Berjalan lebih dari satu tahun, proses penyelidikan dan penyidikan kasus dana desa Konawe di Polda Sulawesi Tenggara belum juga tuntas.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Berjalan lebih dari satu tahun, proses penyelidikan dan penyidikan kasus dana desa Konawe di Polda Sulawesi Tenggara belum juga tuntas. Kepolisian beralasan sedang menunggu verifikasi aturan dan audit kerugian negara yang masih berjalan hingga bulan depan. Meski puluhan saksi telah diperiksa, belum ada tersangka dalam kasus ini.
Kepala Bidang Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Nur Akbar menyampaikan, pihaknya masih menunggu verifikasi aturan yang saat ini sedang dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Verifikasi aturan tersebut untuk melihat proses pembentukan dan pengesahan desa.
Untuk penetapan tersangkanya, penyidik ingin tahu semua hal terlebih dahulu, baik dari kerugian negara dan status desa tersebut.
“Informasi dari penyidik, verifikasi terkait aturan tersebut baru akan keluar pada akhir Februari. Verifikasi ulang aturan itu terkait proses, pembentukan, dan pengesahan desa. Memang agak lama, karena bukan cuma tentang di Konawe atau Sulawesi Tenggara, tetapi terkait seluruh wilayah Indonesia,” ucap Akbar, di Kendari, Selasa (14/1/2020).
Selain itu, Akbar melanjutkan, penyidikan juga menunggu audit keuangan yang saat ini dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra. Hal tersebut penting untuk melihat kerugian negara dari dana desa yang dicairkan selama lima tahun terakhir.
“Untuk penetapan tersangkanya, penyidik ingin tahu semua hal terlebih dahulu, baik dari kerugian negara dan status desa tersebut. Makanya, verifikasi dan audit tersebut menjadi bagian yang penting,” kata Akbar.
Polda Sultra telah menyelidiki kasus dana desa sejak awal 2019. Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Polres Konawe. Sejak pertengahan tahun, proses penyelidikan meningkat menjadi penyidikan. Sebanyak 57 saksi telah diperiksa, mulai dari aparat desa, pejabat pemerintahan, ahli, hingga pihak kementerian.
Bahkan, sejumlah saksi telah dimintai keterangan lebih dari satu kali terkait adanya dugaan desa yang didirikan tidak sesuai aturan dan menerima dana desa.
Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Sultra Leo Lendra menjelaskan, audit anggaran dana desa Konawe masih berjalan. Kesimpulan akhir audit diperkirakan bisa diberikan ke kepolisian pada akhir bulan ini. “Kami menunggu berita acara tambahan dari penyidik Polda Sultra. Rencananya dikirim hari ini karena saksi tersebut baru dimintai keterangan beberapa hari lalu,” kata Leo.
Menurut Leo, keterangan semua saksi, data yang ditemukan, dan kondisi di lapangan, akan dipelajari dan disandingkan untuk membuat sebuah kronologi utuh. Semua data itu akan diolah untuk membuat kesimpulan terkait kerugian negara dari dana desa yang dikucurkan selama ini.
Kasus dana desa di Konawe mencuat sejak Oktober 2019. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan adanya dugaan desa bermasalah dan terus mendapat kucuran dana desa selama bertahun-tahun. Penelusuran Kompas pada Oktober-November lalu menemukan adanya aturan bermasalah yang menjadi dasar pembentukan 52 desa di Konawe.
Perda Nomor 7/2011 tentang pembentukan 52 desa tersebut tidak pernah dibahas bersama DPRD Konawe. Perda juga tidak terdaftar di badan hukum daerah, tetapi menjadi dasar pendirian desa hingga ke Kemendagri. Di sisi lain, Perda Nomor 7/2011 tercatat sebagai Perda Pertanggungjawaban APBD 2010, bukan tentang pembentukan desa.
Sejak 2017, 52 desa yang ada dalam aturan tersebut telah mendapatkan dana desa. Perda bermasalah tersebut diatur dan dibuat sedemikian rupa pada medio 2014-2015, yang dibuat bertanggal mundur menjadi tahun 2011. Sejumlah oknum merencanakan dan membuat aturan agar puluhan desa di Konawe terdaftar di kementerian sehingga bisa mendapatkan dana desa.
Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, dugaan rekayasa peraturan daerah seperti yang terjadi di Konawe tidak hanya pelanggaran administratif, tetapi juga pidana. ”Penipuan yang berkaitan dengan dokumen negara itu pidana. Harus dilihat lagi lebih luas, apa tujuan pemalsuan itu? Apakah benar untuk mendapatkan dana desa? Pelakunya juga bisa dijerat hukuman lainnya, seperti tindak pidana korupsi, jika ditemukan unsur penggelapan uang dana desa,” ujarnya (Kompas, 5/12/2019).