Tekanan hukum pada partai politik progresif di Thailand, Partai Masa Depan Maju, memicu unjuk rasa besar di Bangkok. Warga menginginkan pemerintahan yang lebih demokratis.
BANGKOK, MINGGUPuluhan ribu warga, Minggu (12/1/2020), berunjuk rasa menentang pemerintahan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. Mereka yang mendukung pengunjuk rasa mengacung-acungkan tiga jari yang menjadi simbol perlawanan gerakan prodemokrasi.
Dengan mengusung tema ”Run Against Dictatorship” dan mengenakan kaus bergambar karikatur wajah Prayuth, pengunjuk rasa membawa berbagai macam spanduk yang bertuliskan agar ”Uncle Tu”, panggilan akrab Prayuth, mundur dari jabatannya. Sementara itu, berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi ajang Run Against Dictatorship, pengunjuk rasa lainnya menggelar unjuk rasa tandingan. Mereka adalah pendukung Prayuth. Mereka menyerukan tema ”Walk to Support Uncle”.
Apabila merujuk ke belakang, PM Prayuth duduk di kursi pemerintahan setelah proses pemilihan umum Maret 2019. Pemilu tersebut digelar untuk memulihkan demokrasi di Thailand. Sebelumnya selama lima tahun Thailand berada di bawah junta militer yang pada 2014 mengudeta PM Yingluck Shinawatra.
Namun, banyak yang menganggap pemilu di Thailand itu penuh kecurangan. Aturan pemilu secara luas dilihat sebagai upaya untuk mendukung partai promiliter. Kritikus menilai, pemilu hanya menjadi ”pemanis” demokrasi, sementara kinerja ekonomi pemerintah yang lambat makin menumbuhkan rasa ketidakpuasan pada masyarakat Thailand.
Salah satu peserta dalam unjuk rasa antipemerintah, seorang pekerja kantor yang menjuluki diri sebagai Sakdinan, membawa sabit plastik untuk berpose sebagai Grim Reaper, simbol kematian. ”Semuanya sekarang lebih buruk,” kata Sakdinan yang mengenakan topeng. ”Ekonomi lebih buruk dan orang-orang menghadapi kesulitan, termasuk kebebasan berekspresi,” katanya.
Pemicu
Pemicu unjuk rasa kemarin adalah langkah pengadilan Thailand yang berniat membubarkan partai politik progresif yang kini sangat populer, Partai Masa Depan Maju. Partai itu sekarang menjadi kelompok terbesar ketiga di parlemen Thailand dengan 80 kursi. Agenda antimiliter mereka membuat banyak orang muda Thailand berbondong-bondong memilih partai tersebut. Ini merupakan tantangan bagi elite penguasa yang sangat konservatif.
Kenaikan popularitas partai tersebut kini membuatnya harus berhadapan dengan hukum, terkait Komisi Pemilihan Umum dan Mahkamah Konstitusi untuk sejumlah kasus dugaan pelanggaran hukum. Banyak orang berasumsi bahwa partai tersebut akan dinyatakan bersalah dan dibubarkan, kemungkinan dalam bulan ini.
Tokoh
Pemimpin Partai Masa Depan Maju, Thanathorn Juangroongruangkit, telah menjadi tokoh yang membangkitkan semangat di balik unjuk rasa yang terus berkembang di Thailand. ”Warga menunjukkan kesadaran yang besar tentang situasi politik,” kata Thanathorn, pengusaha yang kini menjadi politisi.
”Saya percaya bahwa Thailand dapat menjadi negara demokratis lagi. Langkah pertama, Jenderal Prayuth harus mundur. Warga berada di sini hari ini, ini adalah demonstrasi kemarahan rakyat,” katanya. Kegiatan unjuk rasa menuntut Prayuth mundur juga diselenggarakan di beberapa provinsi lainnya di Thailand pada hari Minggu kemarin.
Warga Bangkok, Waraporn Waralak (45), berharap agar situasi di Thailand menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dia menginginkan Prayuth mundur. ”Ini adalah unjuk rasa terbesar sejak kudeta,” kata Anusorn Unno, Dekan Fakultas Sosiologi dan Antropologi Universitas Thammasat, Bangkok.
Dia menambahkan, unjuk rasa ini tidak berbahaya karena itu mendorong partisipasi yang lebih besar daripada biasanya. (AP/REUTERS/AFP/LOK)