Polda Maluku Tutup Sumber Merkuri Terbesar di Indonesia
Polda Maluku kembali menutup tambang sinabar di Gunung Tembaga, Pulau Seram, Maluku. Terhitung per Selasa (14/1/2020), tidak ada lagi aktivitas di lokasi penambangan bahan baku merkuri terbesar di Indonesia itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kepolisian Daerah Maluku akhirnya kembali menutup tambang sinabar di Gunung Tembaga, Pulau Seram, Maluku. Terhitung per Selasa (14/1/2020), tidak ada lagi aktivitas di lokasi penambangan bahan baku merkuri terbesar di Indonesia itu. Untuk mencegah petambang kembali lagi, pihak Polri, TNI, dan pemerintah daerah mendirikan sejumlah pos pengamanan terpadu.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, Selasa, mengatakan, penutupan tambang sinabar berjalan dengan lancar tanpa perlawanan dari petambang seperti pada penutupan sebelumnya. Setelah digelar sosialisasi penutupan pada pekan lalu, satu per satu petambang meninggalkan lokasi tersebut. Petambang membongkar tenda pengolahan sinabar lalu pergi membawa peralatan tambang mereka.
Ini tercapai lewat pendekatan intensif dengan tokoh-tokoh setempat yang memiliki hak ulayat di lokasi tambang.
”Ini tercapai lewat pendekatan intensif dengan tokoh-tokoh setempat yang memiliki hak ulayat di lokasi tambang. Akhirnya, mereka juga ikut meminta petambang turun. Semua berjalan lancar tanpa perlawanan,” kata Roem.
Tambang sinabar berada di perbatasan Desa Iha dan Desa Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. Dari Pulau Ambon, lokasi itu dicapai lewat perjalanan laut sekitar 1 jam kemudian jalan darat sekitar 1,5 jam. Tambang ilegal itu mulai beroperasi sejak 2012.
Di sejumlah pintu masuk lokasi tambang kini dipasang baliho berisi larangan agar tidak masuk ke lokasi tersebut. Larangan itu diikuti ancaman hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.
Pengamanan di bekas tambang itu akan dilakukan secara rutin lewat patroli dan penjagaan di pintu masuk, sama seperti yang dilakukan di bekas tambang emas liar Gunung Botak di Pulau Buru. Sejak ditutup pada Oktober 2018, hingga kini Gunung Botak masih steril. Tambang batu sinabar di Gunung Tembaga pernah ditutup pada Desember 2017, tetapi kembali dimasuki petambang lantaran tak ada pengawasan aparat keamanan. ”Jangan sampai terulang lagi,” ujar Roem.
Menurut Roem, selain mengamankan lokasi tambang, polisi juga memantau potensi peredaran merkuri dan sinabar. Diduga, sinabar hasil tambang banyak ditimbun warga yang berada di sekitar lokasi tambang. Sinabar itu dapat dikirim ke luar daerah atau diolah terlebih dahulu menjadi merkuri kemudian dikirim ke luar daerah. Sinabar merupakan bahan baku merkuri yang dipasok ke lokasi tambang emas liar. Merkuri dipakai sebagai bahan mengikat emas dari mineral lain.
Merkuri sudah dilarang peredarannya karena dapat merusak lingkungan dan mengancam keselamatan manusia. Merkuri dapat merusak organ dalam tubuh manusia, menyebabkan mutasi genetika, hingga kematian. Bayi dari ibu yang terpapar merkuri dalam konsentrasi tinggi dapat mengalami cacat fisik dan mental. Dunia pernah dilanda bencana hebat akibat pencemaran merkuri yang terjadi di Minamata, Jepang.
Lokasi tambang batu sinabar di Gunung Tembaga itu merupakan yang terbesar di Indonesia dengan jumlah petambang lebih dari 5.000 orang. Di lokasi seluas sekitar 25 hektar itu terdapat sekitar 500 lubang galian. Satu lubang dapat menghasilkan sekitar 600 kilogram batu sinabar setiap bulan. Kandungan merkuri batu sinabar itu sekitar 80 persen dari bobot batu.
Pada awal penambangan, batu sinabar dijual Rp 150.000 per kilogram. Harga jualnya di pasar gelap per akhir 2019 sekitar Rp 250.000 per kilogram. Merkuri yang diolah secara ilegal itu kemudian dipasok ke berbagai lokasi tambang emas liar di Tanah Air. Sejumlah pengusaha asing bahkan pernah datang ke sana. Diduga, ada mineral ikutan yang memiliki nilai tinggi (Kompas, 11/1/2020).
D Kaisupy, warga Desa Iha yang berada di lokasi tambang sinabar, mengatakan, warga nekat masuk kembali ke lokasi tambang lantaran terdesak kebutuhan ekonomi.
”Kalau ada pembeli yang menetapkan harga tinggi, mereka pasti masuk. Yang perlu dilakukan saat ini adalah memberdayakan masyarakat lokal dengan kegiatan ekonomi lainnya,” katanya. Warga setempat sebagian besar petani dan nelayan.
Peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Ambon, Abraham Mariwy, mengapresiasi langkah Polda Maluku dibawa kepemimpinan Inspektur Jenderal Royke Lumowa yang berhasil menutup tambang sinabar. Sebelumnya, Royke juga menutup tambang ilegal emas terbesar di Pulau Buru. ”Menutup bisnis gelap ini tidak mudah,” ujarnya.
Ia berharap agar penutupan ini diikuti dengan pemulihan lingkungan yang rusak lewat reboisasi. Ia juga menyarankan pemeriksaan kesehatan bagi warga sekitar yang diduga terpapar merkuri. Selain menambang sinabar, warga juga mengolah sinabar menjadi merkuri.
”Dinas kesehatan setempat harus melakukan deteksi dini. Ini semacam bom waktu yang menunggu saatnya akan meledak nanti,” katanya.