Jadwal kedatangan kapal tol laut tidak bisa dipastikan. Karena itu, pedagang tidak bisa mematok harga murah. Jika barang habis dan kapal belum datang, barang terpaksa didatangkan menggunakan kapal swasta yang ongkosnya lebih mahal.
KEPULAUAN SANGIHE, KOMPAS Pengusaha Gerai Maritim di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, mengeluhkan inkonsistensi waktu kedatangan kapal tol laut. Akibatnya, terjadi fluktuasi harga. Pemerintah kabupaten menagih janji pemerintah pusat melibatkan perusahaan pelayaran swasta untuk meningkatkan frekuensi kedatangan kapal.
Salah satu yang menyampaikan keluhan adalah Mario Seliang, pemilik PT Aras Mas Anugerah di Tahuna, agen Semen Tonasa untuk pengecer di Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud. Menurut dia, pasokan setiap bulan, termasuk 100 ton pada Desember 2019, didatangkan dengan tol laut.
Melalui layanan tol laut, Mario bisa menekan harga semen ke toko-toko pengecer menjadi Rp 68.000 per zak. Harga konsumen berkisar Rp 71.000-Rp 75.000. ”Di kecamatan yang jauh dari Tahuna biasanya ada tambahan harga Rp 6.000 per zak karena biaya transportasi,” katanya, Minggu (12/1/2020).
Namun, penekanan harga itu dia nilai tidak signifikan. Sebab, frekuensi kedatangan tol laut hanya satu kali sebulan tanpa tanggal kedatangan yang tetap. Jika pasokan menipis sebelum Kapal Logistik Nusantara 1 bersandar di Pelabuhan Tahuna, Mario terpaksa menggunakan layanan pelayaran swasta melalui Pelabuhan Bitung. Selain itu, kapasitas peti kemas 20 kaki (TEU) bermuatan 18,5 ton kurang efisien. ”Peti kemas swasta bisa muat lebih dari 25 ton,” katanya.
Hal senada dinyatakan Michael Thungari, Direktur PT Pancaran Berkat Mulia, agen Beras Bidadari dan produk Unilever. Ia mengandalkan tol laut karena biaya kirim per peti kemas dari Surabaya sampai ke gudang hanya Rp 12 juta, selisih sekitar Rp 10 juta dibandingkan dengan layanan swasta melalui Pelabuhan Bitung. ”Namun, kapal tol laut hanya sekali sebulan. Sementara kapal swasta di Pelabuhan Bitung datang setiap minggu. Jadi, kalau barang di gudang habis, kami pakai layanan peti kemas swasta,” kata Michael.
General Manager Swalayan Megaria Ambo Upe Rifin berharap kapal tol laut lebih konsisten datang pada tanggal sama setiap bulan. Jika kapal datang terlambat, dia kerap mendatangkan beras dan gula menggunakan kapal penumpang dari Manado. ”Pedagang butuh kepastian. Kalau begini, harga tidak bisa kami tekan murah sekali. Padahal, kami ingin kasih pelanggan harga murah,” katanya.
Di Megaria, gula dijual Rp 14.500 per kilogram, di atas harga acuan konsumen Rp 12.500 per kg. Di Pasar Towo’e, Tahuna, harga gula dari pemasok tol laut malah Rp 16.000 per kg. Beras premium berkisar Rp 12.500-Rp 13.000 per kg, mendekati harga eceran terendah Sulawesi, Rp 12.800 per kg.
Selama 2019, sebanyak 324 peti kemas didatangkan oleh 23 pedagang Gerai Maritim Kepulauan Sangihe. Terakhir, Kapal Logistik Nusantara 1 yang mengisi rute Surabaya-Makassar-Tahuna berlabuh pada 18 Desember membawa 61 peti kemas. Meski telah memesan barang untuk Januari 2020, tidak semua pedagang mengetahui kapan kapal akan berlabuh di Tahuna.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Sangihe Feliks Gaghaube mengatakan, perusahaan pelayaran swasta semestinya dilibatkan dalam tol laut. Hal ini telah disepakati dalam Rapat Koordinasi Nasional Perintis dan Tol Laut 2019, Maret, di Yogyakarta. ”Kesepakatannya, BUMN (PT Pelni) ambil 40 persen muatan, sementara swasta 60 persen. Namun, sampai sekarang hal itu tidak pernah terjadi,” katanya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Dirtjen Hubla Kemenhub Wisnu Handoko mengatakan, belum ada perusahaan pelayaran swasta yang berminat mengisi Surabaya- Makassar-Tahuna meski telah ditawarkan. Kepala Cabang PT Pelni di Tahuna, Hamdan Janis, memastikan kapal akan merapat pada Selasa (14/1). ”Kalau cuaca bagus dan ombak tidak tinggi, pasti akan datang sesuai jadwal,” katanya. (OKA)