Wacana Pelebaran Defisit APBN Harus Diimbangi Belanja Produktif
Kebijakan fiskal yang lebih ekspansif mutlak diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan fiskal yang lebih ekspansif mutlak diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen. Ekspansi fiskal dapat berupa relaksasi defisit anggaran dalam rangka menggenjot belanja produktif.
Beredar wacana relaksasi defisit APBN dari 3 persen produk domestik bruto (PDB) setiap tahun menjadi rata-rata 3 persen dalam 5 tahun. Wacana relaksasi mengemuka setelah sejumlah lembaga internasional memperingatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi semakin nyata pada 2020.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko berpendapat, kondisi perekonomian global semakin menantang. Relaksasi kebijakan moneter tidak mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi, seperti terjadi di Indonesia. Karena itu, dibutuhkan kebijakan fiskal yang proporsional.
”Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen dibutuhkan peranan fiskal yang proporsional, dalam arti pelebaran defisit harus betul-betul untuk belanja yang memiliki dampak berganda bagi ekonomi,” kata Prasetyantoko di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Bank Dunia dalam laporan prospek ekonomi global edisi Januari 2020 kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari 2,7 persen menjadi 2,5 persen. Revisi pertumbuhan ekonomi dilakukan pada hampir seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia dari 5,3 menjadi 5,1 persen tahun 2020.
Prasetyantoko mengatakan, pelebaran defisit APBN secara normatif dibutuhkan untuk mengungkit daya dorong ekonomi. Namun, realita saat ini pemerintah belum bisa mengelola anggaran secara efektif dan efisien. Penyerapan anggaran acap kali terkendala masalah koordinasi di kementerian/lembaga.
Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen dibutuhkan peranan fiskal yang proporsional, dalam arti pelebaran defisit harus betul-betul untuk belanja yang memiliki dampak berganda bagi ekonomi.
Pelebaran defisit APBN juga harus dipastikan mampu mendorong produktivitas dan daya saing sektor riil. Dengan demikian, pelebaran defisit akan dikompensasi dengan peningkatan penerimaan perpajakan. Jangan sampai pelebaran defisit hanya membebani APBN dan meningkatkan risiko fiskal masa depan.
”Pelebaran defisit APBN pasti meningkatkan profil risiko Indonesia karena penerbitan surat utang bertambah. Risiko itu harus ditangkal dengan belanja produktif,” ujar Prasetyantoko.
Pada 2020, pemerintah menetapkan defisit APBN Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen PDB. Defisit APBN dibatasi maksimal 3 persen PDB sesuai peraturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Pembatasan defisit APBN untuk mengantisipasi krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997-1998.
Dibandingkan dengan negara tetangga, pada 2018, defisit anggaran Malaysia 3,59 persen PDB, Vietnam 4,72 persen, Jepang 3,17 persen, China 4,82 persen, India 6,4 persen, dan Thailand 0,25 persen. Adapun defisit anggaran Indonesia pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 1,76 persen PDB.
Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, banyak negara tidak memiliki peraturan batasan defisit anggaran. Aturan defisit anggaran sebesar 3 persen yang diterapkan Indonesia mengacu sistem Uni Eropa. Padahal, beberapa negara Uni Eropa memiliki defisit lebih dari 3 persen.
Kondisi ekonomi
Yose menambahkan, APBN dalam jangka pendek harus tetap ekspansif selama kondisi ekonomi global tumbuh melambat. Karena itu, pelebaran defisit anggaran disarankan untuk memperkecil dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Defisit APBN di atas 3 persen bukan masalah asalkan hati-hati.
”Indonesia bagus mempunyai disiplin fiskal, tetapi terlalu restriktif. Kesesuaian dengan kondisi ekonomi harus mulai dipikirkan,” ujar Yose.
Wacana relaksasi defisit APBN menjadi rata-rata 3 persen PDB dalam lima tahun dinilai memungkinkan. Kebijakan defisit APBN tetap harus mempertimbangkan kondisi ekonomi. Pemerintah bisa menekan defisit di bawah 2 persen PDB apabila risiko-risiko perlambatan ekonomi mereda.
Dikonfirmasi perihal relaksasi defisit APBN, Senin, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh mengatakan, sejauh ini belum ada kajian terkait pelebaran defisit anggaran menjadi rata-rata 3 persen PDB dalam 5 tahun. Pemerintah masih menerapkan aturan lama.
Disiplin fiskal salah satu keunggulan Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Defisit yang dijaga di bawah 3 persen PDB untuk menjaga kepercayaan investor. Disiplin fiskal menjadi pertimbangan lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P), Fitch Ratings, dan Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, peranan kebijakan fiskal saat ini sudah tepat, pruden, dan dijaga dengan baik. Sejauh ini arahan Presiden Joko Widodo tidak akan melakukan perubahan defisit APBN. Pemerintah masih mengacu aturan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.