Menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2020, partai-partai politik mulai memetakan kekuatan masing-masing. Sejumlah partai yang bisa mengusung calon kepala daerah sendiri tetap menjajaki peluang menarik partai lainnya.
Oleh
Agnes Theodora dan Dhanang David Aritonang
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2020, partai-partai politik mulai memetakan kekuatan masing-masing. Sejumlah partai yang sebenarnya bisa mengusung calon kepala daerah sendiri tetap menjajaki peluang menarik partai lain untuk berkoalisi. Jika tidak dibatasi, kondisi ini bisa berujung pada munculnya pasangan calon tunggal di daerah-daerah.
Berdasarkan data konfigurasi kekuatan politik partai-partai yang dipetakan Litbang Kompas, dari total 270 daerah peserta Pemilihan Kepala Daerah 2020, ada 85 daerah di mana PDI-Perjuangan bisa mengusung pasangan calon sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain. PDI-P menjadi partai yang paling banyak memiliki modal kursi di daerah peserta pilkada.
Kemarin, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Arif Wibowo mengatakan, dari 85 daerah itu, PDI-P telah memetakan sebanyak 44 daerah di mana PDI-P berpotensi menang tanpa berkoalisi. Meski demikian, partai juga masih menunggu peta politik di lapangan dan potensi koalisi dengan partai lain.
Oleh karena itu, PDI-P pun tengah menjajaki komunikasi dengan partai lain untuk berkoalisi. “Dinamika dan peta politik perlu dicermati. Partai tidak bisa menang sendirian, kami harus merangkul sebanyak mungkin pihak,” katanya.
“Kalau bisa sendiri, ya sendiri. Tetapi, ini kan untuk jangka panjang, jadi pertimbangan untuk menarik rekan kerja dalam dunia politik itu perlu dipertimbangkan”
Di urutan kedua, ada Partai Golkar yang mampu mengusung calon sendiri di 56 daerah. Meski bisa berlayar solo tanpa bantuan partai lain, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengatakan, Golkar masih akan mencari tambahan partai lain untuk berkoalisi. “Kalau bisa sendiri, ya sendiri. Tetapi, ini kan untuk jangka panjang, jadi pertimbangan untuk menarik rekan kerja dalam dunia politik itu perlu dipertimbangkan,” katanya.
Hal serupa juga dijumpai di Partai Nasdem, yang perolehan kursinya di 26 daerah sudah memadai untuk mengusung calon sendiri tanpa perlu berkoalisi. Menurut Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Saan Mustopa, koalisi dibutuhkan untuk mencari calon wakil kepala daerah terhadap calon kepala daerah yang sudah diusung Nasdem.
Koalisi bukan hanya semata-mata dibutuhkan untuk memenuhi syarat pencalonan, yakni partai atau gabungan partai harus memiliki sedikitnya 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan legislatif DPRD di daerah yang bersangkutan. Hal itu diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Namun, ujar Saan, koalisi juga dibutuhkan untuk memperkuat dukungan politik di legislatif daerah untuk mendukung berjalannya pemerintahan daerah. Saat ini, DPP Partai Nasdem tengah menyisir dan memetakan kekuatan politiknya di daerah-daerah untuk menentukan daerah mana yang memerlukan rekan koalisi dan mana yang tidak.
“Untuk daerah-daerah yang kami mampu mengusung calon sendiri, tidak perlu memborong banyak partai. Cukup menambahkan satu atau tuda partai saja, yang penting syarat terpenuhi,” kata Saan.
Pragmatis
Konfigurasi politik di daerah serta kecenderungan partai-partai yang ingin merangkul sebanyak mungkin teman koalisi bisa berujung pada munculnya calon tunggal jika tidak diantisipasi. Ini sejalan dengan Badan Pengawas Pemilu yang telah memetakan sejumlah persoalan untuk Pilkada 2020, salah satunya adalah potensi munculnya calon tunggal.
Dominasi sejumlah partai di sejumlah daerah menjadi salah satu faktor kemungkinan munculnya calon tunggal. Untuk menghindari hal itu terjadi, partai-partai lain diharapkan membuat koalisi sendiri agar muncul calon lain.
Beberapa daerah, seperti sejumlah kabupaten di Bali, misalnya berpotensi muncul calon tunggal karena kuatnya dominasi PDI-P di sana. Demiikian juga di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, berpotensi muncul calon tunggal karena dominasi kursi PDI-P di DPRD setempat, serta kemungkinan Partai Golkar yang memiliki kursi terbanyak kedua untuk merapat ke PDI-P.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, ada kecenderungan meningkatnya jumlah calon tunggal dalam pilkada pada 2015 hingga 2018. Pada 2015, dari 269 daerah yang menggelar pilkada serentak, ada tiga daerah yang menggelar pilkada dengan calon tunggal. Jumlah calon tunggal meningkat di Pilkada 2017. Dari 101 daerah peserta pilkada, sembilan di antaranya memiliki calon tunggal.
Rata-rata calon tunggal di daerah itu berstatus petahana dan memiliki elektabilitas tinggi sehingga partai berbondong-bondong mendukung calon tersebut meski sebenarnya mampu mengusung calon sendiri.
"Dalam proses pencalonan pilkada, partai-partai cenderung pragmatis dan lebih mengedepankan kepastian menang lewat dukungan politik yang maksimal dari partai-partai lain"
Direktur Eksekutif untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, dalam proses pencalonan pilkada, partai-partai cenderung pragmatis dan lebih mengedepankan kepastian menang lewat dukungan politik yang maksimal dari partai-partai lain.
Partai cenderung tidak memaksimalkan kemampuannya yang sudah memenuhi syarat modal pencalonan dan berkontestasi secara kompetitif. Potensi munculnya satu pasangan calon di daerah bersangkutan pun dimungkinkan.
Fenomena calon tunggal merugikan masyarakat karena tidak diberikan opsi untuk memilih calon pemimpin yang terbaik. Persoalan ini juga merupakan ekses dari masalah kaderisasi di partai dan minimnya calon yang mumpuni di internal partai untuk menjadi calon pemimpin.
“Partai-partai tidak sepenuhnya yakin dengan kader yang akan ia usung, sebab bisa saja kadernya itu tidak punya nilai jual yang tinggi di masyarakat. Jadi, kualitas kader yang dimiliki partai juga berkontribusi membuat sikap pragmatis partai,” kata Titi.
Editor:
suhartono
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.