RI Tingkatkan Kepercayaan Dunia
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kepercayaan dunia sebagai negara yang layak menjadi tujuan investasi, terutama di bidang teknologi dan energi masa depan.
ABU DHABI, KOMPAS — Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kepercayaan dunia sebagai negara yang layak menjadi tujuan investasi, terutama di bidang teknologi dan energi masa depan. Tawaran untuk berinvestasi pun dilancarkan di setiap pertemuan bilateral dengan negara lain dan forum-forum internasional.
Undangan untuk melakukan investasi kembali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tingkat tinggi membahas energi masa depan dunia yang merupakan rangkaian acara Pekan Keberlanjutan atau Abu Dhabi Sustainable Week 2020 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (13/1/2020).
Di hadapan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayyed al-Nahyan dan kepala negara lainnya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memainkan peran utama dalam masa depan energi.
Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit nomor satu di dunia. Dengan hanya 10 persen dari total lahan dunia, Indonesia bisa memproduksi 40 persen dari total minyak nabati dunia. (Joko Widodo)
Hal ini karena Indonesia merupakan produsen bahan bakar nabati yang merupakan energi masa depan. ”Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit nomor satu di dunia. Dengan hanya 10 persen dari total lahan dunia, Indonesia bisa memproduksi 40 persen dari total minyak nabati dunia,” kata Presiden Jokowi. Presiden Jokowi diundang untuk menjadi pembicara kunci dalam Abu Dhabi Sustainable Week 2020 dengan tema utama pembangunan teknologi dan energi berkelanjutan.
Baca juga: Presiden Sambut Kedatangan Putra Mahkota Abu Dhabi
Tak hanya sawit, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa minyak nabati lain, seperti kacang kedelai dan bunga matahari, memerlukan lahan yang lebih luas. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa minyak sawit merupakan pilihan paling efisien dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi dunia.
Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia sudah mulai menerapkan mandatori biodiesel 20 (B20). Pemerintah mewajibkan sejumlah perusahaan untuk menggunakan bahan bakar diesel dengan kandungan minyak sawit minimal 20 persen. Tak hanya menghemat impor bahan bakar hingga Rp 3,4 miliar dollar AS, penggunaan B20 juga bisa mengurangi 8,9 juta ton emisi karbon dioksida.
Karena itu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk meningkatkan mandatori penggunaan bahan bakar menjadi B30 pada tahun ini. ”Ini akan menghemat impor bahan bakar dan semakin mengurangi emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, upaya pemerintah mempromosikan investasi di Indonesia. Namun, hal ini tidak cukup, perlu pembenahan realisasi investasi di Indonesia.
”Semua sudah tahu Indonesia menarik untuk investasi, pasarnya bagus, resource-nya juga. Buktinya MOU di BKPM naik sekali angkanya. Namun, masalahnya pada realisasi yang minimal karena banyaknya hambatan,” tutur Piter di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Investasi di Indonesia umumnya gagal dieksekusi karena masalah-masalah, seperti pembebasan lahan, bahan baku, perizinan, koordinasi pemerintah pusat dan daerah, serta inkonsistensi kebijakan pemerintah. ”Jadi bukan mereka (investor) tidak tahu kalau kita menarik, tetapi selalu ambyar,” ujar Piter.
Selain itu, pemerintah semestinya tak hanya mencari investor baru, tetapi melupakan investor lama. Justru, memberikan layanan baik untuk investor lama dan mendorong investor lama menginvestasikan keuntungannya kembali di Indonesia lebih penting untuk memperbaiki neraca berjalan (current account).
Investasi baru memang bisa mengimbangi defisit neraca berjalan. Namun, kata Piter, jika penanganannya salah, investasi baru hanya akan menambah defisit neraca berjalan. Sebab, komponen terbesar penyebab defisit neraca berjalan adalah neraca pendapatan primer yang terdiri atas pembayaran imbal hasil terhadap investasi yang masuk ke Indonesia.
”Semakin besar Pak Jokowi mengundang investasi masuk, semakin besar juga keuntungan mereka tarik (kembali ke negara asal), semakin besar defisit neraca berjalan kita,” tutur Piter.
Semakin besar Pak Jokowi mengundang investasi masuk, semakin besar juga keuntungan mereka tarik (kembali ke negara asal), semakin besar defisit neraca berjalan kita. (Piter Abdullah)
Karena itu, kata Piter, pemerintah semestinya tak hanya fokus pada investasi baru, tetapi juga menjaga investor lama untuk kembali berinvestasi. Dengan demikian, defisit neraca berjalan bisa dikurangi.
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi gagasan dan ajakan Presiden untuk memaksimalkan potensi sawit sebagai bahan bakar alternatif. Hal ini dinilai relevan dengan masa depan ketahanan energi.
”Indonesia mau tak mau harus lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan energi baru terbarukan dan ini demi generasi anak-cucu serta persiapan landasan kuat untuk masa depan ketahanan energi nasional,” kata Bambang.
Ibu kota baru
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk menyampaikan rencana monumental pemerintah untuk membangun ibu kota negara baru di Kalimantan. Presiden menyampaikan, ibu kota baru itu akan dirancang sebagai kawasan dengan teknologi paling baru yang hemat energi dan ramah lingkungan.
”Di ibu kota baru kami, kami mengundang dunia untuk menghadirkan teknologi terbaik, inovasi terbaik,” tuturnya.
Sebelumnya dalam pertemuan bilateral dengan UEA, Presiden Jokowi menetapkan Putra Mahkota Sheikh Mohamed sebagai salah satu dewan pengarah pembangunan ibu kota baru. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Sheikh Mohamed akan menjadi dewan pengarah dengan sejumlah nama lainnya.
Baca juga: Lawatan ke Uni Emirat Arab, Presiden Jokowi Konkretkan Kerja Sama Investasi
Mengenai penetapan Putra Mahkota Sheikh Mohamed sebagai salah satu dewan pengarah pembangunan ibu kota baru, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, ini sesuai dengan harapan menjadikan ibu kota baru sebagai persembahan Indonesia kepada dunia. Karena itu, keunggulan-keunggulan dunia disiapkan untuk hadir di ibu kota baru ini. Pembangunannya pun melibatkan semua pihak secara internasional.
Jadi, bukan saja dalam pekerjaannya, baik investasinya maupun sejumlah kegiatan di dalamnya (seperti) riset, teknologi, investasi kemudian konservasi lingkungan, ingin melibatkan negara-negara yang ada di dunia. (Fadjroel Rachman)
”Jadi, bukan saja dalam pekerjaannya, baik investasinya maupun sejumlah kegiatan di dalamnya (seperti) riset, teknologi, investasi kemudian konservasi lingkungan; ingin melibatkan negara-negara yang ada di dunia,” tutur Fadjroel kepada wartawan di Jakarta.
Sejauh ini beberapa negara sudah menyatakan minat untuk bekerja sama membangun ibu kota negara, seperti Jepang dan Korea Selatan. Putra Mahkota juga, kata Fadjroel, sangat positif melihat rencana Pemerintah Indonesia membangun ibu kota baru dengan konsep yang disampaikan Presiden, sebagai kota cerdas yang berkelanjutan.
Presiden Jokowi mengakhiri pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia untuk menanamkan modal di Indonesia. Investasi terutama di bidang energi terbarukan dan teknologi bersih. ”Saya berharap bisa menyambut Anda semua di Indonesia, untuk berinvestasi di masa depan, di mana energi terbarukan dan teknologi bersih bisa menciptakan kehidupan berkelanjutan untuk pembangunan ekonomi dan sosial,” tuturnya.
Dijelaskan, untuk mempermudah investasi, saat ini Pemerintah RI tengah melakukan reformasi struktural. Berbagai kebijakan pun dievaluasi untuk meningkatkan level kemudahan berusaha. (INA)