Pemerintah Hibahkan Puluhan Miliar untuk Usaha Rintisan
Pemerintah menghibahkan puluhan miliar rupiah pada 2020 untuk beragam perusahaan rintisan. Stimulus ini diberikan guna mendorong pertumbuhan perusahaan rintisan yang dapat memenuhi kebutuhan industri 4.0.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Pemerintah menghibahkan puluhan miliar rupiah pada 2020 untuk beragam perusahaan rintisan. Stimulus ini diberikan guna mendorong pertumbuhan perusahaan rintisan yang dapat memenuhi kebutuhan industri 4.0.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, bantuan diberikan karena setiap usaha rintisan atau yang biasa disebut start up setidaknya memerlukan modal ratusan juta rupiah.
”Untuk tahun ini angkanya puluhan miliar, dibagi untuk berbagai start up. Kami punya program sehingga siapa pun yang punya aplikasi untuk dikembangkan dapat eligible (memenuhi syarat). Hibah sudah dianggarkan, bahkan sudah disiapkan untuk 2021,” tuturnya, Selasa (14/1/2020).
Ditemui seusai acara Apple Graduation, yang merayakan kelulusan 194 penerima beasiswa pengembangan peranti lunak Apple Academy, Bambang mengatakan, hibah itu sangat mungkin diberikan kepada lulusan yang telah menghasilkan 36 aplikasi siap pakai.
Apple Academy yang diselenggarakan perusahaan teknologi Apple Inc dan Binus University itu memberikan pelatihan gratis selama sembilan bulan bagi kalangan pelajar dan umum yang terseleksi dari sejumlah wilayah di Indonesia.
Dalam acara wisuda tersebut, dihadirkan lima tim terbaik yang menghasilkan lima aplikasi untuk berbagai solusi sosial dan ekonomi. Masing-masing tim, yang terbentuk atas peserta individu, diberi waktu untuk menciptakan aplikasi selama tiga bulan. Beberapa aplikasi sudah dapat diunduh di aplikasi layanan Apple Store.
Salah satu tim menciptakan aplikasi bernama Qiroah, aplikasi untuk belajar membaca Al Quran sesuai kaidah yang ditetapkan. Setelah sebulan diluncurkan, aplikasi itu sudah diunduh sekitar 150 pengguna, tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga Singapura, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.
Ada juga Leastric, aplikasi untuk memantau dan mengontrol penggunaan listrik di rumah. Namun, tidak hanya menggunakan aplikasi, sistem itu bekerja dengan memanfaatkan perangkat berbasis IoT (internet untuk segala), sensor, hingga steker pintar yang dapat terhubung ke ponsel melalui Wi-Fi.
”Kami rencanakan proyek ini untuk dikomersialkan,” kata Business Development Leastric Marilyn Yusnita Devi Parhusip.
Ke depan, mereka berencana membuat alat-alat untuk mendukung sistem secara mandiri yang akan dijual sepaket dengan aplikasi. Untuk pengembangan tersebut, mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
SDM berkapabilitas
Presiden Pendidikan Tinggi Binus Stephen Wahyudi Santoso pada acara yang sama mengatakan, Indonesia membutuhkan orang-orang yang mampu menciptakan solusi untuk kehidupan keseharian. Solusi itu harus bisa diciptakan dengan menggunakan teknologi yang terus berkembang dan dimanfaatkan masyarakat.
”Di era transformasi digital, bisnis harus bertransformasi dengan mengedepankan digital dan teknologi. Hal ini tentu butuh sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi tinggi, mampu melakukan riset komprehensif untuk merancang solusi dengan menggunakan teknologi,” ujarnya.
Terkait SDM, Bambang Brodjonegoro mengakui bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga ahli di bidang teknologi dan informasi, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kekurangan ini mendorong industri untuk menggunakan tenaga asing yang lebih memiliki kapabilitas.
”Kita masih butuh SDM berkapabilitas, dengan pengetahuan yang proper tentang industri teknologi dan informasi. SDM seperti itu, termasuk tim di akademi ini, diharapkan bisa berkontribusi ke digital ekonomi lewat dua cara, yaitu mendukung penelitian dan pengembangan riset serta pengembangan produk bisnis digital,” tuturnya.