplomatik baru antara Iran dan Inggris pun muncul.
Tolak pernyataan
Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Rabiei menolak pernyataan Trump yang menyerukan dukungan bagi para pengunjuk rasa. Rakyat Iran akan mengingat Trump sebagai tokoh yang membunuh jenderal ternama Iran dan memberlakukan sanksi internasional yang mengganggu perekonomian Iran.
”Trump sedang menangis ’air mata buaya’ ketika menyuarakan keprihatinan bagi rakyat Iran,” ujar Rabiei.
Selama ini, Iran dengan tegas menolak bernegosiasi dengan AS terkait program nuklirnya. Penolakan itu akan berakhir apabila AS mencabut sanksi internasional larangan mengimpor minyak dari Iran yang berlaku setelah Washington menarik diri dari kesepakatan nuklir (JCPOA) pada 2018.
Adapun pada Minggu (12/1/2020), sejumlah roket menghajar Al-Balad, sebuah pangkalan udara di Irak. Serangan itu melukai dua personel Irak dan dua penerbang.
Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. AS sebelumnya menyalahkan serangan semacam itu terhadap kelompok pendukung Iran di Irak. (AFP/Reuters)