Penambangan ilegal kerap kali menjadi penyebab bencana. Manakala ada pihak yang berani menertibkannya, kita patut memberikan acungan jempol.
Ketegasan itu tengah diperlihatkan Kepolisian Daerah Maluku yang menyiapkan operasi penutupan tambang ilegal batu sinabar di Gunung Tembaga, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Tambang batu sinabar terbesar di Indonesia itu pernah ditutup pada 2017 atas perintah Presiden Joko Widodo. Namun, tambang itu beroperasi kembali dan memasok merkuri ke seluruh Indonesia (Kompas, Sabtu 11/01/2020).
Penambangan ilegal adalah kegiatan penambangan atau penggalian yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan yang tidak memiliki izin dan tidak menggunakan prinsip-prinsip penambangan yang baik dan benar. Tambang ilegal ini ada yang beroperasi di lahan yang belum diduduki pemegang izin resmi dan ada yang beroperasi di lahan milik perusahaan resmi.
Operasionalisasinya umumnya menafikan standar kelayakan sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, bahkan membahayakan jiwa para petambang. Sejumlah tambang ilegal bahkan diduga menjadi penyebab timbulnya bencana besar. Kasus terakhir, penambangan emas ilegal di Gunung Halimun, misalnya, diduga menjadi penyebab longsor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Keberadaan tambang ilegal ini sangat besar. Laode M Syarif saat menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyebutkan, dari total 10.000 izin tambang, 60 persennya pun bersifat ilegal. Namun, penindakan terhadap tambang ilegal itu dirasa sangat minim.
Kondisi ini tentu tidak membuat kita menjadi antipenambangan. Indonesia yang kaya akan tambang justru perlu dikelola dengan lebih baik sehingga bisa menyerap tenaga kerja dan mendatangkan devisa yang berkelanjutan, bukan menyisakan kerusakan dan kesengsaraan di kemudian hari. Aktivitas tambang yang mengeruk atau membongkar lapisan tanah permukaan justru harus diikuti pengelolaan yang sangat taat asas dan pengawasan yang ketat.
UUD 1945, Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 Ayat (3), menegaskan, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pada Ayat (4) juga ditegaskan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Hukum harus ditegakkan. Setiap orang yang melakukan usaha penambangan ilegal perlu dihukum berat. Pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 10 miliar tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada era pemanasan global ini, bumi justru menjadi semakin berharga. Bumi Nusantara perlu semakin dijaga agar bisa diwariskan untuk generasi mendatang.