Kementerian BUMN menginvestigasi masalah yang dialami Asabri. Sejauh ini, kementerian di bawah pimpinan Erick Thohir itu telah merencanakan perombakan manajemen di lembaga keuangan tersebut.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara menginvestigasi masalah yang dialami PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri. Sejauh ini, kementerian di bawah pimpinan Erick Thohir itu telah merencanakan perombakan manajemen di lembaga keuangan tersebut.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo saat ditemui di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1/2020), mengatakan, pihaknya sedang mengkaji investasi yang dinilai membuat PT Asabri merugi.
”Kami sedang mengkaji karena ada penurunan pada nilai investasi sahamnya yang bergerak terus. Kami sedang investigasi dengan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Belum diketahui kapan dimulainya (masalah ini), tapi kelihatannya sudah cukup lama,” tutur mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Persero Tbk tersebut.
Dengan masih berjalannya proses investigasi, Kementerian BUMN belum memikirkan opsi penyelesaian masalah di perusahaan yang mengelola dana perlindungan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI (Polri), dan pegawai negeri sipil (PNS) pada Kementerian Pertahanan tersebut.
Kartika berpendapat, penanganan yang akan diberikan kemungkinan akan berbeda dengan upaya penyelamatan perusahaan asuransi PT Asuransi Jiwasraya yang gagal membayar klaim polis bancassurance senilai Rp 12,4 triliun.
”(Untuk) Asabri belum ada opsi. Ini akan berbeda dengan Jiwasraya karena Asabri asuransi sosial, bukan asuransi pribadi. Jadi, penyelesaiannya tidak bisa dengan konteks kerja sama bisnis ke bisnis seperti Jiwasraya,” ujarnya.
Beberapa hari terakhir, Kementerian BUMN telah memanggil pihak manajemen Asabri untuk mendapat kejelasan mengenai kondisi Asabri. Menurut Kartika, perombakan manajemen pun akan dilakukan pada tahun ini untuk menyelesaikan akar masalah di perusahaan tersebut.
Sebelum masalah ini mencuat, pengamat bursa dan pendiri LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo, berpendapat, Kementerian BUMN seharusnya melakukan upaya-upaya preventif. Hal itu bisa dilakukan dengan mengecek portofolio investasi Asabri dan mengevaluasi saham dengan profil risiko tertentu.
Dalam setahun terakhir, Asabri tercatat berinvestasi pada 12 saham perusahaan. Sayangnya, mayoritas saham itu tidak memiliki performa yang baik. Saham tersebut antara lain PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL), dan PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR).
Kemudian, PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE), PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Island Concepts Indonesia Tbk (ICON).
”Saham tersebut belum dapat dikatakan wajar karena saham yang sekiranya memiliki status go public itu akhir-akhir ini belum diapresiasi publik melalui tingkat likuiditas transaksi jual dan beli yang optimal,” ujar Lucky.
Kementerian BUMN pun diharapkan memaksimalkan fungsi kedeputian yang ada, seperti Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko, untuk lebih cepat menyelidiki masalah di Asabri.
”Toh, kalau memang ada temuan, itu bisa jadi dasar masukan bagi BPK untuk melakukan investigasi,” ujarnya.
Dugaan korupsi
Selain masalah investasi, dugaan korupsi juga melingkupi. Pernyataan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Jumat lalu. Nilai korupsi diduga mencapai Rp 10 triliun.
Masalah korupsi pernah terjadi di Asabri. Mahkamah Agung pernah menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada pengusaha Henry Leo dan 5 tahun kepada mantan Direktur Asabri Subardja Midjaja (Kompas, 7/3/2009).
Keduanya terbukti mengorupsi dana Asabri pada 1995-1997 sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 410 miliar.