Harun Masiku, tersangka dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR. diminta menyerahkan diri dan kembali ke Indonesia. KPK pun meminta bantuan interpol untuk menangkap yang bersangkutan.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi segera meminta bantuan Interpol, dalam hal ini melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menangkap Harun Masiku, bekas calon anggota legislatif dari PDI-P. Harun yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR terakhir diketahui meninggalkan Indonesia menuju Singapura.
”KPK segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB (National Central Bureau) Interpol. Saya kira untuk penjahat koruptor tidak akan sulit ditemukan,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Senin (13/1/2020) malam, di Jakarta.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/1/2020), Harun diimbau menyerahkan diri. Namun, hingga saat ini hal itu belum dilakukannya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Arvin Gumilang mengatakan, Harun terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020) pukul 11.00.
Ia berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, menuju Bandara Changi, Singapura. ”Sampai saat ini belum ada kabar apakah Harun sudah kembali ke Indonesia. Kami belum cek lagi dan besok akan kami update,” ujar Arvin.
KPK segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB (National Central Bureau) Interpol.
Pengajar hukum internasional di Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, melalui kerja sama dengan NCB-Interpol, dapat diterbitkan red notice. Surat dikeluarkan oleh Interpol Pusat di Lyon, Perancis, kemudian diumumkan ke semua negara anggota Interpol yang berjumlah 194 negara, termasuk Indonesia. Red notice merupakan surat pemberitahuan untuk mencari, menangkap, dan menahan tersangka, terdakwa, atau terpidana kasus pidana untuk diserahkan kepada negara yang meminta.
Selain Harun, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah komisioner KPU, Wahyu Setiawan, Saeful Bahri (staf Setjen PDI-P), dan Agustiani Tio Fridelina (anggota Bawaslu 2008-2012). Tiga tersangka tersebut saat ini sudah ditahan oleh KPK.
Dugaan suap dalam kasus ini bermula dari ada keinginan agar Harun dapat menggantikan posisi Nazarudin Kiemas, caleg terpilih PDI-P dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, sesuai keputusan KPU, yang seharusnya menggantikan Nazarudin adalah Riezky Aprilia yang mendapat suara 44.402. Harun yang nomor urut kelima memperoleh suara 5.878. Dengan mengacu UU Pemilu, KPU lalu menetapkan Riezky untuk mengisi kursi Nazarudin Kiemas.
Sita dokumen
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik KPK telah menyita beberapa dokumen hasil penggeledahan di ruang kerja Wahyu yang berlokasi di mes Bank Indonesia di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Penggeledahan dilakukan selama lebih kurang sembilan jam.
Rumah dinas Wahyu di Jalan Siaga Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, juga digeledah. Dari kedua tempat itu disita beberapa dokumen penting yang diduga terkait rangkaian perbuatan para tersangka. ”Nanti kami konfirmasi kepada para saksi yang akan dihadirkan,” ujar Ali.
Saat ditanya apakah tim penyidik akan menggeledah kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI-P, Ali menyatakan belum bisa menjawab lokasi mana yang juga akan digeledah KPK. ”Nanti kami akan infokan lebih lanjut,” katanya. Ali pun memastikan meski ada jangka waktu empat hari dari penetapan tersangka hingga penggeledahan, tim penyidik KPK memiliki strategi. KPK punya target apa yang harus didapatkan dari penyidikan.
Terkait pertimbangan PDI-P mendukung Harun agar ia menduduki posisi Nazarudin Kiemas di DPR, Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, ”Pertimbangan itu tentu jadi rahasia kami dalam konteks pertimbangan strategis partai. Itu hal biasa.”
Saat ditanya lebih lanjut tentang pertimbangan memilih Harun, Basarah menerangkan bahwa urusan pergantian Harun ditangani oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. ”Rahasia dapur itu. Nah, rahasia dapurnya bagaimana, yang konsen di konteks ini, kan, sekjen partai, saya ketua bidang luar negeri. Jadi, informasinya bisa ditanyakan ke sana,” ucap Basarah.
Terkait kedekatan Hasto dan Harun, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat menjawab, informasinya tak bisa disampaikan ke publik. ”Ada pertimbangan subyektif partai memberi suara kepada Harun, dan ini bukan kasus pertama. Sebelumnya juga pernah ada presedennya, PAW bukan caleg dengan suara terbanyak berikutnya,” kata Djarot.
Menyusul pengunduran diri Wahyu setelah jadi tersangka, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadwalkan sidang pemeriksaannya pada Rabu (15/1/2020). Anggota DKPP, Ida Budhiati, mengatakan, pihaknya sudah memverifikasi aspek formal dan materiil pengaduan Badan Pengawas Pemilu.
Hasil verifikasinya, DKPP menyatakan memenuhi aspek formal dan materiil. DKPP pun meminta dukungan KPK agar DKPP dapat memeriksa Wahyu sebagai teradu atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.