Kabupaten Lebak Perpanjang Tanggap Darurat Dua Pekan
Penanganan bencana di Kabupaten Lebak, Banten perlu dilanjutkan. Karenanya pemerintah setempat memperpanjang status tanggap darurat bencana hingga 28 Januari 2019.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kabupaten Lebak, Banten, memperpanjang status tanggap darurat bencana hingga 28 Januari 2019 atau selama dua pekan. Sebab, masih ada daerah yang sulit dijangkau dan akses antar wilayah belum sepenuhnya pulih.
Sebelumnya status tanggap darurat berlaku mulai 1-14 Januari. Selama masa itu, Pusat Pengendalian dan Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat sepuluh orang meninggal, satu hilang, 5.139 pengungsi, dan 11.656 orang terdampak bencana serta 1.410 rumah rusak berat, 521 rusak ringan, 1.110 rumah terendam, tiga sekolah tersapu banjir, 19 sekolah rusak, dan 28 jembatan putus (dua jembatan permanen dan 26 jembatan gantung).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lebak Kaprawi dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/1/2020) memastikan bahwa masa tanggap darurat diperpanjang selama dua pekan setelah rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait. "Perlu memperpanjang masa tanggap darurat agar penanganan pasca bencana lebih maksimal. Penanganan harus secara bertahap dan masih banyak warga nengungsi," kata Kaprawi.
Kendala yang dihadapi pasca bencana, antara lain akses jalan antar kecamatan, desa, dan poros desa yang belum sepenuhnya normal walaupun bisa diakses dengan berjalan kaki. Setidaknya, kata Kaprawi, Kampung Muara sampai Gunung Julang, Kecamatan Lebakgedong masih sulit diakses. Kendati demikian, ia memastikan bahwa logistik berupa kebutuhan dasar dan kesehatan sudah tersalurkan.
Untuk itu, masa perpanjangan tanggap darurat akan dimaksimalkan untuk membuka akses kendaraan roda empat ke daerah yang sulit dijangkau. "Juga perlu disiapkan sekolah darurat termasuk pendukung kegiatan belajar-mengajar. Walaupun di tenda darurat, belajar-mengajar tidak boleh terhenti," ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Lebak, setidaknya tiga sekolah (Sekolah Dasar Negeri 1 dan 2 Banjar Irigasi dan Sekolah Dasar Negeri 4 Lebakgedong) hilang tersapu banjir dan material longsor, dan 19 sekolah dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas rusak.
Oleh karena itu, siswa-siswi yang sekolahnya rusak dan terisolasi diliburkan selama dua pekan. "Mereka diliburkan sembari disiapkan sekolah darurat. Sementara yang tidak terdampak tetap berjalan seperti biasa," kata Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya.
Sampai hari ke-13 pasca bencana, pengungsi mulai berangsur kembali ke rumah masing-masing. Akan tetapi, mereka diingatkan agar mewaspadai potensi bencana susulan.
"Pengungsi yang rumahnya rusak ringan hingga sedang sudah mulai kembali ke rumah. Tetapi mereka masih kembali ke pengungsian karena masih ada rasa takut ketika hujan mengguyur," kata Kaprawi. Kepada mereka diimbau untuk segera melakukan evakuasi mandiri saat hujan mengguyur. Petugas dan relawan disiagakan untuk membantu evakuasi.
Sementara itu, BPBD Lebak masih memverifikasi dan memvalidasi rumah yang rusak berat untuk dibuatkan hunian tetap. Menurut Kaprawi, setelah verifikasi dan validasi, pemerintah pusat melalui BNPB akan menindaklanjuti pembangunan itu.
Pemilik rumah akan mendapat bantuan dana Rp 10.000.000 untuk rumah rusak ringan, Rp 25.000.000 untuk rumah rusak sedang, dan Rp 50.000.000 untuk rumah rusak berat.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, tidak ada pembangunan hunian sementara bagi korban banjir dan longsor. Kepada mereka akan diberikan uang Rp 500.000 per bulan untuk sewa indekos atau rumah. "Sambil menyewa, kami akan membangun hunian tetap. Targetnya pengerjaan hunian tetap selama enam bulan," kata Doni.