Kejaksaan Agung kembali memeriksa tujuh saksi terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sembari penyidikan berjalan, pemerintah menyiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Polis.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA/INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung kembali memeriksa tujuh saksi terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sembari penyidikan berjalan, pemerintah menyiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Polis.
Wakil Menteri Keuangan sekaligus anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ex officio Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menilai, Lembaga Penjamin Polis (LPP) mendesak dibentuk untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.
”Saat ini, proses pembentukan lembaga tersebut masih di taraf diskusi internal pemerintah,” ujarnya di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1/2019).
Pembentukan LPP telah diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi. Pasal 53 menjelaskan, perusahaan asuransi dan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.
Dalam pembentukan lembaga yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut, pemerintah perlu mendapatkan persetujuan DPR. ”Pembentukan LPP memerlukan payung hukum. Untuk membuat undang-undang, kita membutuhkan koordinasi dengan DPR dalam proses persetujuan,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, pengamat industri asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pembentukan LPP sebenarnya ditargetkan rampung pada 2017. Namun, pembentukan LPP saat itu terabaikan dan baru kembali bergaung belakangan ini saat dana investasi asuransi marak disimpan pada instrumen berisiko.
”Pemerintah dan otoritas terkesan lambat untuk bergerak. Situasi ini bagaikan menghubungi mobil pemadam kebakaran saat rumah sudah hangus terbakar,” ujarnya.
Proses hukum
Sementara itu, penyidikan kasus korupsi yang diduga merugikan negara senilai Rp 13,7 triliun terus bergulir. Hari ini, Kejaksaan Agung memeriksa tujuh saksi. Sebelumnya, sudah ada 27 saksi yang diperiksa. Sebanyak 13 orang pun dicegah ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menjelaskan, saksi yang diperiksa hari ini berasal dari Bursa Efek Indonesia (5 orang), perusahaan manajer investasi (1 orang), dan karyawan Jiwasraya (1 orang).
”Untuk materi pemeriksaan menjadi rahasia penyidik. Tetapi bisa dihubungkan, pemeriksaan saksi dari Bursa Efek Indonesia karena kasus ini terkait dengan perusahaan manajer investasi yang melantai di bursa,” ujarnya.
Dia melanjutkan, ada 13 perusahaan yang diduga terlibat dalam investasi Jiwasraya. Sebanyak delapan perwakilan perusahaan sudah diperiksa tim penyidik sebagai saksi.
Tim penyidik sudah menggeledah kantor perusahaan-perusahaan itu. Ada sejumlah dokumen dan komputer yang disita penyidik.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman meminta publik untuk bersabar. Penetapan tersangka belum bisa ditentukan karena banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk menelusuri fakta.
Awalnya, lanjut Adi, penyidik bersama lembaga terkait harus menyisir 5.000 lebih transaksi keuangan. Seiring dengan berjalannya penyidikan, jumlah transaksi yang harus diperiksa naik menjadi 55.000 transaksi.
”Tolong diberi kesempatan. Kami masih bekerja,” katanya.
Kejaksaan Agung menduga, Jiwasraya telah melakukan penyalahgunaan investasi dengan melanggar tata kelola perusahaan yang baik. Akibatnya, hingga Agustus 2019, potensi kerugian negara akibat kasus Jiwasraya mencapai Rp 13,7 triliun.