Warga Gugat Gubernur DKI karena Dianggap Lalai Antisipasi Banjir
Sebanyak 243 warga mengajukan gugatan ”class action” ke Gubernur DKI atas banjir di Jakarta yang melanda awal tahun 2020. Mereka menganggap Gubernur lalai mengantisipasi terjadinya banjir saat itu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Warga menggugat Gubernur DKI Jakarta atas kelalaian mengantisipasi banjir di Jakarta awal tahun 2020. Kelalaian itu menyebabkan kerugian materiil bagi warga. Gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020) atas nama 243 warga.
Mereka tergabung dalam Tim Gugatan Class Action Banjir DKI 2020 yang menjadi pihak penggugat dengan total kerugian Rp 42,3 miliar. Nilai kerugian terkecil sebesar Rp 498.000, sedangkan nilai kerugian terbesar mencapai Rp 8,7 miliar. Kerugian ini di luar nilai kerugian yang dialami pengusaha mencapai Rp 1,045 triliun.
Salah seorang penggugat, Rudi Iskandar (43), warga Gading Griya Lestari, Jakarta Utara menilai sebelum banjir 1 Januari lalu, tidak ada peringatan dini yang diinformasikan oleh pemerintah kepada warga. Pasca-banjir, warga juga tidak menerima bantuan dari pemerintah daerah. "Tak ada peringatan langsung dari pemerintah. Kebetulan, di kompleks (perumahan), ada grup Whatsapp. Ada warga yang selalu memberi informasi," ujar Rudi.
Sebelumnya, banjir setinggi 50 sentimeter melanda Perumahan Gading Griya Lestari, Jakarta Utara. Rudi mengaku mengalami kerugian sekitar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta akibat banjir tersebut. Kerugian itu meliputi kerusakan mesin cuci, kulkas, motor, dan bahan-bahan kain konveksi.
Korban banjir lain, Suminem Patmoswito (60), warga asal Pesanggrahan, Jakarta Selatan menyampaikan, sebelum banjir melanda, dia sama sekali tidak mendengar peringatan banjir. Seharusnya, menurut dia, Pemerintah Provinsi DKI belajar dari peristiwa banjir pada 2007 lalu. "Air cepat sekali tinggi. Ada luapan Kali Pesanggrahan. Setelah banjir surut, bantuan juga sama sekali tak ada," tutur Suminem.
Tinggi banjir di kawasan rumah Suminem bisa lebih dari 1 meter. Sumimem menyebut, banjir tersebut telah merendam seluruh barang dagangannya dengan total kerugian ratusan juta rupiah. "Harapan saya itu, ke depan, mohon perhatian khusus dari pemerintah untuk warga-warga yang tinggal di dekat kali. Itu harus mendapat peringatan," kata Suminem.
Kuasa hukum para penggugat, Alvon Kurnia Palma, menjelaskan, alasan pemilihan Gubernur DKI sebagai pihak tergugat karena banjir yang terjadi di Jakarta pada pergantian tahun 2020 (31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020), merupakan banjir lokal. Pemerintah DKI seharusnya memahami topografi di daerahnya dan sigap memberi peringatan dini kepada warga yang tinggal di kawasan rawan banjir.
"Nyatanya, warga yang tinggal di kawasan cekungan atau dekat kali tidak diberi peringatan. Kalau memang tahu di sana rawan banjir, seharusnya respon pemerintah daerah bisa cepat," ucap Alvon.
Atas dasar itu, Alvon menilai, Gubernur DKI lalai menjalankan kewajibannya untuk memberi peringatan dan bantuan darurat kepada korban banjir seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Sementara itu, secara terpisah, Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana mempersilakan warga mengajukan gugatan karena itu merupakan hak setiap orang. Pihaknya pun siap untuk menghadapinya.
"Kami sudah siapkan tim hukum. Kalau memang perlu tenaga ahli, kami akan pakai tenaga ahli, tergantung apa yang nanti kami perlukan. Kami lihat dulu gugatannya, nanti kami kaji. Mereka gugat apa, apa yang mereka ganti rugi, dasarnya apa, kerusakannya apa," tutur Yayan.