Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, menerima gelar doktor kehormatan dari ITB. Anugerah itu diharapkan menjadi awal gerakan nasional produktivitas menyongsong bonus demografi pada 2030.
Oleh
TAM dan HAR
·3 menit baca
Jusuf Kalla menerima gelar doktor kehormatan dari ITB. Anugerah itu diharapkan menjadi awal gerakan nasional produktivitas menyongsong bonus demografi.
BANDUNG, KOMPAS — Inovasi yang meningkatkan produktivitas menjadi kunci pembangunan. Negara dengan produktivitas tinggi akan mampu memproduksi barang dan jasa yang melebihi kebutuhannya. Selisih antara produksi dan konsumsi memungkinkan menjadi investasi yang mendongkrak produktivitas dan meningkatkan kemakmuran.
Dalam orasinya, saat menerima anugerah doktor honoris causa bidang produktivitas dan teknologi industri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), di Bandung, Jawa Barat, Senin (13/1/2020), mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan pentingnya inovasi mendorong produktivitas bagi kesejahteraan bangsa.
Pemberian gelar doktor kehormatan itu merupakan yang ke-14 bagi Kalla. Sebelumnya, ia menerima dari Universitas Malaya, Universitas Soka, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Syiah Kuala, Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, Universitas Hiroshima, Universitas Andalas (dua kali), Universitas Rajamangala, Universitas Muslim Indonesia, dan Universitas Islam Negeri Alauddin.
Kalla mengatakan, kekayaan alam bukan jaminan kemakmuran. Banyak negara dengan sumber daya alam melimpah, tetapi gagal menyejahterakan rakyat. Sebaliknya, sejumlah negara maju justru memiliki kekayaan alam terbatas. ”Kekayaan alam sering membuat suatu bangsa terjebak dalam kebijakan salah dan konflik berkepanjangan. Mereka fokus pada upaya mengeksploitasi, tetapi lupa inovasi,” ujarnya.
Menurut Kalla, pengalamannya di dunia bisnis, politik, dan pemerintahan secara langsung atau tidak langsung terkait dengan upaya produktivitas. ”Saya pun menyadari, ternyata slogan yang selalu saya ucapkan ’lebih cepat lebih baik’ adalah esensi produktivitas,” kata Wapres ke-10 dan ke-12 RI itu.
Di balik pengalaman itu, Kalla mendapat pembelajaran. Selain pentingnya keberanian dan ketegasan berinovasi, juga kualitas sumber daya manusia, manajemen dan pengetahuan, serta peranan perguruan tinggi, kewirausahaan, dan wisdom.
Inovasi untuk meningkatkan produktivitas, menurut Kalla, tak boleh berhenti. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan menjadi syarat mutlak mendorong produktivitas.
”Ayah saya, almarhum Haji Kalla, pernah berpesan agar perusahaan mendatangkan manfaat dengan produk berfaedah. Tak hanya bagi pekerja, juga negara melalui pajak dan dividen. Berbisnis harus jadi ibadah untuk berbagi rezeki, membantu sesama, dan membayar zakat yang tepat,” tutur Kalla.
Lebih jauh, Kalla menceritakan berbagai inovasi saat berkarier di pemerintahan dan swasta, mulai dari merintis PT Bukaka pada 1980-an dengan mendorong inovasi teknologi garbarata, konversi energi dari minyak tanah ke elpiji, pembangunan Bandara Kualanamu dan Makassar. Inovasi lainnya adalah Kalla merealisasikan panser untuk TNI produksi Indonesia, PLTA, dan penyelenggaraan Asian Games 2018.
Sebelumnya, ketua tim promotor doktor, Prof Abdul Hakim Halim, mengatakan, Kalla banyak berinovasi saat berkarier di pemerintahan dan swasta. ”Berdasarkan karya-karya inovatif itu, tim promotor berkesimpulan Jusuf Kalla sangat layak mendapat doktor kehormatan dari ITB di bidang produktivitas,” ujarnya.
Rektor ITB Kadarsah Suryadi berharap penganugerahan gelar itu dapat menjadi awal dari gerakan nasional produktivitas menyongsong bonus demografi 2030. Gerakan itu memerlukan kolaborasi semua pihak, dari pemerintah, pengusaha, pekerja, dan masyarakat.
Pantas dianugerahi
Sekretaris Wapres M Oemar secara terpisah menambahkan, Kalla pantas mendapat anugerah itu karena apa yang dilakukannya terkait dengan inovasi dan kreativitas baru dalam kebuntuan birokrasi.
”Juga inovasi di bidang birokrasi moratorium pengangkatan calon pegawai negeri sipil dan pembangunan gedung-gedung baru asal mendapat izin presiden,” kata Oemar.