Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat turun tahun 2019 karena pengaruh kuat perang dagang kedua negara. Beijing berharap kesepakatan tahap satu bakal berlanjut.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
BEIJING, SELASA —Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat menyempit sepanjang tahun lalu. Salah satu pemicu utama penyempitan tersebut adalah perang dagang antara AS dan China. Beijing pun berharap kesepakatan fase satu yang menurut rencana ditandatangani di Washington, Rabu (15/1/2020), akan berdampak bagus dan signifikan bagi perekonomian negeri itu.
China masih mencatat surplus perdagangannya dengan AS. Merujuk data bea dan cukai yang merilis data terbarunya, Selasa (14/1), surplus itu mencapai 295,8 miliar dollar AS untuk periode sepanjang 2019. Namun, capaian itu turun 8,5 persen dari rekor yang diraih pada tahun sebelumnya, yaitu mencapai 323,3 miliar dollar AS.
Perbedaan besar dalam lalu lintas perdagangan adalah inti dari keinginan Presiden AS Donald Trump dalam memantik perselisihan dagang dengan Beijing. Washington seperti diketahui memaksakan penerapan tarif impor atas barang-barang ekspor China ke AS senilai ratusan miliar dollar AS. Langkah tersebut memicu pembalasan dari Beijing dan mengguncang ekonomi global.
Berdasarkan data Bea dan Cukai China, pada Desember 2019, surplus perdagangan China dengan AS sebesar 23,2 miliar dollar AS. Jumlah tersebut turun dari capaian sebulan sebelumnya, yakni 24,6 miliar dollar AS. Juru bicara kepabeanan China, Zou Zhiwu, dalam konferensi pers di Beijing, Selasa, mengatakan, sejak November dan Desember 2019, impor China dari AS, termasuk kedelai dan daging babi, telah meningkat.
Kesepakatan perdagangan mini yang diumumkan bulan lalu akan membuat Beijing membeli produk-produk tambahan dari AS senilai 200 miliar AS selama periode dua tahun. Hal itu diungkapkan para pejabat Washington. Namun, China belum secara terbuka mengonfirmasi angka-angka itu.
Pembatalan tarif
Pemerintahan Trump telah membatalkan tarif baru untuk barang-barang buatan China, seperti barang elektronik yang berlaku bulan lalu. Kebijakan ini mengurangi separuh dari yang dikenakan sebelumnya pada 1 September 2019 atas produk senilai 120 miliar dollar AS. Namun, Washington mempertahankan tarif 25 persen atas impor China senilai sekitar 250 miliar dollar AS.
Zou mengatakan, peningkatan impor dari AS tidak akan memengaruhi pembelian China dari negara lain. Dia mengakui ketegangan perdagangan telah memberi tekanan pada perdagangan luar negeri China dan perusahaan-perusahaan yang sebagian besar berdagang dengan AS.
”Meski ekspor kami ke AS telah menurun, efektivitas perusahaan-perusahaan yang mendiversifikasi pasar mereka sangat signifikan,” katanya. Zou menambahkan bahwa ekspor ke pasar non-AS telah meningkat dan ekspor secara keseluruhan masih meningkat. Ia mengakui penandatanganan perjanjian perdagangan baru, yang merupakan bagian dari pakta yang lebih luas yang direncanakan, akan memiliki ”arti penting dan positif” tidak hanya untuk China dan AS, tetapi juga bagi seluruh dunia.
Pada bulan Desember, ekspor China naik 7,6 persen, tetapi impornya pun melonjak 16,3 persen, jauh melebihi perkiraan. Total, selama satu tahun, ekspor China naik 0,5 persen, sementara impor turun 2,8 persen.
Impor daging melonjak selama 12 bulan terakhir. Hal itu terutama didorong oleh pembelian 2,108 juta ton daging babi —melonjak 75 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya—sementara impor daging sapi naik 60 persen.
Ekonom The Economist Intelligence Unit, Nick Marro, mengatakan, pemulihan ekspor keseluruhan China pada Desember diduga disebabkan—sebagian—rendahnya perbandingan dari tahun sebelumnya.
”Hal itu terjadi sekitar waktu yang sama dengan tahun lalu ketika kami pertama kali mulai melihat dampak perang dagang dan perlambatan elektronik global yang memukul data perdagangan China,” kata Marro.